Terima kasih atas kepercayaan Saudara kepada halo JPN. Adapun jawaban Kami atas pertanyaan Saudara adalah sebagai berikut:
UU Perkawinan mengatur bahwa harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama (Pasal 35 ayat 1 UU Perkawinan).Namun, Kompilasi Hukum Islam (KHI) memperjelas bahwa adanya harta bersama dalam perkawinan tidak menutup kemungkinan adanya harta milik masing-masing suami atau istri (Pasal85KHI). Oleh karenanya, pertanggungjawaban terhadap utang suami atau istri dibebankan pada hartanya masing-masing (Pasal 93 ayat 1 KHI). Akan tetapi, pertangungjawaban terhadap utang yang dilakukan untuk kepentingan keluarga, dibebankan kepada harta bersama (Pasal 93 ayat (2)KHI).Dalam hal harta bersama tidak mencukupi, maka kemudian dibebankan kepada harta suami (Pasal 93 ayat 3 KHI)), baru setelahnya apabila masih tidak mencukupi dibebankan kepada harta istri (Pasal 93 ayat(4) KHI). Terkait dengan poligami, harta bersama dari perkawinan seorang suami yang mempunyai istri lebih dari seorang, masing-masing terpisah dan berdiri sendiri (Pasal 94 ayat 1 KHI) yang perhitungannya dimulai pada saat berlangsungnya akad perkawinan yang kedua, yang ketiga, atau yang keempat (Pasal 94 ayat (2) KHI). Berdasarkan uraian di atas, jika utang yang dimaksud adalah utang pribadi istri kedua, maka pertanggungjawabannya diambil dari harta benda pribadi istri kedua dan bukan harta bersama.
Demikian Kami sampaikan, apabila Saudara masih memiliki pertanyaan lain yang ingin disampaikan, Saudara dapat berkonsultasi secara langsung ke Pos Pelayanan Hukum Kami yang berada di Kantor Pengacara Negara pada Cabang Kejaksaan Negeri Pasaman Barat Di Air Bangis secara gratis.