saya punya teman H. Imron punya anak namanya Mahmud (sepupu saudara Istri saya) dia supir tetap Telkomsel karena dia punya usaha Tambak udang Fanami kerjasama dengan kepala Cabang telkomsel karena banyak kegiatan saya diangkat menjadi supir Free Land untuk kegiatan Telkomsel untuk wilayah Surabaya - Madura dalam tempo 1 minggu 4 kali kerja, gaji sebesar Rp. 100.000,- tiap selesai kerja, untuk Sabtu dan Minggu tujuan Ke Surabaya, dan bekerja selama 1 (satu) tahun di gaji hanya baru 3 kali, dan di berikan hanya sewaktu-waktu tidak setiap selesai kerja, saya bekerja di tahun 2018 hingga 2019. saya sudah lapor di Disnaker Provinsi jawa timur di Surabaya sudah 4 kali lapor DI Disnaker Pamekasan dan Sampang, setelah itu di berikan surat keterangan dan BAP dari Dinsanker,
saya mohon bantuannya bapak atau ibu, apakah bisa hak saya diberikan ? dan langkah selanjutnya bagaimana mohon bantuannya Terima kasih
Baik terimakasih atas pertanyaan yang telah saudara
.. sampaikan melalui media / platform
Halo JPN Kejaksaan RI, sebelum menjawab pertanyaan saudara tersebut kami (JPN Kejaksaan Negeri
Tanjung Perak) akan mengulas terlebih dahulu sehubungan dengan kronologi yang telah saudara
jelaskan.
Berdasarkan kronologi yang saudara jelaskan yaitu saya diangkat menjadi supir Free Land
untuk kegiatan Telkomsel untuk wilayah Surabaya - Madura dalam tempo 1 minggu 4 kali kerja, upah
sebesar Rp. 100.000,- tiap selesai kerja, untuk Sabtu dan Minggu tujuan Ke Surabaya, dan bekerja
selama 1 (satu) tahun di upah hanya baru 3 kali, dan di berikan hanya sewaktu-waktu tidak setiap
selesai kerja, saya bekerja di tahun 2018 hingga 2019 namun dalam kronologi tersebut saudara tidak
menjelaskan secara terperinci perihal dengan siapa dan/atau pihak mana saudara memiliki hubungan
kerja apakah dengan pihak Telkomsel atau dengan H. Imron atau Mahmud yang merupakan family /
keluarga saudara, sehingga terkait pertanyaan saudara tersebut berikut jawaban yang dapat kami
berikan :
Hubungan kerja terdiri atas para pihak sebagai subjek (Pengusaha dan/atau pemberi kerja
dengan pekerja/buruh), perjanjian kerja, adanya pekerjaan, upah, dan perintah. Unsur-unsur dari
hubungan kerja itu sendiri yaitu : adanya pekerjaan, adanya upah, adanya perintah dan waktu tertentu.
Berdasarkan ketentuan Pasal 50 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dijelaskan bahwa:
Hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara Pengusaha dan/atau pemberi kerja
dengan pekerja/buruh
Terkait hubungan kerja tanpa adanya perjanjian kerja secara tertulis, berdasarkan ketentuan
Pasal 51 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan memberikan pemahaman bahwa Perjanjian
Kerja dapat dibuat baik secara TERTULIS maupun secaraLISAN, sehingga apabila dikaitkan dengan
kronologi saudara dapat diasumsikan bahwa Perjanjian Kerja antara Saudara dengan pemberi kerja
dilakukan secara lisan. Perjanjian Kerja baik secara TERTULIS ataupun LISAN, merupakan perjanjian
yang SAH selama tidak bertentangan dengan ketentuan Pasal 52 Ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan , yaitu :
1) Kesepakatan kedua belah pihak;
2) Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum;
3) Adanya pekerjaan yang diperjanjikan; dan
4) Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bahwa kemudian hubungan kerja yang terjadi antara saudara dengan Pengusaha dan/atau
pemberi kerja apabila mengacu berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik
Indonesia Nomor: KEP.100/MEN/VI/2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu
Tertentu, ketentuan Pasal 15 ayat (1) merumuskan bahwa :
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) yang tidak dibuat dalam Bahasa Indonesia dan huruf
latin berubah menjadi Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tentu (PKWTT) sejak adanya hubungan kerja
Berdasarkan penjelasan diatas, perjanjian kerja saudara dengan pemberi kerja termasuk
Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tentu (PKWTT) dan saudara berhak atas hak-hak Saudara sebagai pekerja
dengan status hubungan kerja PKWTT sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Berikut hak-hak seorang pekerja dengan status PKWTT, yaitu :
1) Berhak atas upah setelah selesai melaksanakan pekerjaan sesuai dengan perjanjian (tidak di
bawah Upah Minimum Provinsi/UMP), upah lembur, Jaminan Sosial Tenaga Kerja
(Jamsostek);
2) Berhak atas fasilitas lain, dana bantuan dan lain-lain yang berlaku di perusahaan;
3) Berhak atas perlakuan yang tidak diskriminatif dari Pengusaha dan/atau pemberi kerja;
4) Berhak atas perlindungan keselamatan kerja, kesehatan, kematian, dan penghargaan;
5) Berhak atas kebebasan berserikat dan perlakuan HAM dalam hubungan kerja.
Berdasarkan ketentuan Pasal 61 ayat (1) PP No. 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan dijelaskan
bahwa Pengusaha dan/atau pemberi kerja yang terlambat membayar dan/atau tidak membayar upah
dikenai denda dengan ketentuan sebagai berikut :
1) Mulai dari hari keempat sampai hari kedelapan terhitung tanggal seharusnya upah dibayar,
dikenakan denda sebesar 5% untuk setiap hari keterlambatan dari upah yang seharusnya
dibayarkan;
2) Sesudah hari kedelapan, apabila upah masih belum dibayar, dikenakan denda keterlambatan
sebagaimana dimaksud pada huruf a ditambah 1% untuk setiap hari keterlambatan dengan
ketentuan 1 bulan tidak boleh melebihi 50% dari upah yang seharusnya dibayarkan; dan
3) Sesudah sebulan, apabila upah masih belum dibayar, dikenakan denda keterlambatan
sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b ditambah bunga sebesar suku bunga tertinggi
yang berlaku pada bank pemerintah.
Bahwa pengenaan denda tersebut tidak menghilangkan kewajiban Pengusaha dan/atau pemberi
kerja untuk tetap membayar upah kepada pekerja. Selain itu, Pengusaha dan/atau pemberi kerja yang
melanggar kewajibannya dengan tidak membayar upah pekerja dapat dikenakan sanksi pidana penjara
minimal 1 (satu) tahun dan maksimal 4 (empat) tahun dan/atau denda minimal Rp 100.000.000,-
(seratus juta rupiah) dan maksimal Rp 400.000.000,- (empat ratus juta rupiah) . Kondisi perselisihan
yang terjadi antara pekerja dengan Pengusaha dan/atau pemberi kerja karena pekerja tak kunjung
menerima upah yang seharusnya dibayarkan oleh Pengusaha dan/atau pemberi kerja dapat
dikategorikan sebagai perselisihan hak, yakni perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak,
akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundang-
undangan atau perjanjian kerja
Tahapan langkah hukum yang dapat ditempuh pekerja dalam hal Pengusaha dan/atau pemberi
kerja tidak kunjung membayarkan upah, yaitu :
1. JALUR BIPARTIT
Jalur bipartit, dalam hal ini yaitu perundingan antara pekerja dengan Pengusaha
dan/atau pemberi kerja untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial, yang berupa
perselisihan hak antara pekerja dengan Pengusaha dan/atau pemberi kerja. Penyelesaian
perselisihan melalui bipartit ini harus diselesaikan maksimal 30 hari. Jika dalam perundingan
bipartit dicapai kesepakatan penyelesaian, maka dibuat perjanjian bersama yang ditandatangani
oleh para pihak. Tapi, jika perundingan bipartit gagal atau Pengusaha dan/atau pemberi kerja
menolak berunding, maka penyelesaian kemudian ditempuh melalui jalur tripartit yang diawali
dengan mendaftarkan permasalah pada Dinas Ketenagakerjaan setempat dengan melampirkan
bukti bahwa upaya-upaya penyelesaian melalui perundingan bipartit telah dilakukan.
2. JALUR TRIPARTIT
Jalur tripartit, yakni penyelesaian perselisihan antara pekerja dengan Pengusaha
dan/atau pemberi kerja dengan ditengahi oleh mediator. Untuk perselisihan hak, yang dapat
dilakukan adalah melakukan mediasi yang ditengahi oleh seorang/lebih mediator yang netral.
Apabila mediasi berhasil, maka hasil kesepakatan dituangkan dalam suatu perjanjian bersama
yang ditandatangani oleh para pihak dan disaksikan oleh mediator serta didaftar di Pengadilan
Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah hukum pihak-pihak yang mengadakan
perjanjian bersama untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran. Jika tidak terdapat titik temu,
maka mediator menuangkan hasil perundingan dalam suatu anjuran tertulis dalam bentuk
risalah penyelesaian melalui mediasi dan apabila salah satu pihak menolak anjuran tersebut,
maka salah satu pihak dapat melakukan gugatan perselisihan pada Pengadilan Hubungan
Industrial.
3. JALUR PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL
Jalur Pengadilan Hubungan Industrial, yakni jalur yang ditempuh oleh pekerja maupun
oleh Pengusaha dan/atau pemberi kerja melalui mekanisme gugatan yang didaftarkan di
Pengadilan Hubungan Industrial dengan dasar gugatan perselisihan hak berupa upah pekerja
yang tidak dibayarkan oleh perusahaan.
Maka dapat disimpulkan bahwa Perjanjian Kerja saudara dengan Pengusaha dan/atau pemberi
kerja tersebut merupakan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tentu (PKWTT) dan apabila Pengusaha dan/atau
pemberia kerja tidak membayar upah pekerja maka dapat dikenakan sanksi baik berupa sanksi pidana
maupun sanksi denda dan Langkah Hukum yang dapat ditempuh oleh pekerja apabila Pengusaha
dan/atau pemberi kerja tidak kunjung membayarkan upah kepada pekerja maka dapat ditempuh upaya
penyelesaian melalui Jalur Bipartit, Jalur Tripartit atau Jalur Pengadilan Hubungan Industrial.
Demikian jawaban yang dapat diberikan, terimakasih.
Tanah milik Abdul Hari seluas 4 hekta
Adek saya menikah saat masih SMA tanp