Halo kak saya ingin bertanya, anggap saja X meminjam uang kepada Y sebesar 20 juta dan mereka membuat sebuah perjanjian. Di dalam perjanjian tersebut ada pasal yang berisikan bahwa jika X tidak bisa membayar utang, maka X akan dipenjarakan dalam arti dilaporkan ke pihak berwajib yaitu kepolisian.
Lalu Pertanyaan saya adalah 1. Apakah X bisa dilaporkan kepada pihak yang berwajib? Jika bisa, diduga melakukan tindak pidana apa?
2. Lalu, jika dalam penagihan Y bermaksud menakut-nakuti dengan cara membawa oknum penegak hukum agar X membayar utang, apakah Y dan oknum penegak hukum tersebut bisa dilaporkan?
Terima kasih atas kepercayaan Saudara kepada halo JPN. Adapun jawaban Kami atas pertanyaan Saudara adalah sebagai berikut :
Pertama-tama perlu diketahui bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan hukum perdata yang diatur dalam Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) terjemahan Prof. Subekti, yang didefinisikan sebagai berikut: Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.
Pinjam-meminjam diatur dalam Pasal 1754 KUH Perdata. Sesuai dengan ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata, ada empat syarat (kumulatif) yang diperlukan agar suatu perjanjian dapat dikatakan sah secara hukum, yaitu:
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya,
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan,
3. Suatu hal tertentu,
4. Suatu sebab yang halal.
Menjawab pertanyaan Saudara mengenai apakah seseorang dapat dilaporkan ke pihak yang berwajib karena tidak membayar utang, pada dasarnya tidak ada ketentuan yang melarang hal tersebut. Akan tetapi, perlu diingat mengenai Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM) yang berisi sebagai berikut:
Tidak seorangpun atas putusan pengadilan boleh dipidana penjara atau kurungan berdasarkan atas alasan ketidakmampuan untuk memenuhi suatu kewajiban dalam perjanjian utang piutang.
Ini berarti bahwa walaupun ada laporan tersebut, pengadilan tidak boleh memidanakan seseorang karena ketidakmampuannya membayar utang.
Selain itu sebagai informasi, pada Pasal 379 a KUHP sebagai salah satu pasal sisipan memang mengatur tentang adanya kriminalisasi bagi seseorang yang menjadikan sebagai mata pencaharian atau kebiasaan membeli barang dengan cara berutang, dengan maksud sengaja tidak akan membayar lunas barang tersebut. Namun delik ini membutuhkan pembuktian yang khusus, yaitu seberapa banyak korban yang diutangi oleh pelaku dengan cara yang serupa (flessentrekkerij).
Oleh karena itu, membuat laporan atau pengaduan ke pihak Kepolisian adalah hak semua orang dan belum tentu perkara tersebut dapat naik ke proses peradilan.
Selanjutnya mengenai perbuatan menakut-nakuti seseorang yang belum membayar hutang bersama penegak hukum, perlu diketahui oleh Saudara bahwa dalam menjalankan tugasnya, penegak hukum (Kepolisian) harus tunduk pada aturan disiplin anggota Kepolisian sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah No 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Peraturan Disiplin Kepolisian). Dalam Pasal 5 Peraturan Disiplin Kepolisian disebutkan bahwa dalam rangka memelihara kehidupan bernegara dan bermasyarakat, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dilarang:
Mengacu pada aturan tersebut, maka pihak Kepolisian sebagai penegak hukum tidak diperkenankan untuk menakut-nakuti seseorang yang belum membayar hutang karena hal tersebut bertentangan dengan Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. Namun apabila Saudara menemukan hal seperti tersebut, Saudara dapat membuat laporan atau pengaduan ke pihak Kepolisian tentunya dengan dilengkapi bukti bukti yang valid.
Demikian Kami sampaikan, apabila Saudara masih memiliki pertanyaan lain yang ingin disampaikan, Saudara dapat berkonsultasi secara langsung ke Pos Pelayanan Hukum Kami yang berada di Kantor Pengacara Negara pada Kejaksaan Negeri Dumai secara gratis.
Bagaimana cara menuntut pengembalian