Bahwa saudara sepupu saya memiliki permasalahan terhadap pewarisan, oleh karena kedua orangtuanya sudah meninggal dan beragama nasrani sedangkan salah satu dari anaknya ada yang sudah pindah agama menjadi muslim, bagaimana ketentuan pewarisan yang seharusnya dilakukan oleh saudara saya tersebut?
Bahwa untuk menjawab permasalahan hukum tersebut kami selaku Jaksa Pengacara Negara mengacu pada aturan perundang-undangan yang berlaku, yakni :
Sebelum menjawab pokok permasalahan saudara perlu dipahami dahulu bahwa ketentuan pewarisan sedarah diatur dalam Pasal 832 ayat (1) KUH Perdata yang mengatur berikut :
Menurut undang-undang, yang berhak menjadi ahli waris ialah keluarga sedarah, baik yang sah menurut undang-undang maupun yang diluar perkawinan, dan suami atau isteri yang hidup terlama, menurut peraturan-peraturan berikut ini.
Bahwa pembagian ahli waris dibagi menjadi 4 golongan yaitu :
Pembagian warisan dalam KUH Perdata tidak mengatur terkait dengan pewarisan beda agama, adapun dalam KHI juga tidak terdapat pasal yang secara spesifik menyinggung pewarisan beda agama tersebut, namun dalam KHI hanya 2 hal yang menyebabkan seseorang tidak dapat mewarisi harta peninggalan milik pewaris, yakni karena terbukti dipersalahkan membunuh dan memfitnah pewaris. Berkaitan dengan hubungan pewarisan beda agama dalam hadist Rasulullah SAW yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim menyebutkan sebagai berikut:
Tidaklah berhak seorang muslim mewarisi harta orang kafir, dan tidak berhak pula orang kafir mewarisi harta seorang muslim.
Sehingga jika dilihat dari Hadist tersebut maka terdapat larangan untuk saling mewarisi harta jika antara pewaris dan ahli waris berbeda agama, bahwa terkait dengan Hukum Waris yang berlaku jika antara pewaris dan ahli waris beda agama , Pasal 171 Huruf B KHI menyebutkan bahwa Pewaris adalah orang yang pada saat meninggalnya ialah beragama islam, sedangkan ahli waris ialah orang yang pada saat meninggalny dunia mempunyai hubungan darah atau perkawinan dengan pewaris, sehingga dapat disimpulkan baik pewaris dan ahli waris memiliki agama yang sama yaitu islam.
Menyambung hal di atas Mahkamah Agung juga telah mengeluarkan Yurisprudensi melalui Putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor 51/K/AG/1999 dan Nomor 16/K/AG/2010. Dalam Yursprudensi tersebut ditegaskan bahwa ahli waris beda agama tetap memperoleh harta waris dengan melalui wasiat wajiblah dengan perolehan hak waris ahli waris beda agama bagiannya tidak lebih dari 1/3 harta warisan, dengan demikian ahli waris nonmuslim yang berbeda agama tetap mendapatkan haknya sebaga ahli waris melalui wasiat wajibah.
Selain itu secara Hukum Mahkamah Agung juga pernah mengeluarkan Yurisprudensi MA melalui Putusan MA No. 172 K. Sip/1974 yang pada pokoknya mengatakan apabila terjadi sengketa waris, maka hukum waris yang digunakan adalah berdasarkan agama yang dianut oleh si pewaris, sehingga dalam hal proses pembagian harta warisan dari pewaris kepada ahli waris tersebut, menurut hemat Kami saudara dapat menyepakati hukum waris yang akan digunakan, berikut dengan menentukan dan menghitung bagian perolehan waris yang dituangkan dalam bentuk kesepakatan bersama