Saya anak angkat, apakah saya mendapatkan warisan dari orang tua angkat saya?
Menurut Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, anak angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan.
Pada prinsipnya yang berhak menjadi ahli waris adalah orang yang mempunyai hubungan darah dengan pewaris serta istri/suami pewaris yang masih hidup ketika pewaris meninggal dunia, hal ini diatur dalam Pasal 832 KUHPerdata yang berbunyi:
Menurut undang Menurut undang-undang, yang berhak menjadi ahli waris ialah keluarga sedarah, baik yang sah menurut undang-undang maupun yang di luar perkawinan, dan suami atau isteri yang hidup terlama, menurut peraturan-peraturan berikut ini.
Bila keluarga sedarah dan suami atau isteri yang hidup terlama tidak ada, maka semua harta peninggalan menjadi milik negara, yang wajib melunasi utang-utang orang yang meninggal tersebut, sejauh harga harta peninggalan mencukupi untuk itu
Berdasarkan ketentuan di atas, maka saudara tidak memiliki hak waris dari orang tua angkat saudara karena secara hukum hak waris timbul dari hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris.
Namun saudara dimungkinkan untuk memperoleh warisan adalah melalui wasiat. Wasiat dalam KUHPerdata Pasal 875 diartikan dengan sebuah pernyataan dari seseorang tentang apa yang ia kehendaki setelah ia meninggal dunia, dan dapat dicabut kembali olehnya. Subekti menyampaikan bahwa, “salah satu cara seseorang untuk dapat mendapatkan warisan adalah dengan penunjukkan didalam surat wasiat (testament).”
Pembagian harta warisan berdasarkan wasiatpun ada batasnya. Pewaris tidak dapat mewariskan seluruh harta kekayaannya yang masuk ke dalam legitieme portie, yaitu bagian mutlak yang harus diberikan kepada pewaris sesuai undang-undang. Batasan wasiat dalam suatu testament terletak dalam Pasal 913 KUHPerdata yaitu tentang legitieme portie yang menyatakan bahwa legitieme portie atau bagian mutlak adalah semua bagian dari harta peninggalan yang harus diberikan kepada ahli waris dalam garis lurus menurut undang-undang, terhadap bagian mana si yang meninggal dunia tidak diperbolehkan menetapkan sesuatu baik selaku pembagian antara yang masih hidup maupun yang sudah meninggal dunia, maupun selaku wasiat.
Dalam adanya hibah maupun wasiat, penghitungan legitieme portie harus dilakukan dahulu, lalu kemudian akan dipotongkan dengan hibah maupun wasiat tersebut. Perhitungan ini diatur dalam Pasal 916a KUHPerdata, yang berbunyi:
Dalam hal untuk menghitung legitieme portie harus diperhatikan para ahli waris yang menjadi ahli waris karena kematian tetapi bukan legitimaris (ahli waris menurut undang-undang), maka bila kepada orang-orang lain daripada ahli waris termasud itu dihibahkan, baik dengan akta semasa hidup maupun dengan surat wasiat, jumlah yang lebih besar daripada bagian yang dapat dikenakan penetapan bila para ahli waris demikian tidak ada, hibah-hibah yang dimaksud itu harus dipotong sampai sama dengan jumlah yang diperbolehkan tersebut dan tuntutan untuk itu harus dilancarkan oleh dan untuk kepentingan para legitimaris dan para ahli waris mereka atau pengganti mereka.
Dengan demikian karena saudara anak angkat tidak dapat dikategorikan sebagai orang yang memiliki hubungan darah maupun hubungan perkawinan dengan orang tua angkatnya, maka anak angkat tidak dapat menjadi ahli waris dan tidak memiliki hak waris. Namun saudara dapat menerima hibah wasiat dari orang tua angkatnya.