Pertanyaan : apakah surat keterangan tanah masih diperlukan dalam proses pendaftaran tanah? Untuk menerbitkan SHM
Terimakasih atas kepercayaan Saudari kepala halo JPN, adapun jawaban kami atas pertanyaan Saudari adalah sebagai berikut:
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dan Peraturan Mentri Agrarian No.3 Tahun 1997 menjelaskan bahwa SKT merupakan bukti fisik kepemilikan tanah yang digunakan untuk proses pendaftaran tanah atau dapat disebut dengan alas hak/hak dasar atas sebidang tanah. Dengan dikeluarkannya Surat Edaran Mentri ATR/BPN Nomor 1756/15.I/IV/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Masyarakat sebagai peraturan pelaksana dari Peraturan Mentri No.3 Tahun 1997, maka SKT yang merupakan alas hak dalam proses pendaftaran tanah dihapuskan dan dalam hal pendaftaran tanah tidak di perlukan lagi. Sehingga dapat kita simpulkan bahwa berdasarkan Surat Edaran Mentri Nomor 1756/15.I/IV/206 kedudukan SKT sebagai hak dasar dalam proses pendaftaran tanah sudah tidak ada dan SKT tidak memiliki kedudukan hukum lagi dalam proses pendaftaran tanah.
Berdasarkan setelah Surat Edaran Mentri ATR/BPN No.1756/15.I/IV/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pendaftaran Tanah, dengan dihapusnya SKT sebagai syarat pendaftaran tanah bukan berarti mempengaruhi kekuatan hukum SKT sebagai hak dasar kepemilikan tanah. SKT tetap memiliki kekuatan hukum sebagai alat bukti kepemilikan atas sebidang tanah, hal tersebut diperkuat dengan adanya putusan Mahkamah Agung No : 2595/Pdt/2018 yang menyatakan bahwa Surat Keterangan Penguasaan Fisik bidang tanah merupakan bukti yang sah. Dengan demikian SKT merupakan alat bukti yang memiliki kekuatan hukum dalam pembuktian sebidang tanah, walaupun tidak sekuat sertifikat tanah yang merupakan bukti otentik yang dibuat berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
Pasal 5 UUPA, tertera jelas bahwa dasar yuridis dari pembentukan UUPA tersebut adalah dari hukum adat, dan dasar yuridis dari SKT juga merupakan hukum adat, sepanjang bahwa SKT tersebut tidak memiliki beberapa unsur seperti adanya indikasi pemalsuan, tidak ada kesalahan dalam prosedur penerbitannya, dan bidang tanah yang tertera pada SKT tersebut dikuasai secara terus-menerus. Dan yang paling penting bahwa SKT tersebut tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan Negara, dalam hal ini yaitu sistem pendaftaran tanah di Indonesia yang diatur oleh Pemerintah.
Dalam perkembangan hukum agraria sekarang ini, banyaknya sengketa pertanahan yang terjadi membuat kedudukan hukum khususnya pada Pasal 19 UUPA sangatlah harus dikuatkan mengingat pasal tersebut menyatakan bahwa adanya sistem pendaftaran tanah membantu menjamin hak dan kepastian hukum bagi pemilik tanah dengan menghasilkan suatu alat bukti yang diterbit-kan oleh Kantor Pertanahan yaitu Sertifikat Hak Atas Tanah sebagai jaminan hak yang diberikan oleh pasal tersebut sebagai undang-undang yang berlaku
Untuk dapat memberi kepastian hukum kepada para pemegang hak atas tanah maka diberikan penegasan mengenai bagaimana kekuatan pembuktian Sertifikat yang harus diyakini sebagai hal yang benar, baik dalam perbuatan hukum seharihari maupun sengketa di pengadilan, sepanjang data tersebut sesuai dengan apa yang tercantum dalam surat ukur dan buku tanah sesuai dengan Pasal 32 Ayat (1) PP No. 24 Tahun 1997 yang berbunyi: Sertifikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis.
Demikian kami sampaikan, apabila saudari masih memiliki pertanyaan lain yang ingin disampaikan, saudari dapat berkonsultasi secara langsung ke Pos Pelayanan Hukum yang berada di Kantor Pengacara Negara pada Kejaksaan Negeri Rokan Hilir secara gratis.
Bagaimana cara menuntut pengembalian