Jika seorang istri yang ditinggal suaminya tanpa anak, apakah istri punya hak atas harta warisan dari orang tua suami? Lalu, jika si istri meninggal, apakah mertua berhak mendapat warisan?
Pada dasarnya prinsip pewarisan menurut KUH Perdata adalah hubungan darah dan suami istri yang hidup terlama. Oleh karena itu, yang dapat menjadi ahli waris adalah yang punya hubungan darah dan suami atau istri. Hal ini berdasarkan pada ketentuan Pasal 832 KUH Perdata yang berbunyi:
Menurut undang-undang, yang berhak menjadi ahli waris ialah keluarga sedarah, baik yang sah menurut undang-undang maupun yang di luar perkawinan, dan suami atau istri yang hidup terlama menurut peraturan-peraturan berikut ini.
Sedangkan, yang berhak mewaris menurut hukum Islam berdasarkan Pasal 171 huruf c KHI, yaitu mereka yang:
Dari penjelasan di atas, jelas bahwa hak menantu terhadap warisan mertua adalah tidak ada. Hal ini karena menantu tidak dapat dikategorikan sebagai ahli waris, baik itu menurut KUH Perdata maupun menurut KHI. Selain itu, hal ini pun berlaku kepada mertua bahwa ia tidak memiliki hak untuk mendapatkan warisan dari menantu.
Dengan demikian, dalam hal mertua selaku pewaris telah meninggal dunia dan menantu juga sudah menjanda, maka dilakukan penggantian ahli waris.
Bahwa pada dasarnya yang Berhak Jadi Ahli Waris Jika Sekeluarga Telah Meninggal, terdapat 4 golongan ahli waris menurut KUH Perdata, yaitu:
apabila pewaris meninggalkan ahli waris golongan I, maka golongan ahli waris II, III, dan IV akan tertutup sehingga tidak mendapatkan bagian warisan. Kemudian, apabila tidak ada ahli waris golongan I, baru kemudian golongan II yang akan mewaris, begitupun seterusnya.
Lantas, jika mertua meninggal dunia dan janda (menantu) tersebut tidak mempunyai anak, maka yang akan menjadi ahli waris adalah ahli waris golongan III. Jika ahli waris golongan III tidak ada, maka yang akan menjadi ahli waris adalah golongan IV.
Perlu diketahui bahwa orang yang menggantikan suami janda tersebut mendapatkan hak/bagian dari suami si janda. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 841 KUHPerdata yang berbunyi:
Penggantian memberikan hak kepada orang yang mengganti untuk bertindak sebagai pengganti dalam derajat dan dalam segala hak orang yang digantikannya.
Selanjutnya, Khisni menjelaskan dalam bukunya Hukum Waris Islam (hal. 10) mengenai ahli waris pengganti dalam KHI diatur berdasarkan Pasal 185 KHI yaitu ahli waris pengganti merupakan keturunan dari ahli waris yang disebutkan pada Pasal 174 KHI.
Adapun pengganti ahli waris di antaranya keturunan anak laki-laki dan anak perempuan, keturunan dari saudara laki-laki/perempuan, keturunan dari paman, keturunan dari kakek dan nenek, yaitu bibi dan keturunannya. Perlu diketahui bahwa paman walaupun keturunan kakek dan nenek bukan ahli waris pengganti karena paman sebagai ahli waris langsung yang disebut pada Pasal 174 KHI.
Akan tetapi, jika suami janda tersebut meninggal setelah mertuanya meninggal dunia (pewaris), maka sang suami sempat menjadi ahli waris dari ayahnya. Dalam hal kemudian suami juga meninggal dunia (setelah pewaris), maka menantu bisa mendapat bagian warisan mertuanya, tetapi sebagai ahli waris dari almarhum suaminya.