Mohon informasi hukum terkait pada usia berapa seseorang dapatr menandatangani kontrak pinjaman/kredit tanpa persetujuan orang tua wali?
Atas permasalahan yang dipertanyakan tersebut, Jaksa Pengacara Negara memberikan jawaban sebagai berikut:
Bahwa terdapat perbedaan batas usia dewasa atau dianggap cakap dalam melakukan perbuatan hukum dalam beberapa peraturan perundang-undangan di Indonesia. Pasal 330 KUHPerdata menyebutkan, bahwa seseorang yang telah menginjak usia 21 tahun dan/atau telah menikah, walaupun belum mencapai usia tersebut sudah dianggap dewasa. Sementara dalam UU Perlindungan Anak serta perubahannya dan UU Ketenagakerjaan, yang dikategorikan sebagai anak adalah setiap orang yang berumur di bawah 18 tahun. Pun demikian dengan Pasal 47 ayat (1) UU Perkawinan yang memberikan batasan usia anak adalah yang belum berusia 18 tahun.
Selain peraturan-peraturan tersebut di atas, terdapat perbedaan penentuan usia dewasa dalam beberapa putusan pengadilan. Misalnya Putusan PN Banyuwangi No. 73/Pdt.G/1992/Bwi tanggal 22 Desember 1992 berpegang pada Pasal 330 KUHPerdata yaitu umur 21 tahun. Sementara, Putusan PN Jakarta Timur No. 115/Pdt.P/2009/PN.Jaktim menggunakan pertimbangan batasan usia dewasa seseorang untuk cakap bertindak secara hukum adalah Pasal 47 ayat (1) UU Perkawinan yaitu 18 tahun.
Namun, berdasarkan Lampiran SEMA Nomor 4 Tahun 2016 (hal. 3), penentuan mengenai batas usia dewasa seseorang dalam melakukan perbuatan hukum tidak dapat ditentukan pada usia yang sama, namun ditentukan berdasarkan undang-undang atau ketentuan hukum yang mengatur dalam konteks perkara yang bersangkutan (kasuistis). Pinjaman atau kredit termasuk dalam kategori perjanjian. Menurut Subekti dalam buku Hukum Perjanjian, perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Dari peristiwa tersebut maka timbullah suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan.
Perjanjian pinjam meminjam menurut Pasal 1754 KUHPerdata adalah perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula. Sedangkan sesuai dengan Pasal 1 angka 11 UU Nomor 10 Tahun 1998 disebutkan bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak meminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
Perjanjian kredit menurut Rachmat Firdaus dan Maya Ariyanti dalam buku Manajemen Perkreditan Bank Umum: Teori, Masalah, Kebijakan dan Aplikasinya Lengkap Dengan Analisis Kredit, adalah suatu reputasi yang dimiliki oleh setiap orang yang memungkinkan dia untuk mendapatkan uang, barang, atau tenaga kerja dengan jalan menukarkannya dengan suatu perjanjian untuk membayarnya di suatu waktu yang akan datang. Secara garis besar, perjanjian kredit bisa diartikan sebagai perjanjian pinjam meminjam antara bank sebagai kredditur dengan nasabah sebagai debitur dalam batas waktu yang telah ditentukan dengan disertai bunga. Selain itu pula bisa juga dipersamakan dengan perjanjian utang piutang.
Karena kredit termasuk perjanjian, maka untuk membuat suatu perjanjian juga harus berdasarkan Pasal 1329 KUHPerdata yang disebutkan bahwa setiap orang berwenang membuat perikatan, kecuali jika ia dinyatakan tidak cakap untuk hal itu. Adapun, yang dimaksud dengan tidak cakap dalam Pasal 1330 KUHPerdata adalah orang yang belum dewasa, di bawah pengampuan, dan perempuan yang telah menikah. Pasal 1320 KUHPerdata menentukan syarat sahnya suatu perjanjian yang terdiri atas:
Kecapakan para pihak merupakan syarat subjektif suatu perjanjian. Jika syarat tersebut tidak terpenuhi, maka perjanjian tersebut dapat dimintakan pembatalannya. Terkait dengan kecakapan atau batas usia untuk melakukan pinjaman atau kredit di bank, pada dasarnya tidak ada aturan yang secara spesifik mengatur batas minimum usia peminjam untuk melakukan pinjaman/kredit. Hanya saja, kata dewasa yang dimaksud dalam Pasal 1330 KUHPerdata tersebut mengacu Pasal 330 KUHPerdata yaitu seseorang yang telah menginjak usia 21 tahun dan/atau telah menikah walaupun belum mencapai usia tersebut, sudah dianggap dewasa.
Selain itu, merujuk Pasal 48 ayat (1) PADG Nomor 24 Tahun 2022, dalam konteks penerbitan kartu kredit, bank atau penyedia jasa pembayaran (PJP) harus menerapkan manajemen risiko kredit dengan memperhatikan minimal:
Dalam PADG Nomor 24 Tahun 2022 tidak menetapkan batas minimal usia calon pengguna kartu kredit secara eksplisit, karena manajemen risiko tersebut diserahkan kepada masing-masing bank atau PJP. Bahwa batas usia atau kecakapan seorang peminjam dalam melakukan kontrak pinjaman atau kredit adalah 21 tahun. Di dalam Pasal 330 KUHPerdata terdapat anggapan bahwa usia 21 tahun tersebut dianggap sudah dewasa atau cakap dalam melakukan perbuatan hukum dan sudah dapat merumuskan kehendaknya dengan benar serta dapat menyadari akibat hukum dari perbuatannya tersebut.
Hal ini juga mengacu pada SEMA Nomor 4 Tahun 2016 yang disebutkan, bahwa acuan penentuan batas usia dewasa seseorang didasarkan pada undang-undang atau ketentuan hukum yang mengatur dalam konteks perkara yang bersangkutan. Karena konteks dalam pertanyaan mengenai kontrak/perjanjian, maka yang berlaku adalah ketentuan dalam KUHPerdata.
Bagaimana cara menuntut pengembalian