Adik saya memberikan uang sebesar Rp10.000.000,- (Sepuluh Juta Rupiah) sebagai mas kawin, tetapi dari pihak wanita memerlukan biaya lebih untuk acara pernikahan. Akhirnya pihak wanita meminjam uang untuk menutupi kekurangannya. Yang saya tanyakan, apakah setelah menikah, utang tersebut menjadi tanggung jawab adik saya sebagai suami?
Terima kasih sudah mengunjungi Halo JPN.
Kami akan membantu menjawab pertanyaan saudara.
Merujuk ketentuan hukum perkawinan di Indonesia sendiri tidak menentukan siapa yang harus menanggung biaya perkawinan. Sehingga hal ini bergantung pada kesepakatan antara Anda dengan istri Anda beserta pihak keluarga masing-masing. Di sisi lain, mengingat tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal, sebaiknya penyelesaian utang acara perkawinan ini dibicarakan baik-baik dengan tetap mengutamakan asas kekeluargaan.
Undang-undang perkawinan dan perubahannya pun hanya mengatur bahwa harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama. Sedangkan harta bawaan dari masing-masing suami dan istri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan, adalah di bawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain.
Tak ada ketentuan dalam Undang-Undang Perkawinan yang mengatur mengenai utang bawaan atau utang bersama, termasuk utang yang timbul karena acara pernikahan. Namun demikian, jika Anda merujuk bunyi Pasal 121 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sebagai berikut:
Berkenaan dengan beban-beban, maka harta bersama itu meliputi semua utang yang dibuat oleh masing-masing suami istri, baik sebelum perkawinan maupun setelah perkawinan maupun selama perkawinan.
Terkait utang, untuk menetapkan tanggung jawab mengenai suatu utang haruslah ditetapkan lebih dahulu, apakah utang itu bersifat prive (pribadi) atau suatu utang untuk keperluan bersama (gemeenschaps schuld).
Lebih lanjut dijelaskan bahwa untuk suatu utang prive (pribadi) harus dituntut kepada suami atau istri yang membuat utang tersebut, sedangkan yang harus disita pertama-tama adalah benda prive (pribadi). Apabila tidak terdapat benda pribadi atau ada tetapi tidak mencukupi, maka dapatlah benda bersama disita juga.
Oleh karena itu, kecuali diperjanjikan lain atau ada hukum adat yang mengatur sebaliknya, karena acara perkawinan tersebut adalah antara Anda dan istri, akan lebih baik jika Anda dan istri beserta keluarga masing-masing dapat menyelesaikannya bersama.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Jika ada pertanyaan lainnya silahkan kunjungi kembali Halo JPN