Bapak atau ibu saya ingin bertanya, saya mempunyai permasalahan. Dua bulan yang lalu ayah saya meninggal. Ayah saya mempunyai 2 orang anak, saya dan saudari saya, dan mempunyai sebidang tanah dan akan saya bagi. Tetapi suami saudari saya tidak mengizinkan fotokopi kartu keluarga dan KTP untuk diberikan kepada saya untuk mengurusi pembagian tanah ayah saya. Pertanyaan saya, apakah saya dapat menuntut atau memidanakan suami adik saya karena menghalang-halangi proses waris? Terima kasih sebelumnya.Bapak atau ibu saya ingin bertanya, saya mempunyai permasalahan. Dua bulan yang lalu ayah saya meninggal. Ayah saya mempunyai 2 orang anak, saya dan saudari saya, dan mempunyai sebidang tanah dan akan saya bagi. Tetapi suami saudari saya tidak mengizinkan fotokopi kartu keluarga dan KTP untuk diberikan kepada saya untuk mengurusi pembagian tanah ayah saya. Pertanyaan saya, apakah saya dapat menuntut atau memidanakan suami adik saya karena menghalang-halangi proses waris? Terima kasih sebelumnya.
Dalam hal ini, Saudara tidak menjelaskan dimana perkawinan pewaris dicatatkan, sehingga kami berusaha untuk menjelaskan upaya hukum yang dapat digunakan oleh Saudara. Jika perkawinan ayah Saudara dicatatkan di Kantor Catatan Sipil, maka dasar hukum yang digunakan adalah berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPerdata”). Sebaliknya jika dicatatkan di Kantor Urusan Agama, maka hukum yang digunakan adalah Kompilasi Hukum Islam (“KHI”).
Di dalam Hukum Perdata, orang yang berhak mendapatkan harta warisan atau yang berhak menjadi ahli waris dan memiliki kepentingan langsung terhadap harta warisan tersebut adalah para keluarga sedarah, baik yang sah maupun luar kawin, dan suami/istri pewaris yang sah yang masih hidup. Maka suami dari adik Saudara tidak termasuk dalam ahli waris karena suami dari adik Saudara bukan keluarga sedarah. Hal ini diatur dalam Pasal 832 KUHPerdata yang berbunyi :
“Menurut undang-undang yang berhak untuk menjadi ahli waris adalah para keluarga sedarah baik sah maupun luar kawin dan si suami atau istri yang hidup terlama, semua menurut peraturan tertera di bawah ini”
Begitu pula dalam bukunya yang berjudul Kiat-Kiat Cerdas, Mudah, dan Bijak Memahami Masalah Hukum Waris, Irma Devita Purnamasari, S.H., M.Kn., menyampaikan bahwa pada prinsip pewarisan, orang yang berhak menjadi ahli waris adalah yang mempunyai hubungan darah dengan pewaris baik secara langsung maupun orangtua, saudara, nenek/kakek, atau keturunan dari saudara-saudaranya. Sehingga Saudara dan adik Saudara termasuk dalam kategori ahli waris dari ayah Saudara.
Saudara yang termasuk sebagai salah satu ahli waris, berhak untuk menggunakan harta warisan yang menjadi bagian Saudara. Sebagai salah satu ahli waris, Anda dapat meminta pembagian warisan karena Anda sebagai ahli waris tidak diharuskan menerima berlangsungnya harta peninggalan dalam keadaan tidak terbagi. Anda mempunyai hak untuk menuntut pembagian, sebagaimana diatur dalam Pasal 1066 KUHPerdata dinyatakan sebagai berikut:
“Tiada seorang pun yang mempunyai bagian dalam harta peninggalan diwajibkan menerima harta peninggalan tersebut dalam keadaan tidak terbagi.
Pemisahan harta peninggalan itu dapat sewaktu-waktu dituntut, meskipun ada ketentuan yang bertentangan dengan itu.”
Jika saudara merasa dihalang-halangi oleh suami adik Saudara dalam pembagian harta warisan tersebut, Saudara dapat mengajukan gugatan pembagian harta warisan ke Pengadilan Negeri ditempat tanah warisan tersebut berada, atau jika perkawinan pewaris dicatatkan di Kantor Urusan Agama, Saudara dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Agama di tempat tanah warisan tersebut berada.
Hal ini diatur dalam Pasal 834 KUHPerdata yang berbunyi :
”Tiap-tiap waris berhak mengajukan gugatan guna memperjuangkan hak warisnya, terhadap segala mereka, yang baik atas dasar hak yang sama, baik tanpa dasar sesuatu hak pun menguasai seluruh atau sebagian harta peninggalan, seperti pun terhadap mereka, yang secara licik telah menghentikan penguasaannya.
Ia boleh memajukan gugatan itu untuk seluruh warisan, jika ia adalah waris satu-satunya, atau hanya untuk sebagian jika ada berapa waris lainnya.”
Oleh karena itu jika suami adik Saudara menghalang-halangi pembagian harta warisan tersebut, maka upaya hukum yang dapat Saudara lakukan sebagai ahli waris, yakni Saudara dapat mengajukan gugatan guna memperjuangkan hak waris Saudara.
Mengenai perbuatan suami adik Saudara yang menghalang-halangi proses waris bukan merupakan suatu tindak pidana, jadi Saudara tidak dapat membawa permasalahan ini ke ranah pidana, permasalahan ini dapat diselesaikan dengan gugatan perdata.