5 tahun yg lalu saya menikah sirih dan memiliki satu orang anak, tetapi suami saya menelantarkan/ tidak menafkahi saya dan anak anak. Apakah suami saya bisa saya penjarakan?
Terima Kasih Telah bertanya kepada Tim JPN Kejaksaan Negeri Tanjung Jabung Timur. Sehubungan dengan Pertanyaan dari Pemohon, bersama ini kami sampaikan penjelasan atau tanggapan atas permohonan dimaksud.
Pada dasarnya, nikah siri dianggap tidak sah di mata hukum negara karena tidak dicatat oleh Kantor Urusan Agama (KUA). Lebih lanjut, hal ini dijelaskan dalam Undang-undang tentang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 bahwa setiap pernikahan haruslah dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kami mengasumsikan bahwa pasangan dan perkawinannya tunduk pada hukum Islam. Oleh karenanya, kami akan merujuk pada UU Perkawinan dan perubahannya, serta KHI.
Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama.Harta bawaan dari masing-masing suami dan istri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan, adalah di bawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain.
Selanjutnya, KHI menambahkan bahwa harta bersama adalah harta kekayaan dalam perkawinan atau syirkah, yaitu harta yang diperoleh baik sendiri-sendiri atau bersama suami istri selama dalam ikatan perkawinan berlangsung, tanpa mempersoalkan terdaftar atas nama siapapun. Mengenai harta bawaan, harta bawaan masing-masing suami dan istri dan harta yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah di bawah penguasaan masing-masing, sepanjang para pihak tidak menentukan lain dalam perjanjian perkawinan.
Suami dan istri pun mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum atas harta masing-masing berupa hibah, hadiah, sodaqoh, atau lainnya. Lantas, perkawinan apa yang dimaksud dalam konteks ini? Pasal 2 UU Perkawinan menekankan bahwa perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu dan tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat yang beragama Islam, setiap perkawinan harus dicatat oleh Pegawai Pencatat Nikah. Untuk mewujudkan hal tersebut, maka setiap perkawinan harus dilangsungkan di hadapan dan di bawah pengawasan Pegawai Pencatat Nikah. Perkawinan yang dilakukan di luar pengawasan Pegawai Pencatat Nikah tidak mempunyai kekuatan hukum. Perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan akta nikah yang dibuat oleh Pegawai Pencatat Nikah. Meskipun nikah siri tidak dilarang secara implisit dalam agama, namun pernikahan ini tidak mempunyai kekuatan hukum. Dalam nikah siri tidak ada pencatatan menurut peraturan perundang-undangan yang mana tidak dapat diterbitkan akta nikah. Ketiadaan akta nikah inilah yang menyebabkan anak maupun istri dari perkawinan siri tidak memiliki status hukum di hadapan negara. Adapun salah satu akibat hukumnya adalah tidak adanya pengakuan dan perlindungan hukum atas hak-hak istri dan anak-anak hasil dari perkawinan siri, begitu pula untuk harta bersama Dalam hukum, tidak dikenal harta bersama nikah siri. Begitu juga untuk melakukan gugatan cerai, tidak ada lembaga negara yang bisa menanganinya dan memberi perlindungan atas hak-hak anak dan istri.
Berdasarkan uraian di atas, bahwa perkawinan siri tidak diakui secara hukum, maka rumah yang diperoleh dalam perkawinan siri tersebut tidak termasuk harta bersama yang dimaksud dalam peraturan perundang-undangan, karena secara hukum tidak pernah ada perkawinan di antara pasangan. Kami asumsikan, setelah pasangan tersebut melangsungkan pernikahan di KUA, maka perkawinan tersebut menjadi sah secara hukum. Sehingga, menurut hemat kami, harta bersama baru timbul setelah ikatan perkawinan yang dicatatkan ini yaitu di tahun ke-8 dan seterusnya.
Demikian Kami sampaikan, apabila Saudara masih memiliki pertanyaan lain yang ingin disampaikan, Saudara dapat berkonsultasi secara langsung ke Pos Pelayanan Hukum Kami yang berada di Kantor Pengacara Negara pada Kejaksaan Negeri Tanjung Jabung Timur secara gratis.