saya ingin bertanya perihal hak asuh anak yang orang tuanya bercerai , setau saya bagi yang beragama Islam berpatokan pada Pasal 105 KHI. jika suami istri menikah beda agama kemudian mereka bercerai, apakah ada UU yang mengaturnya dan bagaiman proses penyelesaian hak asuh anak ini?
Terima kasih Siti atas pertanyaannya kepada Jaksa Pengacara Negara. Mengenai hal tersebut, telah diatur dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI). Dalam Pasal 149 huruf d, yang isinya adalah salah satu dari hak kewajiban suami isteri yang sudah bercerai wajib memberikan biaya hadanah untuk anak-anaknya yang belum mencapai umur 21 tahun. Dalam Pasal 105 KHI, menyebutkan bahwa hak asuh (hadanah) anak berada diampuan ibu Ketika anak itu belum mencapai usia mumayyiz, sedangkan untuk anak yang sudah mencapai umumr mumayyiz, maka anak diperbolehkan untuk memilih kepada siapa anak itu ikut ataukah kepada ibunya atau ayahnya.
Dalam Pasal 41 huruf a Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 menyebutkan bahwa “Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, pengadilan memberi keputusannya.” Jika ada pasangan berbeda agama yang bercerai keputusan mengenai hak asuh anak akan diselesaikan melalui pengadilan agama. Hakim akan melihat anak lebih dekat ke ayah atau ibunya. Jika anak lebih baik diasuh oleh ayahnya dengan mempertimbangkan keamanan dan tumbuh kembang, maka hak asuh anak akan jatuh ke tangan ayahnya begitupun sebaliknya.
Terkait dengan pendekatan hukum Islam, pada Pasal 105 KHI (Kompilasi Hukum Islam) tertulis bahwa “Pemeliharaan anak yang belum mumayiz atau belum berumur 12 tahun adalah hak ibunya, sedangkan pemeliharaan anak yang sudah mumayiz diserahkan kepada anak untuk memilih antara ayah atau ibunya sebagai pemegang hak pemeliharaan.”
Namun, mengenai pasal diatas terdapat pengecualian, apabila sang ibu murtad dan memeluk agama selain islam, gugurlah hak ibu untuk untuk memelihara anak tersebut. Hal ini tertulis dalam kitab Kifayatul Ahyar Juz II halaman 94 yang berisi “syarat-syarat bagi orang yang melaksanakan tugas hadanah ada 7 macam, yaitu :berakal sehat, merdeka, beragama islam, sederhana, amanah, tinggal di daerah tertentu, dan tidak bersuami baru. Apabila kurang satu di antara syarat-syarat tersebut, gugurlah hak dari tangan ibu.” Hadanah sendiri berarti melayani anak kecil untuk mendidik dan memperbaiki kepribadiannya oleh orang-orang yang berhak mendidik dan usia tertentu yang tidak sanggup melakukannya sendiri.
Karena dalam agama islam sendiri mewajibkan kepada Muslimat untuk mengasuh meskipun telah bercerai. Hal ini juga tertulis dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 210/K/AG/1996 yang mengandung abstraksi hukum bahwa agama merupakan syarat untuk menentukan gugur tidaknya hak seorang ibu atas pemeliharaan dan pengasuhan (Hadanah) terhadap anaknya yang belum mumayyiz.