Supported by PT. Telkom Indonesia
Kamis, 21 Nov 2024
Quality | Integrity | No Fees
2024-10-16 07:27:00
Pernikahan dan Perceraian
NAFKAH ANAK

Halo Bapak/Ibu. Perkenalkan nama saya AMINI ingin bertanya mengenai nafkah anak. Saya telah bercerai dengan mantan suaminya 10 bulan yang lalu. Majelis hakim telah memutuskan bahwa mantan suami saya diwajibkan untuk menafkahi 2 orang anak sejumlah Rp 5.000.000 setiap bulannya. Tetapi mantan suami saya tersebut tidak memberikan nafkah anak setelah perceraian sebesar putusan pengadilan yang ditentukan, sedangkan kebutuhan hidup untuk 2 orang anak banyak dan mendesak. Yang ingin saya tanyakan adalah langkah hukum yang harus saya lakukan agar nafkah anak-anak saya bisa diberikan?

Terima kasih Bapak/Ibu


 

Dijawab tanggal 2024-10-16 19:45:21+07

Halo Ibu Amini, terima kasih atas pertanyaannya.

  1. Bahwa kewajiban mantan suami (atau orang tua) memberikan nafkah pasca perceraian merupakan salah satu akibat perceraian yang pengaturannya dapat kita lihat dalam Pasal 41 UU Perkawinan yakni:
  • Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, sematamata berdasarkan kepentingan anak; bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, Pengadilan memberi keputusannya;
  • Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu; bilamana bapak dalam kenyataan tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, Pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut; 
  • Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas istri.

Berdasarkan peraturan tersebut, apabila setelah ada perceraian hakim memutuskan bahwa mantan suami wajib memberikan nafkah atau biaya penghidupan, maka hal tersebut wajib dilaksanakan oleh mantan suami. 

2. Bahwa berdasarkan Pasal 26 ayat 1 UU 35/2014, sebagai orang tua dari anak-anak, mantan suami atau mantan istri juga berkewajiban dan bertanggung jawab untuk: 

  • mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak; 
  • menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya; 
  • mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak; 
  • memberikan pendidikan karakter dan penanaman nilai budi pekerti pada anak.

Selanjutnya, pada dasarnya setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali jika ada alasan dan/atau aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan pertimbangan terakhir. Adapun yang dimaksud dengan pemisahan adalah pemisahan akibat perceraian dan situasi lainnya dengan tidak menghilangkan hubungan anak dengan kedua orang tuanya, seperti anak yang ditinggal orang tuanya ke luar negeri untuk bekerja, atau anak yang orang tuanya ditahan atau dipenjara. Dalam hal terjadi pemisahan, anak tetap memiliki hak salah satunya memperoleh pembiayaan hidup dari kedua orang tuanya. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa anak tetap berhak memperoleh nafkah meskipun orang tua sudah bercerai. Selanjutnya, berdasarkan pertanyaan Anda, memang benar bahwa mantan suami Anda telah melaksanakan kewajibannya dan bertanggung jawab terhadap anak sesuai Pasal 26 ayat (1) UU 35/2014.

3. Bahwa ketentuan mengenai berapa besar nafkah anak setelah bercerai tidak diatur secara spesifik dalam UU Perkawinan maupun KHI. Akan tetapi, besarnya perhitungan nafkah anak diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan di Indonesia yang hanya berlaku bagi pekerjaan tertentu. Berikut adalah contohnya:

  • Biaya nafkah anak oleh ayah yang bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS), yaitu apabila perceraian terjadi atas kehendak PNS pria, maka ia wajib menyerahkan sebagian gajinya untuk penghidupan bekas istri dan anak-anaknya, sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (1) PP 10/1983. Kemudian, pembagian gaji adalah sepertiga untuk PNS pria yang bersangkutan, 1/3 untuk bekas istrinya dan 1/3 untuk anak atau anak-anaknya.
  • Biaya nafkah anak oleh ayah yang bekerja sebagai anggota Polri, yaitu suami wajib memberikan nafkah kepada anak paling sedikit 1/3 dari gaji jika hak asuh sementara berada pada istri, sebagaimana diatur dalam Pasal 26 ayat (3) huruf b Perkapolri 9/2010. 
  • Biaya nafkah anak oleh ayah yang bekerja sebagai anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) atau pegawai Kementerian Pertahanan (Kemhan). Berdasarkan Pasal 21 ayat (1) dan (2) Permenhan 31/2017, pegawai Kemhan yang telah bercerai dengan istrinya wajib memberikan nafkah kepada mantan istri yang dicerai dan/atau kepada anak yang diasuhnya, sesuai dengan putusan pengadilan.

Lebih lanjut, bagi yang beragama Islam, ketentuan mengenai biaya nafkah anak dapat ditemukan dalam Lampiran SEMA 7/2012 (hal. 106) yang berbunyi sebagai berikut, “Apakah yang menjadi kriteria penentuan besaran mut’ah, nafkah iddah dan nafkah anak? Kriterianya adalah dengan mempertimbangkan kemampuan suami dan kepatutan, seperti lamanya masa perkawinan besaran take home pay suami.” SEMA 7/2012 kemudian disempurnakan oleh Lampiran SEMA 3/2018 (hal. 14) sebagai berikut, “Hakim dalam menetapkan nafkah madhiyah, nafkah iddah, mut’ah, dan nafkah anak, harus mempertimbangkan rasa keadilan dan kepatutan dengan menggali fakta kemampuan ekonomi suami dan fakta kebutuhan dasar hidup istri dan/atau anak.” Kemudian, Lampiran SEMA 3/2015 (hal. 6) juga menegaskan bahwa amar mengenai pembebanan nafkah anak hendaknya diikuti dengan penambahan 10% sampai dengan 20% per tahun dari jumlah yang ditetapkan, di luar biaya pendidikan dan kesehatan.

4. Bahwa apabila pengadilan telah mewajibkan mantan suami untuk menafkahi anak-anaknya namun ia menolaknya atau tetap menafkahi tetapi tidak sesuai dengan apa yang ditetapkan oleh hakim pada putusan pengadilan, sehingga nafkah yang diberikan tidak menutupi kebutuhan anak, maka hal itu dapat dikatakan sebagai bentuk ketidakpatuhan atas putusan pengadilan. Dengan demikian, berikut adalah upaya hukum yang dapat Saudara X lakukan.

5. Bahwa pasal 54 UU Peradilan Agama mengatur bahwa hukum acara yang berlaku pada pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku pada pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum, kecuali yang telah diatur secara khusus dalam Undang-undang tersebut. Namun, karena UU Peradilan Agama tidak mengatur secara khusus mengenai upaya hukum terhadap pihak yang tidak melaksanakan putusan, maka dalam hal ini berlaku HIR. Kemudian, perlu dipahami bahwa upaya yang dimaksud dalam HIR berlaku untuk perceraian melalui Pengadilan Negeri maupun melalui Pengadilan Agama. Jika seseorang tidak mematuhi putusan pengadilan, maka terkait hal ini Pasal 196 HIR menyebutkan bahwa, “Jika pihak yang dikalahkan tidak mau atau lalai untuk memenuhi isi keputusan itu dengan damai, maka pihak yang menang memasukkan permintaan, baik dengan lisan, maupun dengan surat, kepada ketua pengadilan negeri yang tersebut pada ayat pertama pasal 195, buat menjalankan keputusan itu Ketua menyuruh memanggil pihak yang dikalahkan itu serta memperingatkan, supaya ia memenuhi keputusan itu di dalam tempo yang ditentukan oleh ketua, yang selama-lamanya delapan hari.” Berdasarkan aturan tersebut, Anda dapat mengajukan permintaan kepada Ketua Pengadilan Negeri/Ketua Pengadilan Agama tergantung hukum apa yang Anda gunakan saat bercerai. Jika secara hukum Islam, permintaan dapat diajukan melalui Pengadilan Agama, dan selain itu dapat diajukan melalui Pengadilan Negeri. Hal tersebut agar Ketua Pengadilan Negeri/Ketua Pengadilan Agama memanggil dan memperingatkan mantan suami guna memenuhi nafkah sesuai putusan perceraian paling lambat 8 hari setelah diperingatkan. Selanjutnya, Pasal 197 HIR (alinea ke-1) menyebutkan, “Jika sudah lewat tempo yang ditentukan itu, dan yang dikalahkan belum juga memenuhi keputusan itu, atau ia jika dipanggil dengan patut, tidak datang menghadap, maka ketua oleh karena jabatannya memberi perintah dengan surat, supaya disita sekalian banyak barang-barang yang tidak tetap dan jika tidak ada, atau ternyata tidak cukup sekian banyak barang tetap kepunyaan orang yang dikalahkan itu sampai dirasa cukup akan pengganti jumlah uang yang tersebut di dalam keputusan itu dan ditambah pula dengan semua biaya untuk menjalankan keputusan itu.”

Jika anda kurang puas dengan jawaban ini, silakan berkonsultasi lebih lanjut dengan Jaksa Pengacara Negara pada
KN. LUWU TIMUR
Alamat : Jl. Soekarno Hatta, Desa Puncak Indah, Kecamatan Malili, Kabupaten Luwu Timur, Provinsi Sulawesi Selatan 92936
Kontak : 85343723283

Cari

Terbaru

Pernikahan dan Perceraian
NAFKAH ANAK

Halo Bapak/Ibu. Perkenalkan nama saya

Pertanahan
Jual Beli Tanah dan Bangunan

Halo Bapak/Ibu, perkenalkan saya Iwan

Pernikahan dan Perceraian
perceraian

Min ijin bertanya, mengenai nafkah ba

Pernikahan dan Perceraian
Tentang Anak yang bingung nanti ikut kesiapa

  1. Pada usia berapa anak sudah bisa

Hubungi kami

Email us to [email protected]

Alamat

Jl. Sultan Hasanuddin No.1 Kebayoran Baru Jakarta Selatan - Indonesia
© 2024 Kejaksaan Republik Indonesia.