Supported by PT. Telkom Indonesia
Sabtu, 23 Nov 2024
Quality | Integrity | No Fees
2024-05-14 15:19:31
Pernikahan dan Perceraian
APA KONSEKUENSI HUKUM JIKA MENIKAH KARENA TERPAKSA ? BAGAIMANA HUKUM DARI MENIKAH KARENA TERPAKSA ?

Hallo bu Jaksa, teman saya dipaksa menikah dengan wanita hamil karena dia diancam oleh pihak keluarga wanita untuk menikahi wanita hamil tersebut, dia dipaksa untuk mengakui dan bertanggung jawab atas kehamilan wanita tersebut kemudian dia dipaksa untuk menandatangani surat pernyataan sanggup menikahi wanita tersebut, sahkan menikah karena terpaksa? dan bagaimana prosedur jika saya ingin menggugat cerai ? 

Dijawab tanggal 2024-06-24 11:11:14+07

Halo
Terimakasih atas kepercayaan Saudara kepada layanan halo JPN. Adapun jawaban Kami atas pertanyaan Saudara adalah sebagai berikut:

Terlebih dahulu kami akan merujuk pada UU Perkawinan dan perubahannya yaitu UU No 16 Tahun 2019 Perubahan atas UU No 1 Tahun 1974 yang selanjutnya disebut UU Perkawinan.

Perlu kami sampaikan bahwa perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 6 ayat (1) UU Perkawinan. Dalam penjelasan ayat tersebut, dikatakan bahwa perkawinan harus disetujui oleh kedua belah pihak yang melangsungkan perkawinan tanpa ada paksaan dari pihak manapun, karena perkawinan mempunyai maksud agar suami dan istri dapat membentuk keluarga yang kekal dan bahagia, dan sesuai pula dengan hak asasi manusia.

Ini berarti, pada dasarnya seseorang tidak boleh terpaksa menikah dengan ancaman atau dengan hal apapun. Perkawinan harus didasarkan pada keinginan dan persetujuan dari masing-masing pihak.

Dalam kasus menikah karena terpaksa di bawah ancaman yang melanggar hukum, baik suami atau istri dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan.
Dalam hukum Islam menikah karena terpaksa di bawah ancaman, berdasarkan Pasal 72 ayat (1) KHI dapat dilakukan pembatalan perkawinan yang dimohonkan juga oleh suami atau istri.
Batas Waktu Pengajuan Pembatalan Perkawinan karena Ancaman
Peraturan perundang-undangan menerangkan bahwa hukum menikah karena terpaksa di bawah ancaman adalah tidak sah dan karenanya dapat dilakukan pembatalan perkawinan. Namun, perlu Anda ketahui bahwa berkaitan dengan permohonan pembatalan perkawinan yang kami jelaskan sebelumnya, terdapat batasan waktu untuk mengajukan permohonan pembatalan karena ancaman yang melanggar hukum.

Batas waktu pengajuan pembatalan adalah 6 bulan. Kemudian, jika ancaman telah berhenti dan dalam jangka waktu 6 bulan dan masih tetap hidup sebagai suami istri, serta tidak mempergunakan haknya untuk mengajukan permohonan pembatalan, maka haknya gugur.

Adapun pihak-pihak yang dapat mengajukan pembatalan perkawinan, berdasarkan Pasal 23 UU Perkawinan, antara lain:

Para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dari suami atau istri
Suami atau istri
Pejabat yang berwenang hanya selama perkawinan belum diputuskan
Pejabat yang ditunjuk dalam Pasal 16 ayat (2) UU Perkawinan dan setiap orang yang mempunyai kepentingan hukum secara langsung terhadap Perkawinan tersebut, tetapi hanya setelah perkawinan itu putus.

Dengan kata lain, langkah hukum yang dapat diambil ketika menikah karena terpaksa disertai ancaman adalah pembatalan perkawinan, bukan perceraian.

Permohonan pembatalan perkawinan ini diajukan kepada Pengadilan Negeri atau Pengadilan Agama dalam daerah hukum di mana perkawinan dilangsungkan atau di tempat tinggal suami istri.


Syarat Pembatalan Perkawinan
- Fotokopi KTP pemohon
- Fotokopi akta nikah yang mau diajukan pembatalan nikah
- Surat permohonan pembatalan nikah (di Posbakum)
- Suatu perkawinan dapat dibatalkan apabila seorang suami melakukan poligami tanpa izin Pengadilan Agama
- Perempuan yang dikawini ternyata kemudian diketahui masih menjadi istri pria lain yang mafqud
- Perempuan yang dikawini ternyata masih dalam iddah dari suami lain
- Perkawinan yang melanggar batas umur perkawinan
- Perkawinan dilangsungkan tanpa wali atau dilaksanakan oleh wali yang tidak berhak
- Perkawinan yang dilaksanakan dengan paksaan.

Setelah melalui prosedur di atas dan berdasarkan hasil persidangan, pembatalan perkawinan tersebut akan dikabulkan oleh hakim. Sehubungan dengan ini, berdasarkan Pasal 28 ayat (1) UU Perkawinan, batalnya suatu perkawinan tersebut dimulai setelah keputusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan berlaku sejak saat berlangsungnya perkawinan.

Penting untuk dicatat, bahwa pembatalan tersebut tidak berlaku surut terhadap anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut
suami atau istri yang bertindak dengan iktikad baik, kecuali terhadap harta bersama, bila pembatalan perkawinan didasarkan atas adanya perkawinan lain yang lebih dahulu;
orang-orang ketiga lainnya yang tidak termasuk dalam a dan b sepanjang mereka memperoleh hak-hak dengan iktikad baik sebelum keputusan tentang pembatalan mempunyai kekuatan hukum tetap.

Jika anda kurang puas dengan jawaban ini, silakan berkonsultasi lebih lanjut dengan Jaksa Pengacara Negara pada
Cabang Kejaksaan Negeri Agam di Maninjau
Alamat : Jl. Telaga Biru, Maninjau, Kec. Tj. Raya, Kabupaten Agam, Sumatera Barat
Kontak : 0822-8315-0894

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

Jika anda kurang puas dengan jawaban ini, silakan berkonsultasi lebih lanjut dengan Jaksa Pengacara Negara pada
CABANG KN. AGAM DI MANINJAU
Alamat : Jl. Telaga Biru, Muaro Pisang, Maninjau, Kecamtan Tanjung Raya, Kabupten Agam
Kontak : 82283150894

Cari

Terbaru

Hutang Piutang
pembatalan lelang

halo selamat siang kejaksaan sengeti

Pernikahan dan Perceraian
NAFKAH ANAK

Halo Bapak/Ibu. Perkenalkan nama saya

Pertanahan
Jual Beli Tanah dan Bangunan

Halo Bapak/Ibu, perkenalkan saya Iwan

Pernikahan dan Perceraian
perceraian

Min ijin bertanya, mengenai nafkah ba

Hubungi kami

Email us to [email protected]

Alamat

Jl. Sultan Hasanuddin No.1 Kebayoran Baru Jakarta Selatan - Indonesia
© 2024 Kejaksaan Republik Indonesia.