Saya memiliki kekasih yang saya cintai dan berencana lanjut ke jenjang pernikahan. Namun kami memiliki perbedaan keyakinan, yakni saya yang beragama Islam dan pasangan saya beragama Kristen. Kemudian karena saya mendengar di berita-berita ada yang menikah beda agama diperbolehkan di Indonesia. Apakah sebenarnya diperkenankan menikah beda agama di Indonesia? Bilamana saya dan pasangan saya menikah di luar negeri yang memperbolehkan menikah beda agama, apakah pernikahan di luar negeri tersebut diakui keabsahannya di Indonesia?
Selamat Siang,
Terimakasih atas Pertanyaannya !
Kami Tim JPN memberikan penjelasan pada saudara bahwa hukum perkawinan di Indonesia tidak mengatur secara khusus mengenai perkawinan pasangan beda agama.
Bahwa berdasarkan Pasal 1 UU RI Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan memaknai definisi perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal tersebut dimaknai bahwa Perkawinan dilakukan sesuai agama dan kepercayaannya serta menyerahkan pada ajaran dari agama masing-masing sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”). Selanjutnya pada Pasal 2 Ayat (2) UU Perkawinan juga disebutkan “Tiap – tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku”, dimana berdasarkan aturan tersebut, Perkawinan tersebut wajib dicatatkan (dilaporkan) ke Negara Indonesia agar Perkawinannya tersebut sah diakui secara hukum.
Kemudian bila mempedomani Pasal 8 UU Perkawinan, diatur Perkawinan dilarang antara dua orang yang mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku dilarang kawin.
Hal ini berarti setiap warga negara Indonesia yang hendak melakukan perkawinan harus berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa dan menyerahkan pada ajaran dari agama masing-masing. Namun semua Agama yang diakui di Indonesia (Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Buddha, dan Konghucu) hanya memperbolehkan perkawinan sesama agama atau satu keyakinan dan tidak memperkenankan perkawinan beda agama.
Selanjutnya bila mengacu pada Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (“UU Adminduk”), disebutkan bahwa
Pasal 34
Perkawinan yang sah menurut Peraturan Perundang- undangan wajib dilaporkan oleh Penduduk kepada Instansi Pelaksana di tempat terjadinya perkawinan paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak tanggal perkawinan.
Pasal 35
Pencatatan perkawinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 berlaku pula bagi:
Selanjutnya bila melihat penjelasan Pasal 35 huruf a tersebut dimaknai
“Yang dimaksud dengan ”Perkawinan yang ditetapkan oleh Pengadilan” adalah perkawinan yang dilakukan antar-umat yang berbeda agama”
Bahwa bila menganalisa Pasal 34 dan Pasal 35 UU Administrasi Kependudukan tersebut, disebutkan Perkawinan wajib dilaporkan atau dicatatkan setelah dilakukan perkawinan. Pencatatan tersebut tidak hanya perkawinan yang sah sesuai agama dan kepercayaan masing-masing, namun juga pencatatan atas dasar perkawinan yang ditetapkan oleh Pengadilan serta Perkawinan Warga Negara Asing (WNA) yang dilakukan di Indonesia atas permintaan Warga Negara Asing yang bersangkutan.
Bahwa UU Administrasi Kependudukan ini sebatas mengatur pencatatan administrasi kependudukan dan dalam hal ini juga memiliki ruang lingkup pencatatan perkawinan, namun tidak mengatur ketentuan Hukum Perkawinan menurut agama dan kepercayaan masing-masing. Akan tetapi di dalam Penjelasan Pasal 35 huruf a sebagaimana tersebut di atas, dimungkinkan bagi perkawinan yang dilakukan antar umat yang berbeda agama dapat dilakukan pencatatan selama ada Penetapan oleh Pengadilan. Ketentuan ini tidak mengatur apakah pernikahan tersebut sah atau tidak, namun dikembalikan lagi kepada masing-masing Pengadilan yang menerima permohonan perkawinan beda agama tersebut. Karena masing-masing hakim yang menangani perkara memiliki pandangan dan pertimbangan hukum masing-masing, dan masing-masing hakim yang menangani perkara tersebut tidak terikat dengan putusan atau penetapan hakim lainnya. Dan tentu saja ini bergantung dari keputusan Hakim apakah akan memberikan penetapan perkawinan atau tidak (dengan mempertimbangkan ajaran agama calon mempelai dan hal-hal lainnya).
Berkaitan dengan pertanyaan saudara, Bilamana Saudara dan pasangan saudara menikah di luar negeri yang memperbolehkan menikah beda agama, apakah pernikahan di luar negeri tersebut diakui keabsahannya di Indonesia?
Kami akan menjawab pertanyaan Saudara tentang negara mana yang bisa menjadi tempat dilangsungkannya perkawinan beda agama. Berikut adalah beberapa negara yang memperbolehkan perkawinan beda agama, diantaranya:
Jadi, ada beberapa negara di dunia yang membolehkan adanya perkawinan beda agama. Perkawinan beda agama yang dilangsungkan di luar negeri itu sah jika dilakukan berdasarkan hukum yang berlaku di negara tempat perkawinan itu dilangsungkan.
Akan tetapi, ada keharusan bagi pasangan yang menikah untuk melaporkan perkawinan tersebut di kantor catatan sipil Indonesia sebagaimana yang diatur dalam Pasal 56 ayat (2) UU Perkawinan bila ingin perkawinannya diakui oleh Negara Indonesia dengan kurun waktu 1 (satu) tahun setelah suami isteri itu kembali di wilayah Indonesia, surat bukti perkawinan tersebut harus didaftarkan di Kantor Pencatatan Perkawinan tempat tinggal yang bersangkutan. Namun aturan mengenai pelaporan perkawinan sebagaimana pasal tersebut hanya mengatur pelaporan perkawinan yang menikah di luar Indonesia dan tidak menyebut perkawinan beda agama, sehingga mengenai persetujuan dapat dicatatkan atau tidak mengenai pelaporan perkawinan tersebut dikembalikan kepada Kantor Catatan Sipil di Indonesia yang menerima permohonan, kecuali ada aturan Undang-Undang lain yang mengatur lain dan/atau adanya Penetapan/Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang mengatur lain. Dilakukannya pencatatan kepada Kantor Catatan Sipil di Indonesia bertujuan agar perkawinan tersebut diakui oleh hukum Indonesia. Bila perkawinan tersebut tidak dicatatkan maka hukum Indonesia tidak dapat diberlakukan atas perkawinan tersebut.
Assalamu’alaikum wr wrb.
Sela