Aspek-aspek hukum apa saja yang perlu di perhatikan atau terkait pada peristiwa kepailitan BUMN?
konsep kepailitan bagi BUMN, maka tidak boleh dibedakan antara kepailitan terhadap badan hukum privat dan badan hukum publik seperti BUMN. Baik BUMN yang berbentuk Persero, maupun Perum dapat dipailitkan sebagaimana layaknya badan hukum privat dapat dipailitkan. Pertama karena UU Kepailitan tidak membedakan antara kapasitas badan hukum publik BUMN dengan badan hukum privat, kedua, karena dalam pengaturan mengenai BUMN sendiri, dimungkinkan terjadinya kepailitan bagi BUMN baik Persero (lihat Penjelasan ps. 7 Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 1998), maupun Perum (lihat ps. 25 Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 1998).
Dari kacamata itu, maka tidak ada masalah dalam mempailitkan suatu BUMN yang berbentuk badan hukum persero, karena memang UU Kepailitan juga tidak memberikan privilege terhadap BUMN pada umumnya (perhatikan privilege yang berlaku bagi Bank, dan Perusahaan efek, yang dengan sendirinya berlaku mutatis mutandis bagi BUMN yang merupakan Bank dan perusahaan efek), dan oleh karenanya kepailitan BUMN harus dipandang sebagaimana kepailitan suatu Badan Hukum biasa.
Praktis tidak ada hal spesifik yang perlu diperhatikan dalam mengajukan kepailitan bagi BUMN, namun untuk memberi contoh pendapat pengadilan mengenai kepailitan BUMN, maka agak sulit, karena sampai saat ini belum ada satupun BUMN di Indonesia dinyatakan pailit. Meskipun beberapa kali permohonan pailit diajukan antara lain terhadap PT Dok & Perkapalan Kodja Bahari (Persero), PT Hutama Karya (Persero), dan PT Asuransi Jasa Indonesia (Persero), namun tidak ada hal penting yang dapat dicatat dari pendirian hakim mengenai kepailitan BUMN tersebut, karena kesemua permohonan tersebut tidak didasarkan atas kapasitas termohon sebagai BUMN, namun karena alasan-alasan lain yang bersifat prosedural.