Apa upaya hukum yang dilakukan jika dalam sebuah surat wasiat disebutkan objek milik orang lain yang bukan milik si pewasiat? atau apa upaya hukum uang dilakukan jika pewaris memberikan warisan kepada ahli warisnya tapi bukan miliknya yang dituangkan dalam sebuah surat wasiat dihadapan notaris? terimakasih
Halo Yogi
Terimakasih atas kepercayaan Saudara kepada layanan halo JPN. Adapun jawaban Kami atas pertanyaan Saudara adalah sebagai berikut:
Sebelum menjawab pertanyaan dari anda, kami akan menjelaskan apa yang dimaksud dengan perbuatan hukum warisan atau testmen
Pasal 875 KUH Perdata mendefinisikan surat wasiat atau testamen sebagai suatu akta yang memuat pernyataan seorang tentang apa yang dikehendakinya akan terjadi setelah ia meninggal dunia, dan yang olehnya dapat dicabut kembali lagi. Dengan demikian pembuatan surat wasiat atau testamen merupakan perbuatan sepihak yang dapat dicabut kembali. Wasiat tersebut dibuat dalam bentuk tertulis baik di bawah tangan ataupun dengan akta otentik.
Syarat Materiil dan Formil Surat Wasiat
Berdasarkan KUHPerdata, semasa hidupnya seorang pewaris dapat menyatakan apa yang dikehendakinya terjadi setelah ia meninggal dalam suatu surat wasiat atau testamen. Surat wasiat ini merupakan kehendak terakhir dari pewaris.
Pasal 874 KUH Perdata menyebutkan:
Segala harta peninggalan seseorang yang meninggal dunia, adalah kepunyaan para ahli warisnya menurut undang-undang, sejauh mengenai hal itu dia belum mengadakan ketetapan yang sah.
Apabila wasiat dibuat dengan di bawah tangan, berdasarkan Pasal 932 KUH Perdata, surat wasiat tersebut harus ditulis sendiri dan ditandatangani oleh pewaris sendiri (olografis ataupun wasiat rahasia). Surat wasiat yang demikian harus diserahkan kepada notaris yang kemudian berakibat memiliki kekuatan yang sama dengan surat wasiat yang dibuat dengan akta umum.
Syarat formil lain yang harus diperhatikan dalam pembuatan wasiat antara lain yang tertuang dalam Pasal 895 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa pembuat wasiat haruslah mempunyai budi akal, artinya tidak terganggu ingatannya. Kemudian berdasarkan Pasal 897 KUH Perdata, diatur bahwa mereka yang belum dewasa dan belum genap 18 tahun, tidak diperbolehkan membuat surat wasiat. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa usia minimal pembuat wasiat adalah 18 tahun atau telah dewasa. Selain itu, pada Pasal 893 KUH Perdata menyatakan bahwa suatu wasiat yang dibuat sebagai akibat paksa, tipu atau muslihat adalah batal.
Selanjutnya, mengenai syarat materiil suatu wasiat, dapat dijumpai beberapa ketentuan dalam KUHPerdata yaitu: Pasal 888 KUH Perdata, menjelaskan, jika dalam wasiat terdapat syarat yang tidak mungkin dilaksanakan, atau bertentangan dengan kesusilaan yang baik, maka harus dianggap tidak tertulis
Pasal 879 KUH Perdata tentang larangan fidei-commis atau lompat tangan, yaitu wasiat yang menetapkan seseorang yang diangkat sebagai waris atau menerima hibah wasiat untuk menyimpan barang warisan untuk diserahkan seluruh atau sebagian kepada pihak lain.
Pasal 901 KUH Perdata, yaitu larangan untuk memberikan wasiat bagi istri atau suami yang perkawinannya tanpa izin yang sah, sehingga keabsahan perkawinannya masih dapat dipertengkarkan di muka hakim.
Pasal 902 jo. 852a KUH Perdata tentang tidak bolehnya memberikan wasiat kepada suami atau istri apabila pewaris memiliki anak atau keturunannya dari perkawinannya yang terdahulu melebihi bagian yang sudah ditentukan dalam Pasal 852a KUH Perdata. Bagian yang dimaksud adalah tidak boleh lebih besar dari bagian terkecil anak sah dan bagaimanapun juga tidak boleh lebih dari 1/4 bagian.
Pasal 903 KUH Perdata, yang menyebutkan bahwa suami dan istri hanya diperbolehkan menghibahwasiatkan barang-barang dari harta perkawinan mereka, sebatas barang tersebut menjadi bagian mereka masing-masing. Berdasarkan pasal ini, bila suatu barang dan harta bersama itu dihibahwasiatkan, penerima hibah wasiat tidak dapat menuntut barang itu dalam wujudnya, bila barang itu tidak diserahkan oleh pewaris kepada ahli waris sebagai bagian mereka. Dalam hal itu, penerima hibah wasiat harus diberi ganti rugi, yang diambil dan bagian harta bersama yang dibagikan kepada para ahli waris si pewaris, dan bila tidak mencukupi, diambil dan barang-barang pribadi para ahli waris..
Pasal 904-907 KUH Perdata, mengenai larangan untuk menghibahwasiatkan untuk keuntungan wali, guru, imam, dokter, ahli penyembuhan, ahli obat-obatan, dan orang-orang lain yang menjalankan ilmu penyembuhan, yang merawat pewaris selama menderita penyakit yang akhirnya menyebabkan ia meninggal, notaris dan saksi-saksi dalam pembuatan wasiat.
Pasal 908 KUH Perdata, larangan untuk memberikan wasiat kepada anak luar kawin melebihi apa yang telah diatur dalam Pasal 863 KUH Perdata mengenai bagian anak luar kawin yang telah diakui.
Pasal 909 KUH Perdata, larangan untuk memberikan wasiat kepada kawan zinanya yang telah dibuktikan dengan suatu putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap.
Pasal 912 KUH Perdata, tentang larangan untuk memberikan wasiat kepada mereka yang telah dipidana karena membunuh pewaris, orang yang menggelapkan, memusnahkan, atau memalsukan surat wasiat pewaris, atau yang dengan paksaan atau kekerasan menghalangi pewaris untuk mencabut atau mengubah surat wasiat serta istri atau suami dan anak-anaknya. Hal ini juga berkaitan dengan mereka yang dinyatakan tak pantas mewaris berdasarkan Pasal 838 KUH Perdata.
Selain itu dalam memberikan wasiat juga harus memperhatikan mengenai adanya Bagian mutlak (legitieme portie) yang dimiliki oleh ahli waris dalam garis lurus ke bawah maupun ke atas. Ketentuan besar bagian mutlak ini (Pasal 914-916 KUH Perdata) tidak boleh dikurangi meskipun dengan wasiat selama ahli waris mutlak tersebut menuntut bagian mutlaknya.
Jika Harta yang Diwasiatkan Bukan Milik Pewaris
Dari berbagai ketentuan sebagai syarat surat wasiat tersebut, yang perlu diperhatikan untuk menjawab pertanyaan Anda adalah pada ketentuan Pasal 903 KUH Perdata, bahwa wasiat hanya dapat diberikan atas barang atau benda yang merupakan bagian dari harta warisan yang menjadi hak dari pewaris. Harta warisan merupakan salah satu unsur terjadinya pewarisan, yang dimaksud dengan harta warisan adalah harta yang menjadi bagian milik dari pewaris.
Dalam hal wasiat yang dibuat atas harta yang bukan milik pewaris, wasiat tersebut tidak dapat dilaksanakan karena pembuat wasiat bukanlah orang yang mempunyai objek atau bukan orang yang berhak atas benda tersebut. Dengan demikian, ahli waris tidak akan memperoleh bagian dari harta yang bukan merupakan bagian dari harta warisan. Ahli waris hanya akan mendapatkan bagian sebatas apa yang merupakan harta warisan dari pewaris.
Demikian Kami sampaikan, apabila Saudara masih memiliki pertanyaan yang ingin disampaikan, Saudara dapat berkonsultasi secara langsung ke Pos Pelayanan Hukum Kami yang berada di Kantor Pengacara Negara pada Cabang Kejaksaan Negeri Agam di Maninjau secara gratis
Jika anda kurang puas dengan jawaban ini, silakan berkonsultasi lebih lanjut dengan Jaksa Pengacara Negara pada
Cabang Kejaksaan Negeri Agam di Maninjau
Alamat : Jl. Telaga Biru, Maninjau, Kec. Tj. Raya, Kabupaten Agam, Sumatera Barat
Kontak : +62 822-8315-0894