Saya meminjam uang kepada salah satu fintech yang belum terdaftar di OJK. Kemudian karena saya belum bisa mengembalikan pinjaman, debt collector menyebarkan dan menelepon ke semua nomor kontak di ponsel saya dan mencemarkan nama baik saya. Hal ini terjadi karena sewaktu meminjam saya menyetujui aplikasi tersebut untuk bisa melihat seluruh kontak di ponsel saya. Adakah UU yang mengatur privasi konsumen atau peminjam dari perusahaan fintech ilegal? Langkah apa yang bisa saya lakukan? Terima kasih.
Terimakasih atas kepercayaan Saudara kepada Halo JPN.
Adapun jawaban kami atas pertanyaan saudara adalah sebagai berikut:
Pengertian financial technology (fintech) atau yang dalam hal ini kami asumsikan adalah pinjaman online (pinjol) dapat dilihat dalam Pasal 1 angka 1 POJK 10/22 yang menyebutkan Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) adalah penyelenggaraan layanan jasa keuangan untuk mempertemukan pemberi dana dengan penerima dana dalam melakukan pendanaan konvensional atau berdasarkan prinsip syariah secara langsung melalui sistem elektronik dengan menggunakan internet.
Pasal 8 ayat (1) POJK 10/2022 menjelaskan bahwa penyelenggara yang melaksanakan kegiatan usaha LPBBTI harus terlebih dahulu memperoleh izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Berdasarkan keterangan yang Anda berikan, kami asumsikan istilah ilegal yang Anda maksud merujuk pada penyelenggara kegiatan usaha LPBBTI yang tidak memperoleh izin usaha dari OJK.
Fenomena fintech atau pinjol ilegal yang menagih pinjaman dengan melakukan intimidasi kepada peminjam dan orang terdekat peminjam seperti keluarga atau teman acap kali terjadi. Pada kasus Anda debt collector pinjol tersebut mengakses kontak Anda untuk menyebarkan dan menelepon ke semua nomor kontak di ponsel sehingga mencemarkan nama baik Anda.
Sebelum menjawab pertanyaan Anda, perlu dipahami terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan data pribadi? Data Pribadi adalah data tentang orang perseorangan yang teridentifikasi atau dapat diidentifikasi secara tersendiri atau dikombinasi dengan informasi lainnya baik secara langsung maupun tidak langsung melalui sistem elektronik atau nonelektronik.
Terdapat dua jenis data pribadi yaitu data pribadi yang bersifat umum dan data pribadi yang bersifat spesifik. Data pribadi yang bersifat umum meliputi nama lengkap, jenis kelamin, kewarganegaraan, agama, status perkawinan, dan/atau data pribadi yang dikombinasikan untuk mengidentifikasi seseorang. Adapun data pribadi yang bersifat spesifik meliputi data dan informasi kesehatan, biometrik, genetika, catatan kejahatan, anak, keuangan pribadi dan/atau data lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kemudian Pasal 20 ayat (2) huruf a UU PDP menyatakan bahwa pengendali data pribadi wajib mempunyai dasar pemrosesan data pribadi yaitu salah satunya memperoleh persetujuan yang sah secara eksplisit dari subjek data pribadi yakni Anda untuk dapat memproses data pribadi. Adapun penyelenggara fintech atau pinjol yang Anda sampaikan kami asumsikan berbentuk korporasi yang merupakan pengendali data pribadi yang harus mematuhi ketentuan tersebut.
Untuk mendapatkan persetujuan penggunaan data pribadi, pengendali data pribadi wajib menyampaikan:
Bentuk persetujuan pemrosesan data pribadi pun perlu dilakukan melalui persetujuan tertulis atau terekam baik secara elektronik ataupun nonelektronik. Apabila persetujuan memuat tujuan lain, maka harus memenuhi ketentuan berupa dapat dibedakan secara jelas dengan hal lainnya, dibuat format yang dapat dipahami dan mudah diakses, serta menggunakan bahasa yang sederhana dan jelas.
Jika persetujuan dilakukan secara tidak tertulis atau terekam dan tidak memenuhi ketentuan apabila memenuhi tujuan lain sebagaimana disebut sebelumnya, persetujuan dinyatakan batal demi hukum.
Kemudian jika ditinjau berdasarkan Permenkominfo 20/2016 dalam hal penyelenggara fintech juga merupakan penyelenggara sistem elektronik, maka berdasarkan Pasal 8 ayat (1) bahwa dalam memperoleh dan mengumpulkan data pribadi, penyelenggara sistem elektronik harus menghormati pemilik data pribadi atas data pribadinya yang bersifat privasi.
Menjawab pertanyaan Anda, bagaimana hukumnya debt collector fintech atau pinjol yang melakukan penagihan dengan cara menelepon ke semua nomor kontak yang tersimpan dalam ponsel Anda dan mencemarkan nama baik Anda?
Ketua Satgas Waspada Investasi menegaskan fintech legal dilarang meng-copy semua kontak yang ada di HP, hanya kontak darurat yang boleh dikontak. Dengan demikian, perbuatan fintech yang mengakses seluruh nomor kontak yang tersimpan dalam ponsel Anda adalah termasuk pelanggaran privasi.
OJK pun turut menjelaskan risiko bila meminjam pada fintech ilegal yang belum terdaftar atau berizin di OJK yaitu segala mekanisme pinjam meminjam yang dilakukan dan pengaduan pengguna di luar dari kewenangan OJK. Risiko penagihan dan penyebarluasan data pribadi tidak menjadi tanggung jawab OJK.
Fintech atau pinjol yang merupakan pengendali data pribadi seharusnya memiliki dasar pemrosesan data pribadi. Dalam hal terjadi pelangaran data pribadi, fintech atau pinjol bisa dikenakan sanksi administratif berupa:
Terhadap fintech atau pinjol yang mengakses kontak Anda secara tidak sah dapat dikenakan Pasal 30 ayat (2) jo. Pasal 46 ayat (2) UU ITE yang mengatur setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses komputer dan/atau sistem elektronik dengan cara apapun dengan tujuan untuk memperoleh informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dipidana penjara paling lama 7 tahun dan/atau denda paling banyak Rp700 juta.
Pasal 36 Permenkominfo 20/2016 mengatur bahwa setiap orang yang memperoleh, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarluaskan data pribadi tanpa hak dikenai sanksi administratif berupa:
Apabila Anda hendak menempuh langkah hukum, kami menyarankan agar Anda melaporkan fintech atau pinjol ilegal tersebut kepada OJK
Demikian Kami sampaikan, apabila Saudara masih memiliki pertanyaan lain yang ingin disampaikan, Saudara dapat berkonsultasi secara langsung ke Pos Pelayanan Hukum Kami yang berada di Kantor Pengacara Negara pada Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat secara gratis.
Bagaimana cara menuntut pengembalian