Suami teman saya yang berkewarganegaraan jerman meninggal dunia. sebelum datang ke Indonesia dia membawa seorang anak berkewarganegaraan asing dari pernikahan pertamanya. Lalu, apakah warisan suaminya juga dibagi kepada anak berkewarganegaraan asing tersebut? Sebagai informasi, dia dan suaminya menikah secara Islam dan memiliki 2 orang anak
Halo
Terimakasih atas kepercayaan Saudara kepada layanan halo JPN. Adapun jawaban Kami atas pertanyaan Saudara adalah sebagai berikut:
Pada prinsipnya, status kewarganegaraan seseorang mempunyai konsekuensi yuridis di dalam suatu negara. Salah satu dari konsekuensi yuridis tersebut adalah adanya konsekuensi di bidang hukum kekeluargaan, artinya bahwa status kewarganegaraan seseorang akan membawa implikasi adanya kepastian hubungan hukum, khususnya mengenai hak dan kewajiban antara orang tua dan anak, pewarisan, perwalian ataupun pengampuan. Pada prinsipnya, hukum kewarganegaraan hanya dibentuk dan diimplementasikan dalam kaitannya dengan status seseorang bila berhadapan dengan negara. Konsekuensi yuridis status kewarganegaraan seseorang di bidang hukum kekeluargaan akan memberikan penegasan mengenai status kewarganegaraan anak dari seorang warga negara.Dengan demikian, berdasarkan hukum tata negara, status kewarganegaraan anak salah satunya untuk menentukan kepastian hubungan pewarisan, sehingga pada prinsipnya tidak ada penghalang bagi anak WNA tersebut untuk mendapatkan warisan dari ayahnya.
Proses pembagian waris di Indonesia menggunakan 3 (tiga) cara yaitu:
Hukum perdata, hukum Islam, atau menggunakan hukum adat. Adapun penggunaannya ditentukan sendiri oleh yang bersangkutan, biasanya diungkapkan yang bersangkutan pada saat masih hidup.
Lebih lanjut, perlu Anda ketahui dulu apa saja yang menjadi halangan seseorang untuk mendapatkan warisan, berdasarkan:
Hukum Waris Perdata Merujuk bunyi Pasal 838 KUHPerdata menyatakan bahwa orang yang dianggap tidak pantas untuk menjadi ahli waris, dan dengan demikian tidak mungkin mendapat warisan, ialah:
Dia yang telah dijatuhi hukuman karena membunuh atau mencoba membunuh orang yang meninggal itu;
Dia yang dengan putusan hakim pernah dipersalahkan karena dengan fitnah telah mengajukan tuduhan terhadap pewaris, bahwa pewaris pernah melakukan suatu kejahatan yang diancam dengan hukuman penjara lima tahun atau hukuman yang lebih berat lagi;
Dia yang telah menghalangi orang yang telah meninggal itu dengan kekerasan atau perbuatan nyata untuk membuat atau menarik kembali wasiatnya;
Dia yang telah menggelapkan. memusnahkan atau memalsukan wasiat orang yang meninggal itu.
Hukum Waris Islam
Hukum Waris Islam dilaksanakan berdasarkan KHI. Dalam Pasal 171 huruf c KHI disebutkan bahwa ahli waris adalah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris.
Selanjutnya, Pasal 173 KHI mengatur tentang terhalangnya seorang ahli waris untuk mendapatkan warisan yaitu seorang terhalang menjadi ahli waris apabila dengan putusan hakim yang telah mempun nyai kekuatan hukum yang tetap, dihukum karena:
dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau menganiaya berat pada pewaris.
dipersalahkan secara memfitnah telah mengajukan pengaduan bahwa pewaris telah melakukan suatu kejahatan yang diancam dengan hukuman 5 tahun penjara atau hukuman yang lebih berat.
Hukum Waris Adat Berbeda dengan hukum waris perdata dan hukum waris islam yang memiliki dasar hukum tertulis, hukum waris adat tidak memiliki sumber hukum tertulis, namun bersasarkan adat kebiasaan masing-masing daerah. Tentu karena lingkupnya kedaerahan, hukum waris adat berbeda-beda antar daerah masing-masing di Indonesia dan dilaksanakan oleh orang-orang yang berasal dari daerah itu sendiri. Sulit untuk dipahami bahwa seorang WNA akan menggunakan hukum waris adat untuk membagi warisannya, dan tentu hal ini tidak diterapkan kepada keturunannya.
Berdasarkan ketiga sistem hukum waris yang ada di Indonesia tersebut dan persoalan yang telah dipaparkan maka tidak ada alasan yang mendasar bahwa status kewarganegaraan seseorang akan menghalanginya untuk mendapatkan warisan dari orang tuanya. Dengan kata lain, anak kandung yang berstatus WNA dari suami yang berstatus WNA tersebut tetap berhak untuk mendapatkan warisan dari ayah kandungnya. Dan juga bisa pembagian warisan ini dapat di bagi kepada anak beekewarganegaraan asing dari pernikahan pertama pria tersebut. Pembagian warisan kepada anak berkewarganegaraan asing tersebut dapat mematuhi Hukum Perdata Indonesia berdasarkan asas tunduk sukarela.
Demikian Kami sampaikan, apabila Saudara masih memiliki pertanyaan yang ingin disampaikan, Saudara dapat berkonsultasi secara langsung ke Pos Pelayanan Hukum Kami yang berada di Kantor Pengacara Negara pada Cabang Kejaksaan Negeri Agam di Maninjau secara gratis
Jika anda kurang puas dengan jawaban ini, silakan berkonsultasi lebih lanjut dengan Jaksa Pengacara Negara pada
Cabang Kejaksaan Negeri Agam di Maninjau
Alamat : Jl. Telaga Biru, Maninjau, Kec. Tj. Raya, Kabupaten Agam, Sumatera Barat
Kontak : +62 822-8315-0894