Halo min, saya Mulyanto dari Kedungringin Kecamatan Tunjungan, saya masih bingung dan ingin bertanya mengenai perihal bagaimana kedudukan perjanjian pendahuluan jual beli dalam kegiatan jual beli tanah? Mohon pencerahannya ya min
Terimakasih atas kepercayaan Saudara kepala halo JPN, adapun jawaban kami atas pertanyaan Saudara adalah sebagai berikut:
Dalam Pasal 1 angka 10 Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Pemukiman (PP 12/2021), disebutkan bahwa sistem PPJB adalah rangkaian proses kesepakatan antara setiap orang dengan pelaku pembangunan dalam kegiatan pemasaran yang dituangkan dalam perjanjian pendahuluan jual beli atau Perjanjian Pengikatan Jual Beli sebelum ditandatangani akta jual beli.
Kemudian, dalam Pasal 1 angka 11 PP 12/2021 didefinisikan juga bahwa PPJB adalah kesepakatan antara pelaku pembangunan dan setiap orang untuk melakukan jual beli rumah atau satuan rumah susun yang dapat dilakukan oleh pelaku pembangunan sebelum pembangunan untuk rumah susun atau dalam proses pembangunan untuk rumah tunggal dan rumah deret yang dibuat di hadapan notaris.
Tujuan PPJB Mengacu pada ketentuan PPJB yang terkandung dalam pasal di atas, maka secara umum dapat dipahami bahwa PPJB adalah kesepakatan awal antara calon penjual dengan calon pembeli yang memperjanjikan akan dilakukannya transaksi jual beli atas suatu benda, pada umumnya benda tidak bergerak termasuk tanah dan rumah.
Tujuan dari PPJB adalah untuk mengikat calon penjual agar pada saat yang telah diperjanjikan ia akan menjual benda/hak miliknya kepada calon pembeli, dan pada saat yang sama perjanjian tersebut juga mengikat calon pembeli untuk membeli benda/hak milik calon penjual, sesuai dengan ketentuan yang telah diperjanjikan para pihak.
Jenis PPJB Dilihat dari pelunasan pembayaran, ada dua jenis PPJB, yaitu PPJB belum lunas dan PPJB lunas. PPJB Belum Lunas adalah Perjanjian Pengikatan Jual Beli yang baru merupakan janji-janji karena harganya belum dilunasi. Kemudian, PPJB lunas adalah Perjanjian Pengikatan Jual Beli yang sudah dilakukan secara lunas, namun belum bisa dilaksanakan pembuatan akta jual belinya di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) karena ada proses yang belum selesai, misal pemecahan sertifikat, dan lainnya.
Syarat PPJB adalah Rumah tunggal, rumah deret, dan/atau rumah susun yang masih dalam tahap pembangunan dapat dilakukan pemasaran oleh pelaku pembangunan melalui sistem PPJB. Namun sistem PPJB tersebut hanya dapat dilaksanakan setelah memenuhi persyaratan kepastian atas: (Vide Pasal 22 ayat (3) dan (5) PP 12/2021)
Kekuatan Hukum PPJB dijelaskan dalam Pasal 37 ayat (1) PP 24/1997 disebutkan bahwa peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sebagaimana Pasal 1 angka 1 PP 14/2016, PPAT adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun.
Dari ketentuan tersebut, dapat disimpulkan bahwa yang diakui secara tegas sebagai bukti peralihan hak atas tanah melalui jual beli adalah adanya Akta Jual Beli (AJB), meskipun baik PPJB dan AJB adalah bagian dari proses jual beli tanah.
Meskipun pada prinsipnya PPJB adalah tidak mengakibatkan beralihnya hak kepemilikan, namun jika mengacu pada Lampiran SEMA 4/2016 (hal.5), peralihan hak atas tanah berdasarkan PPJB secara hukum terjadi jika pembeli telah membayar lunas harga tanah serta telah menguasai objek jual beli dan dilakukan dengan iktikad baik.
Demikian kami sampaikan apabila Saudara masih memiliki pertanyaan lain yang ingin disampaikan, Saudara dapat berkonsultasi secara langsung ke Pos PelayananHukum Kami yang berada di Kantor Pengacara Negara pada Kejaksaan Negeri Blora.
Tanah milik Abdul Hari seluas 4 hekta