Supported by PT. Telkom Indonesia
Jumat, 22 Nov 2024
Quality | Integrity | No Fees
2024-07-23 16:15:52
Hukum Waris
PENGADOPSIAN ANAK
  1. Bagaimana prosedur melakukan adopsi?
  2. Apa saja persyaratan dan prosedur yang harus dipenuhi?
  3. Apakah ada pembedaan jenis kelamin anak yang akan diadopsi?
  4. Bagaimana status anak yang diadopsi, apakah ia berhak mewaris dari orang tua angkatnya?
Dijawab tanggal 2024-09-18 09:07:54+07

Pengangkatan Anak adalah suatu perbuatan hukum yang mengalihkan seorang anak dari lingkungan kekuasaan orangtua, wali yang sah atau orang lain yang bertanggung jawab ata perawatan, pendidikan dan membesarkan anak tersebut ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkat. (Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007)

 

Dasar Hukum Pengangkatan Anak 

  1. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. 2. PP No. 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak. 
  2. Peraturan Menteri Sosial RI Nomor 110/HUK/2009 tentang Persyaratan Pengangkatan Anak. 
  3. Peraturan Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial Nomor 02 Tahun 2012 tentang Pedoman Teknis Prosedur Pengangkatan Anak

 

Prinsip Pengangkatan Anak 

  1. Pengangkatan Anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan terbaik bagi anak dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. 
  2. Pengangkatan Anak tidak memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat dengan orang tua kandungnya. 
  3. COTA harus seagama dengan agama yang dianut oleh CAA. 
  4. Dalam hal asal usul anak tidak diketahui, maka agama anak disesuaikan agama mayoritas penduduk tempat ditemukannya anak tersebut. Prinsip 
  5. Pengangkatan Anak Warga Negara Indonesia oleh Warga Negara Asing dapat dilakukan sebagai upaya akhir. 6. Orang Tua angkat wajib memberitahukan kepada anak angkatnya mengenai Asal usul anak dan Orang Tua Kandungnya dengan memperhatikan kesiapan Mental Anak.

 

Persyaratan Pengangkatan Anak (Pasal 12 & Pasal 13 PP No. 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak)

  1. Calon Anak Angkat 
  2. Anak yang belum berusia 18 Tahun 
  3. Merupakan anak terlantar atau ditelantarkan 
  4. Berada dalam asuhan keluarga atau dalam lembaga Pengasuh Anak 
  5. Memerlukan Perlindungan Khusus 
  6. Calon Orang Tua Angkat 
  7. Sehat Jasmani dan Rohani 
  8. Berumur paling rendah 30 Tahun dan paling tinggi 55 Tahun 
  9. Beragama sama dengan agama calon anak angkat 
  10. Berkelakuan baik dan tidak pernah dihukum karena melakukan tindakan kejahatan e. Berstatus menikah secara sah paling singkat 5 Tahun 
  11. Tidak merupakan pasangan sejenis g. Tidak atau belum mempunyai anak atau hanya memiliki 1 (satu) Orang Anak 
  12. Dalam keadaan mampu secara ekonomi dan sosial 
  13. Memperoleh persetujuan anak dan izin tertulis dari Orang Tua Wali Anak 
  14. Membuat surat pernyataan tertulis bahwa pengangkatan anak adalah demi kepentingan terbaik bagi anak, kesejahteraan dan perlindungan anak 
  15. Adanya laporan sosial dari Pekerja Sosial setempat 
  16. Telah mengasuh Calon Anak Angkat paling singkat 6 Bulan, sejak izin pengasuhan diberikan 
  17. Memperoleh izin Menteri atau Kepala Instansi Sosial Provinsi

 

Prosedur Pengangkatan Anak

  1. Permohonan pengangkatan anak diajukan kepada Instansi Sosial Kabupaten/Kota dengan melampirkan:
  2. Surat penyerahan anak dari orang tua/walinya kepada instansi sosial;
  3. Surat penyerahan anak dari Instansi Sosial Propinsi/Kab/Kota kepada Organisasi Sosial (orsos);
  4. Surat penyerahan anak dari orsos kepada calon orang tua angkat;
  5. Surat keterangan persetujuan pengangkatan anak dari keluarga suami-istri calon orang tua angkat;
  6. Fotokopi surat tanda lahir calon orang tua angkat;
  7. Fotokopi surat nikah calon orang tua angkat;
  8. Surat keterangan sehat jasmani berdasarkan keterangan dari Dokter Pemerintah;
  9. Surat keterangan sehat secara mental berdasarkan keterangan Dokter Psikiater;
  10. Surat keterangan penghasilan dari tempat calon orang tua angkat bekerja.
  11. Permohonan izin pengangkatan anak diajukan pemohon kepada Kepala Dinas Sosial/Instansi Sosial Propinsi/Kab/Kota dengan ketentuan sebagai berikut:
  12. Ditulis tangan sendiri oleh pemohon di atas kertas bermeterai cukup;
  13. Ditandatangani sendiri oleh pemohon (suami-istri);
  14. Mencantumkan nama anak dan asal usul anak yang akan diangkat.
  15. Dalam hal calon anak angkat tersebut sudah berada dalam asuhan keluarga calon orang tua angkat dan tidak berada dalam asuhan organisasi sosial, maka calon orang tua angkat harus dapat membuktikan kelengkapan surat-surat mengenai penyerahan anak dan orang tua/wali keluarganya yang sah kepada calon orang tua angkat yang disahkan oleh instansi social tingkat Kabupaten/Kota setempat, termasuk surat keterangan kepolisian dalam hal latar belakang dan data anak yang diragukan (domisili anak berasal).
  16. Proses Penelitian Kelayakan
  17. Sidang Tim Pertimbangan Izin Pengangkatan Anak (PIPA) Daerah
  18. Surat Keputusan Kepala Dinas Sosial/Instansi Sosial Propinsi/Kab/Kota bahwa calon orang tua angkat dapat diajukan ke Pengadilan Negeri untuk mendapatkan ketetapan sebagai orang tua angkat.

(Pengadilan yang dimaksud adalah Pengadilan Negeri tempat anak yang akan diangkat itu berada (berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung No. 6 Tahun 1983 tentang Penyempurnaan Surat Edaran No. 2 Tahun 1979 mengenai Pengangkatan Anak). Pengadilan Agama juga dapat memberikan penetapan anak berdasarkan hukum Islam (berdasarkan Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama). Untuk proses pemeriksaan oleh pengadilan, Anda perlu mempersiapkan sedikitnya dua orang saksi untuk memperkuat permohonan Anda dan meyakinkan pengadilan bahwa Anda secara sosial dan ekonomis, moril maupun materiil mampu menjamin kesejahteraan anak yang akan diangkat. Informasi lainnya terkait proses dan biaya, Anda dapat menanyakan kepada panitera di Pengadilan Negeri atau Pengadilan Agama terdekat.

  1. Penetapan Pengadilan.
  2. Penyerahan Surat Penetapan Pengadilan.

 

Terhadap anak yang akan diadopsi, berdasarkan Staatblaad 1917 No. 129, diatur tentang pengangkatan anak yang hanya dimungkinkan untuk anak laki-laki dan hanya dapat dilakukan dengan Akta Notaris. Staatblaad ini mengatur tentang pengangkatan anak bagi orang-orang Tionghoa yang, selain memungkinkan pengangkatan anak oleh Anda yang terikat perkawinan, juga bagi yang pernah terikat perkawinan (duda atau janda). Namun bagi janda yang suaminya telah meninggal dan sang suami meninggalkan wasiat yang isinya tidak menghendaki pengangkatan anak, maka janda tersebut tidak dapat melakukannya.

 Pengangkatan anak menurut Staatblaad ini hanya dimungkinkan untuk anak laki-laki dan hanya dapat dilakukan dengan Akte Notaris. Namun, Yurisprudensi (Putusan Pengadilan Negeri Istimewa Jakarta) tertanggal 29 Mei 1963, telah membolehkan mengangkat anak perempuan

 

Khazanah hukum kita, baik hukum adat, hukum Islam maupun hukum nasional, memiliki ketentuan mengenai hak waris. Ketiganya memiliki kekuatan yang sama, artinya seseorang bisa memilih hukum mana yang akan dipakai untuk menentukan pewarisan bagi anak angkat.

 

Hukum Adat:

Bila menggunakan lembaga adat, penentuan waris bagi anak angkat tergantung kepada hukum adat yang berlaku. Bagi keluarga yang parental, —Jawa misalnya—, pengangkatan anak tidak otomatis memutuskan tali keluarga antara anak itu dengan orangtua kandungnya. Oleh karenanya, selain mendapatkan hak waris dari orangtua angkatnya, dia juga tetap berhak atas waris dari orang tua kandungnya. Berbeda dengan di Bali, pengangkatan anak merupakan kewajiban hukum yang melepaskan anak tersebut dari keluarga asalnya ke dalam keluarga angkatnya. Anak tersebut menjadi anak kandung dari yang mengangkatnya dan meneruskan kedudukan dari bapak angkatnya (M. Buddiarto, S.H, Pengangkatan Anak Ditinjau Dari Segi Hukum, AKAPRESS, 1991).

 

Hukum Islam:

Dalam hukum Islam, pengangkatan anak tidak membawa akibat hukum dalam hal hubungan darah, hubungan wali-mewali dan hubungan waris mewaris dengan orang tua angkat. Ia tetap menjadi ahli waris dari orang tua kandungnya dan anak tersebut tetap memakai nama dari ayah kandungnya (M. Budiarto, S.H, Pengangkatan Anak Ditinjau Dari Segi hukum, AKAPRESS, 1991).

 

Peraturan Perundang-undangan:

Dalam Staatblaad 1917 No. 129, akibat hukum dari pengangkatan anak adalah anak tersebut secara hukum memperoleh nama dari bapak angkat, dijadikan sebagai anak yang dilahirkan dari perkawinan orang tua angkat dan menjadi ahli waris orang tua angkat. Artinya, akibat pengangkatan tersebut maka terputus segala hubungan perdata, yang berpangkal pada keturunan karena kelahiran, yaitu antara orang tua kandung dan anak tersebut.”

 

 

Demikian penjelasan kami, semoga bermanfaat.

Jika anda kurang puas dengan jawaban ini, silakan berkonsultasi lebih lanjut dengan Jaksa Pengacara Negara pada
KN. TANJUNG JABUNG BARAT
Alamat :
Kontak :

Cari

Terbaru

Hutang Piutang
pembatalan lelang

halo selamat siang kejaksaan sengeti

Pernikahan dan Perceraian
NAFKAH ANAK

Halo Bapak/Ibu. Perkenalkan nama saya

Pertanahan
Jual Beli Tanah dan Bangunan

Halo Bapak/Ibu, perkenalkan saya Iwan

Pernikahan dan Perceraian
perceraian

Min ijin bertanya, mengenai nafkah ba

Hubungi kami

Email us to [email protected]

Alamat

Jl. Sultan Hasanuddin No.1 Kebayoran Baru Jakarta Selatan - Indonesia
© 2024 Kejaksaan Republik Indonesia.