Terima kasih atas kepercayaan bapak untuk mengkonsultasikan permasalahan hukum melalui layanan Halo JPN, atas pertanyaan ibu kami berikan jawaban sebagai berikut :
Bahwa pinjaman online illegal dapat diartikan sebagai praktik pinjaman uang berbasis teknologi yang tidak mematuhi peraturan dan persyaratan yang ditetapkan oleh pemerintah melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK). OJK adalah lembaga yang bertanggungjawab atas pengawasan dan regulasi sektor keuangan di Indonesia termasuk pinjaman online.
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor :77/POJK.01/2016 Tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi mengatur tentang syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh perusahaan pinjaman online yang sah, termasuk modal minimum, perlindungan konsumen dan transparansi biaya dan suku bunga sehingga apabila terdapat individu atau perusahaan yang memberikan pinjaman tanpa izin dari OJK maka dapat diasumsikan sebagai pinjaman online illegal.
Pinjaman online illegal bisanya menggunakan suku bunga yang tidak wajar, biaya tersembunyi, praktik penagihan yang tidak adil dan pelanggaran-pelanggaran lain terhadap hak-hak konsumen. Selanjutnya apakah kemudian konsekuensi hukum bila tidak dapat melunasi pinjaman online illegal, pada dasarnya setiap perjanjian yang dibuat harus dipatuhi, karena terdapat salah satu prinsip dasar dalam hukum perdata yang menyatakan pihak-pihak yang terlibat dalam suatu perjanjian harus mematuhi ketentuan-ketentuan yang disepakati dalam perjanjian tersebut, sehingga sudah merupakan kewajiban bagi penerima pinjaman untuk melunasi pinjaman tersebut, apabila kemudian tidak melakukan pelunasan terhadap pinjaman online illegal maka konsekuensinya secara hukum memang mereka akan menghindari mengajukan gugatan ke pengadilan karena mereka illegal, namun pihak pemberi pinjaman akan menggunakan langkah-langkah yang agresif dalam penagihan seperti menghubungi secara berlebihan, menghubungi kerabat penerima pinjaman dengan maksud penghinaan termasuk tindakan-tindakan pengancaman dan penyebaran informasi pribadi. Oleh karena itu pemerintah berusaha memberikan edukasi kepada masyarakat untuk menghindari melakukan pinjaman online terhadap perusahaan atau aplikasi yang tidak mendapat izin dari OJK.
Langkah hukum yang dapat dilakukan apabila mengalami hal tersebut adalah dengan melaporkan kepada pihak berwajib apabila kemudian pemberi pinjaman melakukan pengancaman atau penyebaran informasi pribadi kepada orang lain. Bahwa mereka dapat dikenai Pasal pengancaman (Pasal 335 KUHP) dengan ancaman pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun, atau Pasal 67 Ayat (2) UU 27 Tahun 2022 Tentang Perlindungan Data Pribadi setiap orang dengan sengaja dan melawan hukum mengungkapkan data pribadi yang bukan miliknya dengan ancaman pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan / atau denda paling banyak 4 milyar rupiah dan beberapa pasal-pasal terkait seperti pemerasan atau penipuan.
Bahwa selanjutnya mengenai pertanyaan ibu nomor 2, bagaimana hukum perdata mengatur tanggungjawab keluarga terhadap hutang piutang yang dilakukan tanpa adanya bukti tertulis, pada prinsipnya setiap individu dewasa bertanggung jawab atas hutang dan kewajiban pribadi mereka sendiri dan tidak ada tanggung jawab keluarga secara langsung untuk membayar hutang tersebut, Pasal 1313 Kuhperdata berbunyi suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih dengan kata lain orang yang mengikatkan diri itulah yang harus bertanggungjawab terhadap perjanjian yang dibuatnya, namun apabila keluarga secara sukarela setuju untuk menjadi penjamin atau turut menandatangani perjanjian hutang bersama maka secara hukum mereka ikut bertanggungjawab apabila pihak yang berhutang tidak mampu membayar, selanjutnya mengenai hutang piutang tanpa bukti tertulis kami berpendapat terhadap hutang piutang yang demikian tidak dianjurkan untuk dibuat karena akan sangat berisiko dalam hal pembuktian, sehingga apabila pihak pemberi hutang tidak membuat perjanjian tertulis dengan penerima hutang maka konsekuensinya pihak pemberi hutang akan kesulitan dalam perlindungan hukum apabila terjadi wanprestasi (ingkar janji) dari pihak lain, dan apabila perkara tersebut sampai ke pengadilan maka pemberi hutang tidak memiliki bukti yang kuat untuk membuktikan adanya perjanjian.
Bahwa mengenai pertanyaan nomor 3, sebelumnya kami mohon maaf karena tidak dapat mengerti pertanyaan ibu mengenai pihak tata usaha Negara yang dimaksud, karena yang dimaksud dengan tata usaha Negara adalah administrasi Negara yang melaksanakan fungsi untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan baik di pusat maupun di daerah, oleh karenanya kami akan berasumsi tata usaha Negara yang dimaksud adalah Negara, lantas apakah ada peraturan atau undang-undang terkait tentang pemulihan hutang piutang dari Negara, memang pemerintah sebelumnya telah meluncurkan beberapa program bantuan keringanan hutang untuk membantu meringankan beban hutang masyarakat diantaranya adalah melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dalam rangka mengatasi dampak ekonomi dari pandemi Covid 19 melalui salah satunya restrukturisasi hutang bagi pelaku usaha yang terdampak,namun tentunya program ini hanya untuk hutang piutang yang dibuat dengan lembaga keuangan resmi misalnya perbankan ketika masa pandemi sebelumnya, dan saat ini kami tidak menjumpai adanya peraturan yang mengatur pemulihan hutang piutang seperti pertanyaan ibu, apabila ibu ingin mengajukan permohonan keringanan hutang piutang kiranya dapat mengajukan permohonan secara langsung kepada pihak pemberi hutang agar dapat memberikan keringanan dengan cara misalnya pengurangan bunga, denda atau pokok pinjaman.
Bahwa selanjutnya mengenai pertanyaan nomor 4, peran pengadilan dalam menyelesaikan hutang piutang antara seseorang dengan lembaga negara. Pada prinsipnya dalam hukum perdata tidak membedakan kedudukan para pihak dalam proses pengadilan, sehingga baik individu maupun lembaga negara yang terlibat perselisihan keperdataan akan dipandang sama kedudukannya di pengadilan. Peran pengadilan dalam hal ini adalah pertama melakukan mediasi kepada para pihak agar dapat berdamai dengan kesepakatan yang dibuat secara bersama-sama, salanjutnya apabila tidak mencapai perdamaian maka akan dilanjutkan dengan pemeriksaan pokok perkara, para pihak berkewajiban membuktikan dalil masing-masing untuk meyakinkan hakim atas perkara yang diajukan, alat-alat bukti dalam perkara perdata terdiri dari,
Selanjutnya hakim akan memberikan putusan berdasarkan bukti yang diajukan masing-masing pihak dan putusannya akan mengikat para pihak untuk melaksanakan isi dari putusan itu.
Bahwa terkait pertanyaan ibu nomor 5, bagaimana proses penagihan hutang piutang ketika melibatkan lembaga pemerintah, sebenarnya tidak jauh berbeda dengan proses penagihan dengan pihak lainnya, namun biasanya apabila berhubungan dengan pemerintah biasanya mengenai penyelesaian perselisihan diatur secara khusus dalam klausul perjanjian / kontrak yang dibuat, sehingga penting untuk memperhatikan klausul tersebut termasuk cara dan tempat apabila terdapat perselisihan dalam pelaksanaan kontrak, namun dalam praktek secara umum yang dapat dilakukan adalah dengan mengajukan somasi, biasanya somasi yang bersifat peringatan dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali dari lewatnya jatuh tempoh, setelah itu dapat diikuti dengan gugatan wanprestasi ke pengadilan apabila somasi tidak diindahkan oleh pihak yang berhutang.
Demikian jawaban kami, apabila jawaban kami belum jelas kiranya Ibu dapat datang langsung ke Kantor Pengacara Negara pada Kejaksaan Negeri Kepulauan Talaud untuk konsultasi lebih lanjut. Terima Kasih.
Tanah milik Abdul Hari seluas 4 hekta