Assalamualaikum,Wr.Wb.Bapak/ibu saya ingin bertanya Apa hukumnya jika mantan istri meminta nafkah, sedangkan mantan istri lah yang menceraikan saya sebagai suaminya dalam keadaan sakit? Apa saja hak istri setelah cerai menurut Islam?
Waalaikumsalam, Wr.Wb untuk membahas pertanyaan Anda, mari simak hak istri setelah menggugat cerai suami melalui paparan berikut ini.
Kategori Pembagian Nafkah Istri Setelah Perceraian:
Kemudian, secara spesifik, Kompilasi Hukum Islam (“KHI”) mengatur bahwa bilamana perkawinan putus karena talak, maka bekas suami wajib:
Namun, bagaimana jika perceraian terjadi karena gugatan dari pihak istri. Penting untuk diketahui bahwa KHI tidak menyebutkan hak istri setelah menggugat cerai suami secara eksplisit. Namun, yang jelas, KHI menyatakan hak istri setelah menceraikan suaminya adalah mendapat nafkah idah dari bekas suaminya, kecuali ia nusyuz.
Menurut KBBI, yang dimaksud dengan nusyuz adalah perbuatan tidak taat dan membangkang seorang istri terhadap suami (tanpa alasan) yang tidak dibenarkan oleh hukum. KHI menerangkan bahwa istri dapat dianggap nusyuz jika ia tidak mau melaksanakan kewajiban utama, yakni berbakti lahir dan batin kepada suaminya di dalam batas-batas yang dibenarkan hukum Islam. Kemudian, bilamana li’an terjadi maka perkawinan itu putus untuk selamanya dan anak yang dikandung dinasabkan kepada ibunya, sedang suaminya terbebas dari kewajiban memberi nafkah.
Arti li’an menurut KBBI adalah sumpah seorang suami dengan tuduhan bahwa istrinya berzina, sebaliknya istrinya juga bersumpah dengan tuduhan bahwa suaminya bohong. Masing-masing mengucapkannya empat kali, sedangkan yang kelima mereka berikrar bersedia mendapat laknat Allah jika berdusta. Akibatnya, suami istri itu bercerai dan haram menikah kembali seumur hidup.
Contoh kasusnya dikabulkannya gugatan hak istri setelah menggugat cerai suami dapat ditemukan pada Putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan Nomor 2615/Pdt.G/2011/PA.JS. Dalam kasus cerai gugat ini, hakim menjatuhkan putusan bahwa mantan suami sebagai tergugat wajib memberikan nafkah kepada mantan istrinya sebagai penggugat. Bentuk hak istri setelah menggugat cerai suami dalam kasus ini, antara :
Hak istri setelah menggugat cerai suami berupa nafkah idah ini dianggap sebagai kewajiban dari mantan suami kepada istri yang telah diceraikan. Hal ini merupakan suatu sikap yang sepatutnya dilakukan oleh suami karena nafkah idah bisa sedikit meringankan beban hidup ketika menjalani masa idah dan bisa menjadi pelipur lara bagi istri yang diceraikan. Hal ini dikonfirmasi pula oleh Mahkamah Agung dalam Lampiran SEMA 3/2018, di mana hak istri setelah menggugat cerai suami dapat berupa nafkah madhiyah, nafkah idah, nafkah mutah, dan nafkah anak sepanjang tidak nusyuz.
Namun, hakim dalam menetapkan nafkah madhiyah, nafkah idah, nafkah mutah, dan nafkah anak, harus mempertimbangkan rasa keadilan dan kepatutan dengan menggali fakta kemampuan ekonomi suami dan fakta kebutuhan dasar hidup istri dan/atau anak
Berdasarkan putusan dan edaran tersebut, tidak tertutup kemungkinan dalam perkara cerai gugat, pihak penggugat (istri) dapat mengajukan hak istri setelah menggugat cerai suami berupa nafkah madhiyah, nafkah idah, nafkah mutah, dan nafkah anak sepanjang tidak nusyuz.
Namun menurut hemat kami, dikabulkannya permohonan hak istri setelah menggugat cerai suami ini sifatnya kasuistik, tergantung alasan dan kondisi-kondisi yang terjadi. Termasuk kemampuan ekonomi suami yang tentu saja terdampak oleh kondisinya yang sakit.
Demikian jawaban dari kami terkait hak istri setelah menggugat cerai suami, semoga bermanfaat.