Saya beli sebuah tanah adat untuk pertambangan setelah berhasil jual beli, pihak penjual mengklaim bahwa yang di jual hanya tanah permukaann saja, tetapi tifak dengan hasil alamnya jadi mereka meminta untuk bagi hasil, padahal jual beli ini tidak ada perjanjian tersebut.
Jual beli merupakan perbuatan hukum yang paling banyak berlangsung di masyarakat. Jual beli dalam pengertian sehari-hari dapat diartikan sebagai suatu perbuatan dimana seseorang menyerahkan uang untuk mendapatkan barang yang dikehendaki. Pengertian jual beli tanah menurut Hukum Adat yaitu perbuatan hukum penyerahan tanah untuk selama-lamanya dengan penjual menerima pembayaran sejumlah uang, yaitu harga pembelian. Jual beli tanah menurut hukum adat atau lazim dinamakan jual lepas bersifat terang dan tunai. Terang artinya peralihan hak atas tanah dari penjual kepada pembeli harus dilakukan dihadapan Kepala Adat atau Kepala Desa. Tunai artinya peralihan hak atas tanah dari penjual kepada pembeli terjadi serentak dan secara bersamaan dengan pembayaran harga (dianggap lunas walaupun kenyataannya hanya dibayar muka/panjar) dari pembeli kepada penjual.
bahwa jual beli tanah dalam Hukum Adat merupakan perbuatan hukum pemindahan hak dengan pembayaran tunai, artinya harga yang disetujui bersama dibayar penuh pada saat dilakukan jual beli yang bersangkutan.
Jual beli tanah dalam hukum adat itu antara lain :
Kemudian menurut ketentuan peraturan perundang-undangan, secara khusus berdasarkan Pasal 1457, 1458 dan 1459 KUH Perdata, jual beli tanah adalah suatu perjanjian dimana satu pihak mengikatkan dirinya untuk menyerahkan tanah dan pihak lainnya untuk membayar harga yang telah ditentukan. Pada saat kedua belah pihak telah mencapai kata sepakat, maka jual beli dianggap telah terjadi, walaupun tanah belum diserahkan dan harga belum dibayar. Akan tetapi, walaupun jual beli tersebut dianggap telah terjadi, namun hak atas tanah belum beralih kepada pihak pembeli. Agar hak atas tanah beralih dari pihak penjual kepada pihak pembeli, maka masih diperlukan suatu perbuatan hukum lain, yaitu berupa penyerahan yuridis (balik nama). Penyerahan yuridis (balik nama) ini bertujuan untuk mengukuhkan hak - hak si pembeli sebagai pemilik tanah yang baru.
Bahwa pembuktian bahwa hak atas tanah tersebut dialihkan, maka harus dibuktikan dengan suatu akta yang dibuat oleh dan dihadapan PPAT yaitu akta jual beli yang kemudian akan dijadikan dasar pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 95 ayat 1 huruf a Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 sebagaimana yang telah diubah terakhir kali dengan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah. Akta Jual Beli yang dibuat dihadapan PPAT tersebut bertujuan untuk memberikan kepastian hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah (pembeli tanah).
Dalam proses pembuatan akta jual beli yang dibuat dihadapan PPAT, dibutuhkan langkah-langkah yang harus dilalui oleh PPAT sebelum dilakukan penandatanganan akta jual belinya oleh para pihak yang berkepentingan, sebagai berikut:
Berdasarkan ketentuan di atas, maka perlu diketahui perjanjian jual beli tanah secara yang dilakukan apakah secara adat atau berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Jika secara adat dilakukan secara terang dan tunai, namun harus dijelaskan jenis jual beli tanah adat apa yang dilakukan. Kemudian jika berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, maka tentu ada akta jual belinya sebagaimana yang dijelaskan diatas, namun harus dijelaskan jenis perjanjian jual beli apa yang dilakukan apakah jual beli tanah yang terwujud dalam Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Guna Bangunan yang lahir dari hak Pengelolaan dan hak Milik, dll. Jika jual beli tersebut dilakukan atas tanah di wilayah pertambangan, maka hak atas tanah yang digunakan harus mendapat izin dari pemerintah terlebih dahulu. Dan dalam kasus ini, jika jual beli tanah telah dilakukan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang maka tidak dapat dilakukan pembagian hasil karena tidak ditentukan dalam perjanjian jual beli tanah tersebut.