Saya memiliki tante yang sudah menikah. Pada saat sebelum menikah, suami tante saya memiliki utang. Apakah tante saya wajib membayar utang tersebut?
Terima kasih telah menggunakan pelayanan Halo JPN pada Kejaksaan Negeri Sungai Penuh. Kami akan menjawab pertanyaan yang telah saudara ajukan sebagai berikut :
Perkawinan merupakan pertalian yang sah antara seorang laki-laki dan perempuan untuk waktu yang lama.
Dalam Pasal 26 KUHPerdata, perkawinan hanya dilihat sebagai keperdataan saja, yang berarti perkawinan hanya sah jika memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan dalam KUHPerdata.
Syarat-Syarat Sah Perkawinan
Untuk melaksanakan perkawinan yang sah, dalam KUHPerdata diharuskan untuk memenuhi syarat-syarat sahnya perkawinan, yaitu:
Sebelum perkawinan dilangsungkan ada hal yang harus dilakukan terlebih dahulu, yaitu:
Selain itu, terdapat surat-surat yang harus diserahkan kepada Pegawai Pencatatan Sipil, agar dapat dilangsungkan pernikahan, yaitu:
Perjanjian Perkawinan
Dalam KUHPerdata dijelaskan bahwa setelah adanya perkawinan, maka harta kekayaan suami istri baik harta asal maupun harta bersama sebagai suami dan istri menjadi bersatu, kecuali ada perjanjian perkawinan. Jadi, perjanjian perkawinan adalah kesepakatan untuk memisahkan dan mengurus harta masing-masing dalam perkawinan sebagai suami istri.
Pasal 147 KUHPerdata, menjelaskan bahwa perjanjian perkawinan itu harus dibuat sebelum perkawinan dilangsungkan. Kemudian dibuat dengan suatu akta notaris sebelum waktu dilangsungkannya perkawinan, untuk kemudian didaftarkan ke Pengadilan Negeri setempat.
Pada dasarnya perjanjian kawin perlu dibuat dalam rangka antisipasi jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dalam perkawinan, seperti perceraian, hutang piutang dengan pihak ketiga yang dilakukan oleh suami/istri.
Mengenai isi perjanjian perkawinan, diserahkan kepada kedua belah pihak, asal tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan. Selain itu, tidak boleh menyimpang dari ketentuan-ketentuan dalam Pasal 140, 142 dan 143 KUHPerdata.
Pasal 140
Perjanjian itu tidak boleh mengurangi hak-hak yang bersumber pada kekuasaan si suami sebagai suami, dan pada kekuasaan sebagai bapak, tidak pula hak-hak yang oleh undang-undang diberikan kepada yang masih hidup paling lama.
Pasal 142
Mereka tidak boleh membuat perjanjian, bahwa yang satu mempunyai kewajiban lebih besar dalam utang-utang daripada bagiannya dalam keuntungan-keuntungan harta bersama.
Pasal 143
Mereka tidak boleh membuat perjanjian dengan kata-kata sepintas lalu, bahwa ikatan perkawinan mereka akan diatur oleh undang-undang, kitab undang-undang luar negeri, atau oleh beberapa adat kebiasaan, undang-undang, kitab undang-undang atau peraturan daerah, yang pernah berlaku di Indonesia.
Terdapat beberapa macam perjanjian perkawinan, yaitu:
Berdasarkan dasar hukum harta suami istri diatur dalam Pasal 35 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”) yang mengatur :
Jadi, harta yang dimilik masing-masing suami dan istri sebelum perkawinan, menjadi harta milik pribadi si suami atau si istri. Apabila di kemudian hari adanya utang suami (sebelum perkawinan), maka si suami-lah yang mempunyai tanggung jawab untuk melunasi kewajibannya tersebut.
Menurut ketentuan Pasal 36 UU Perkawinan mengatur:
Oleh karena itu, apabila si suami memiliki utang sebelum perkawinan terjadi maka si suami mempunyai hak dan tanggung jawab untuk melunasi utang-utangnya sesuai perbuatan hukum yang diatur di dalam Pasal 35 dan Pasal 36 UU Perkawinan.