Saya sedang mempertimbangkan untuk mengajukan cerai pada suami saya, dengan alasan dia telah melakukan penganiayaan verbal terhadap saya, dalam bentuk penghinaan/gurauan yang bersifat menghina, ucapan-ucapan yang merendahkan, dan mengacuhkan kebutuhan emosional saya. Penganiayaan ini telah membuat saya menderita secara emosional. Dasar apakah yang bisa saya pakai untuk mengajukan gugatan cerai? Dan bukti apa yang harus saya ajukan di sidang? Sebab suami saya selalu bersikap manis di hadapan orang luar, dan tidak pernah memukul saya. Akan sangat sulit bagi saya untuk membuktikan penganiayaan ini. Namun, saya sendiri amat tidak berbahagia dan tidak yakin saya bisa bertahan hidup berumah tangga dalam kondisi semacam ini
Halo Agus Setiawan,
Terimakasih atas kepercayaan Saudara kepada layanan halo JPN. Adapun jawaban Kami atas pertanyaan Saudara adalah sebagai berikut:
Perlu dipahami bahwa seseorang yang mengajukan gugatan perceraian tidak serta merta dapat dikabulkan langsung oleh pengadilan karena harus ada alasan yang kuat dan jelas serta bukti yang mendukung dalam mengajukan gugatan/permohonan cerai.
Perceraian merupakan putusnya ikatan perkawinan antara suami dan istri berdasarkan putusan pengadilan disertai dengan dasar dan alasan yang jelas bahwa suami dan istri tidak dapat hidup rukun sebagai suami dan istri.
Adapun, gugatan perceraian dapat diajukan ke Pengadilan Negeri (untuk pasangan yang beragama selain Islam) atau Pengadilan Agama (untuk pasangan yang beragama Islam). Penyelesaian perkara perceraian tersebut diselesaikan di muka persidangan, bilamana terhadap suami ataupun istri sudah tidak dapat didamaikan baik secara mediasi di dalam maupun luar pengadilan.
Menurut Penjelasan Pasal 39 ayat (2) UU Perkawinan dan Pasal 19 PP 9/1975 alasan-alasan yang dapat dijadikan dasar untuk perceraian adalah sebagai berikut:
Salah satu berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan.
Bagi pasangan suami istri yang beragama Islam, berlaku pula alasan-alasan perceraian sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 116 KHI yaitu:
Berdasarkan penjelasan di atas mengenai alasan-alasan perceraian, maka dasar hukum yang dapat dijadikan dalil gugatan cerai, menurut hemat kami yang pertama adalah Pasal 39 huruf f PP 9/1975 dan Pasal 116 huruf f KHI yaitu berkenaan dengan adanya perselisihan dan pertengkaran antara suami istri dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
Terhadap dalil tersebut, merujuk ketentuan Pasal 22 ayat (2) PP 9/1975, gugatan dapat diterima apabila telah cukup jelas bagi pengadilan mengenai sebab-sebab perselisihan dan pertengkaran itu dan setelah mendengarkan pihak keluarga serta orang-orang yang dekat dengan suami istri tersebut.
Alasan-alasan yang dijelaskan di atas merupakan dasar yang dapat diajukan dalam membuat gugatan. Berdasarkan kronologi yang Anda sampaikan kami asumsikan bahwa hinaan yang disampaikan suami Anda berupa kata-kata atau secara verbal yang menyebabkan adanya pertengkaran dan percekcokan yang terjadi dalam kurun waktu tertentu sehingga dapat diajukan alasan gugatan perceraian.
Terkait dengan pertanyaan Anda mengenai bukti apa saja yang harus Anda sampaikan untuk membuktikan perbuatan suami Anda, Berdasarkan kronologi kasus yang Anda jelaskan bahwa dalam mengajukan gugatan perceraian Anda harus mempunyai bukti yang mendukung argumen mengenai alasan Anda mengajukan gugatan. Dalam hukum acara perdata dikenal adanya alat bukti yang diatur dalam Pasal 1866 KUH Perdata menjelaskan alat bukti terdiri atas bukti tulisan, bukti dengan saksi-saksi, persangkaan-persangkaan, pengakuan, dan sumpah. Contoh: kesaksian dari keluarga atau orang terdekat Anda.
Termasuk juga alat bukti elektronik, seperti tangkapan layar percakapan via Whatsapp, rekaman audio, dan sebagainya. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 5 ayat (1) UU 1/2024 bahwa informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti yang sah.
Lebih lanjut, dalam buku M. Yahya Harahap yang berjudul Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan (hal. 628) menjelaskan definisi alat bukti (bewijsmiddel) sebagai bermacam-macam bentuk dan jenis, yang mampu memberi keterangan dan penjelasan tentang masalah yang diperkarakan di pengadilan. Alat bukti mana diajukan para pihak untuk membenarkan dalil gugatan atau dalil bantahan. Berdasar keterangan dan penjelasan yang diberikan alat bukti itulah hakim melakukan penilaian, pihak mana yang paling sempurna pembuktiannya.
Sehingga dapat kami simpulkan bahwa apabila Anda ingin mengajukan gugatan Anda harus memperhatikan alasan-alasan perceraian berdasarkan penjelasan di atas dan juga mempunyai bukti-bukti yang mendukung argumen dalam gugatan Anda. Karena dalam hukum acara perdata dikenal dengan asas actori incumbit probatio, actori onus probandi atau siapa yang mendalilkan wajib membuktikan.
Kedua, sebagai informasi, bahwa tindakan menghina, melontarkan ucapan-ucapan yang merendahkan, dan mengacuhkan kebutuhan emosional Anda sehingga membuat Anda menderita secara emosional dapat dikategorikan sebagai kekerasan psikis. Kekerasan psikis menurut Pasal 5 huruf b jo. Pasal 7 UU PKDRT tergolong sebagai kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang merupakan perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang.
Ancaman pidana terhadap pelaku KDRT berupa kekerasan psikis menurut Pasal 45 UU PKDRT diancam dengan pidana penjara paling lama 3 tahun atau denda paling banyak Rp9 juta. Apabila kekerasan psikis tersebut tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 bulan atau denda paling banyak Rp3 juta.
Apabila terbukti secara pidana bahwa suami Anda melakukan kekerasan psikis, maka hal tersebut dapat menjadi dasar yang cukup kuat untuk mengajukan gugatan perceraian. Anda dapat menjadikan putusan pengadilan atas perkara KDRT tersebut dalam perkara perceraian Anda sebagai bukti, disamping bukti lain seperti saksi-saksi.
Namun demikian, karena jalur hukum pidana merupakan upaya terakhir atau ultimum remedium dalam penyelesaian masalah, kami menyarankan Anda untuk menempuh upaya kekeluargaan terlebih dahulu. Termasuk dalam hal ini mencari bantuan profesional seperti psikolog untuk memberikan solusi terbaik dalam persoalan rumah tangga Anda.
Demikian Kami sampaikan, apabila Saudara masih memiliki pertanyaan yang ingin disampaikan, Saudara dapat berkonsultasi secara langsung ke Pos Pelayanan Hukum Kami yang berada di Kantor Pengacara Negara pada Kejaksaan Negeri Barito Kuala secara gratis.