Assalammualaikum. Perkenalkan saya kamariyati, Saya seorang ibu rumah tangga, namun untuk membantu perekonomian keluarga saya, saya menjual baju-baju baru di kampung saya. Alhamdulillah banyak yang minat tapi yang jadi masalah mereka bon alias utang, dan saat itu saya iyakan permintaan utangnya, asal janji bayar dan saya catat secara pribadi di buku catatan saya. Ketika saya tagih sangat banyak alasannya dan akhirnya mereka tdk bayar. Itu tdk hanya 1 org, tp bbrp yg kalo dikumpulkan keuntungan saya bisa mencapai 2jt atau lebih. Untuk permasalahan ini bagaimana ya? Kira kira agar tagihan saya lebih kuat lagi, agar mereka mau bayar bagaimana? Karena Saya hanya punya catatan pribadi saja soal utang2 mereka yg tdk mau bayar, jadi tidak jelas tenggat waktu dan sebagainya, saya sedikit kesusahan. Terima kasih sebelumnya.
Terima kasih atas pertanyaan Ibu Sri Kamariyati kepada HaloJPN. Adapun jawaban kami atas pertanyaan Ibu adalah sebagai berikut:
Kasus dengan istilah Bon yang ibu sebutkan dalam jual beli baju ini kami sebut dengan kredit pembayaran baju. Dimana kredit baju ini menjadi piutang bagi anda dalam hutang piutang. Piutang adalah pihak pemberi hutang atau yang memberikan pinjaman, sedangkan hutang adalah aktivitas pinjaman.
Utang piutang dalam KUHPerdata dikenal dengan perjanjian pinjam meminjam sebagaimana yang diatur dalam Bab XIII KUHPerdata, dimana pihak pertama menyerahkan sejumlah barang kepada pihak kedua dengan syarat bahwa pihak kedua itu akan mengembalikan barang sejenis kepada pihak pertama dalam jumlah dan keadaan yang sama.
Peminjam atau pihak yang berutang dapat dikatakan berada dalam keadaan ingkar janji/wanprestasi apabila telah menerima teguran atau somasi untuk memenuhi kewajibannya. Seperti yang ibu Sri Kamariyati lakukan untuk menagih pembayaran kredit baju kepada si berutang namun tidak diindahkan atau justru mengulur waktu dan menunda pembayarannya kembali.
Ahli hukum perdata pada umumnya mengkategorikan ingkar janji/wanprestasi ke dalam empat keadaan, yakni:
Dan jika tidak ada itikad baik juga setelah Ibu Sri Kamariyati tagih dengan baik atau mengingatkan dengan baik, maka Ibu dapat mengajukan gugatan terhadap pihak yang berutang ke Pengadilan Negeri di wilayah terdekat dari tempat Ibu. Oleh karena kerugian materiil yang Ibu dapatkan senilai Rp. 2.000.000 (dua juta rupiah) atau dibawah Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah), sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 1 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2015 dapat masuk dalam jenis GUGATAN SEDERHANA. Aturan tersebut juga menjadi salah satu jawaban bagi para pencari keadilan yang hendak mengajukan gugatan dengan penyelesaian secara cepat. Oleh karena implementasi dari asas peradilannya yang sederhana, cepat,dan berbiaya ringan bagi para pencari keadilan dengan sistem pembuktian yang sederhana pula.
Pengadilan akan melakukan pemeriksaaan di persidangan berdasarkan sejumlah bukti-bukti yang menyatakan pihak berutang lalai memenuhi kewajiban/prestasinya. Saat dinyatakan lalai, pengadilan akan mewajibkan pihak lalai untuk segera menenuhi kewajibannya, bahkan pengadilan juga dapat menyita sejumlah harta benda milik pihak yang berutang. Dalam konteks ini, Ibu sebagai pemberi hutang memiliki kekuatan eksekutorial dari putusan hakim sehingga berhak untuk meminta bantuan pengadilan mengeksekusi barang pihak yang berutang. Disinilah letak terkuat menurut kami untuk Ibu mendapatkan hak Ibu kembali.
Utang piutang sebagai suatu perjanjian sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata memang tidak mengaharuskan suatu perjanjian dibuat secara tertulis. Dengan kata lain, perjanjian yang dibuat secara lisan saja seperti yang Ibu lakukan kepada para berutang sudah mengikat secara hukum bagi para pihak yang membuatmnya.
Namun demikian, dalam hukum acara perdata diatur 5 (lima) alat bukti yakni:
Sehingga apabila seseorang ingin membuktikan pihak lain tidak membayar hutang berdasarkan perjanjian lisan, dibutuhkan alat bukti lain yang dapat mendukung gugatannya seperti saksi-saksi dan surat catatan tagihan atau kwitansi sejenisnya. Hal ini juga berlaku bagi Ibu Sri Kamariyati apabila ingin melakukan pembuktian di Pengadilan.
Berdasarkan aturan dalam hukum acara perdata tersebut yang juga menjadikan bukti surat sebagai urutan pertama, dimana hal ini menandakan pentingnya bukti tertulis dalam suatu pembuktian, kami menyarankan kepada Ibu Sri juga sebagai solusi untuk melakukan Perjanjian secara tertulis sebagai alat bukti kuat kedepannya dalam usaha jualan baju Ibu. Kejaksaan Tinggi NTB telah menyiapkan Form Perjanjian Akta Dibawah Tangan secara gratis untuk memudahkan masyarakat dalam bertransaksi, tidak terkecuali Ibu Sri Kamariyati yang akan kami kirimkan Form tersebut melalui email pribadi Ibu sebagai antisipasi dalam usaha Ibu kedepannya.
Demikian kami sampaikan apabila Ibu Sri Kamariyati masih memiliki pertanyaan lain yang ingin disampaikan, dapat berkonsultasi secara langsung ke Pos Pelayanan Hukum kami yang berada di Kantor Pengacara Negara pada Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat secara Gratis.
Bagaimana cara menuntut pengembalian