Selamat pagi Bapak/Ibu JPN, perkenalkan nama saya berlin.
Saya mempunyai kerabat dekat yang sedang menghadapi permasalahan hukum, kiranya Bapak/Ibu JPN berkenan memberikan solusi.
Kerabat dekat saya bernama Sulistiyani memiliki seorang suami dan 2 (dua) orang anak. Suami Sulistiyani sudah 1,5 tahun ini tidak pernah lagi menafkahi isteri dan anak-anaknya, padahal ia bekerja sebagai Wiraswasta (kontraktor) dan tidak sedang dalam kekurangan. Bahkan sejak 6 (enam) bulan lalu suami Sulistiyani juga sudah jarang pulang ke rumah dengan alasan harus mengurus pekerjaan di luar kota, tapi apakah itu benar ataukah tidak isterinya tidak tahu.
Pertanyaannya :
Secara hukum apa yang bisa dilakukan oleh Sulistiyani terhadap suaminya agar mau bertanggung jawab menafkahi isteri dan anak-anaknya ?
Setelah menikah, seorang suami memiliki tanggung jawab terhadap isteri dan anak-anaknya. Salah satu yang harus dipenuhi yakni menafkahi. Nafkah disini meliputi nafkah lahir dan batin. Namun ada kalanya suami mengalami penurunan ekonomi hingga tidak mampu menafkahi isteri dan anak-anaknya. Kondisi seperti inilah yang terkadang memicu perselisihan antara suami dan isteri.
Terhadap permasalahan yang dihadapi oleh Sulistiyani, alangkah baiknya lebih dulu diselesaikan secara kekeluargaan untuk mengetahui penyebabnya apakah karena masalah ekonomi ataukah ada masalah yang lain, hal ini penting demi untuk kebaikan bersama.
Akan tetapi apabila upaya penyelesaian secara kekeluargaan sudah dilakukan dan tidak bisa memperoleh titik temu, maka secara hukum yang bisa dilakukan antara lain adalah mengajukan gugatan nafkah terhadap suami.
Bahwa Pasal 34 ayat (3) UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 16 Tahun 2019 memberikan hak kepada isteri untuk mengajukan gugatan nafkah ke pengadilan jika seorang suami tidak memberi nafkah kepada anak dan isteri yang menjadi kewajibannya, yang berbunyi : “Jika suami atau isteri melalaikan kewajibannya masing-masing dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan”.
Bahwa dari ketentuan tersebut maka apabila suami lalai terkait nafkah yang menjadi kewajibannya, pengadilan berwenang menerima, memeriksa, dan mengadili gugatan tersebut. Bagi yang beragama Islam, gugatan dapat diajukan ke Pengadilan Agama pada domisili/tempat kediaman suami selaku tergugat. Sedangkan bagi yang beragama selain Islam, gugatan diajukan ke Pengadilan Negeri.
Kebanyakan kasus yang terjadi gugatan nafkah menjadi bagian dari gugatan cerai, tetapi sebenarnya gugatan nafkah dapat dilakukan tanpa perlu mengajukan gugatan cerai (Kasusnya pernah diputus oleh Pengadilan Agama Cimahi pada tahun 2003). Gugatan nafkah juga dapat diajukan jika anak butuh biaya sekolah tetapi ayah tidak mau membiayai, padahal ia mampu membiayai. Yang paling penting dalam gugatan nafkah adalah pembuktian. Harus jelas berapa penghasilan suami serta berapa nafkah yang layak diberikan untuk isteri dan anak. Sisi positif dibolehkannya gugatan nafkah adalah utuhnya biduk rumah tangga.