Saya ingin menanyakan bagaimana prosedur pendaftaran hak atas tanah apabila seorang ahli waris tidak memiliki sertifikat atas tanahnya?
Berdasarkan Kasus Posisi tersebut, JPN memberikan penjelasan sebagai berikut :
- Bahwa dalam Pasal 29 ayat (1) UU Perkawinan, pasangan suami-istri dapat membuat perjanjian perkawinan baik pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan kedua pihak atas persetujuan bersama dapat mengadakan perjanjian tertulis yang disahkan oleh Pegawai pencatat perkawinan, yang mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015 memberikan catatan Pasal 29 ayat (1) UU Perkawinan bahwa perjanjian perkawinan juga dapat dibuat selama perkawinan berlangsung.
- Bahwa harta bawaan istri kedua sepenuhnya milik istri kedua kecuali ada perjanjian perkawinan. Bila tidak ada maka pengaturan tunduk pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. - Bahwa prinsip pewarisan KUHPerdata berdasarkan Pasal 830 Harta waris baru terbuka (dapat diwariskan kepada pihak lain) apabila terjadinya suatu kematian Adanya hubungan darah diantara pewaris dan ahli waris, kecuali untuk suami atau isteri dari pewaris. maka anak dari istri pertama karena tidak memiliki hubungan darah dengan istri kedua (pewaris) tidak berhak mewaris.
- Bahwa karena istri kedua tidak mempunyai anak maka duda (yakni ayah Saudara) mendapat separuh dari harta peninggalan istri kedua sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 179 Kompilasi Hukum Islam bahwa Duda mendapat separoh bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak, dan bila pewaris meninggalkan anak, maka duda mendapat seperempat bagian. Maka yang berhak atas harta bawaan istri kedua adalah suami (duda) yang mendapat separuh bagian karena tidak ada anak. Anak dari istri pertama dapat memperoleh waris dari ayahnya yang merupakan suami (duda) yang ditinggal mati oleh istri kedua.