Bahwa saya merupakan anak hasil nikah siri, bisakah saya mendapat warisan dari ayah saya ?
Berdasarkan pasal 42 Undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan) menyatakan bahwa: "Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah." Perkawinan yang sah yang dimaksud adalah perkawinan yang dilakukan menurut hukum agama dan kepercayaannya itu serta telah dicatatkan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. (Pasal 2 UU Perkawinan). Sehingga, perkawinan yang dilakukan secara siri (yaitu hanya secara agama saja dan tidak dicatatkan secara hukum) tidak termasuk dalam suatu perkawinan yang sah. Selanjutnya pengaturan mengenai kedudukan anak yang dilahirkan diluar perkawinan sah diatur dalam pasal 43 ayat (1) jo pasal 100 Kompilasi Hukum Islam yaitu : "Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya."
Sesuai dengan ketentuan pasal 171 huruf c Kompilasi Hukum Islam (KHI), "Ahli waris adalah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris. "
Maka apabila kembali kita melihat ketentuan pasal 43 UU Perkawinan dan pasal 100 KHI, di mana anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan hukum atau hubungan nasab hanya dengan ibunya dan keluarga ibunya saja, maka anak tersebut tidak memiliki hubungan hukum dengan ayahnya. Sehingga anak tersebut tidak dapat menjadi ahli waris dari ayahnya tersebut, kecuali ayahnya telah melakukan permohonan pengakuan anak atau ajukan isbat nikah orang tua Sdr. ENDRI ke pengadilan, bila dikabulkan, ajukan penetapan ahli waris ke pengadilan, setelah keluar surat penetapan ahli waris dari pengadilan kemudian anda bisa minta warisan ayah kepada yang menguasai harta tersebut, bila tidak berhasil ajukan gugatan harta warisan ke pengadilan