Hukum Pewaris jika seorang anak meninggal lebih dahulu dari orang tuanya ?
Halo Sobat Adhyaksa terimakasih sudah menggunakan layanan Halo JPN secara gratis.
Kami selaku Tim Jaksa Pengacara Negara (JPN) pada Kejaksaan Negeri Gayo Lues akan menjawab pertanyaan dari pemohon bahwa Hukum waris Islam di Indonesia baru mengenal istilah ahli waris pengganti setelah diberlakukannya Inpres Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam yang merupakan hasil ijtihad bersama para ulama (fuqaha) Indonesia yang merancang kompilasi hukum islam yang menyangkut hukum perkawinan, hukum kewarisan, dan wakaf yang menjadi dasar bagi Pengadilan Agama dalam memutuskan perkara-perkara yang menjadi kewenangannya.
Konsep ahli waris pengganti atau pergantian kedudukan ahli waris yang dalam Ilmu Hukum dikenal dengan Plaatsvervulling yang termuat dalam pasal 185 Kompilasi Hukum Islam berbunyi :
Selain itu, penggunaan kata “dapat” dalam pasal 185 ayat (1) KHI dipandang secara tentatif dari penggantian kedudukan ahli waris. Dengan kata lain, ahli waris pengganti dapat menggantikan kedudukan orang tuanya atau tidak, bisa mendapatkan warisan atau tidak. Namun dalam perkembangannya, hakim Mahkamah Agung memandang penting kedudukan ahli waris pengganti. Jika kedudukan ahli waris pengganti tidak disebutkan dengan jelas, gugatan bisa dinyatakan tidak dapat diterima karena gugatan tersebut dapat dinyatakan kabur. Putusan Mahkamah Agung Nomor 334K/AG/2005 memuat kaidah hukum yang releval dimana kedudukan ahli waris pengganti ditentukan secara tegas dan jelas ketika meninggalnya ahli waris yang digantikan lebih dahulu dari pada pada pewaris. Jika hal ini tidak terpenuhi, maka gugatan dapat dinyatakan tidak dapat diterima karena kabur (hukumonline, 2016).
Dari ketentuan tersebut, cucu sebagai ahli waris pengganti bisa menempati kedudukan orang tuanya, jika orang tuanya berkedudukan sebagai zawi al-furud maka ia berkedudukan sebagai zawil al-furud. Apabila orang tuanya sebagai ashobah, maka ia pun akan berkedudukan sebagai ashobah, sehingga ia akan memperoleh sebesar bagian yang diperoleh oleh orang tuanya seandainya mereka masih hidup. Jadi ketentuan KHI secara tegas memberikan pengakuan terhadap keberadaan ahli waris pengganti, sehingga kedudukan ahli waris pengganti tersebut memiliki legitimasi, meskipun tidak ditemui dalam diskursus hukum kewarisan islam dalam kitab-kitab fiqh klasik.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat dan menjadi solusi dari permasalahan yang sedang anda hadapi, namun jika masih ada pertanyaan yang lain maka anda dapat berkonsultasi secara langsung ke Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara pada Kejaksaan Negeri Gayo Lues.