Bagaimana pembagian harta gono-gini setelah perceraian?
Terimakasih sebelumnya kami ucapkan kepada saudari atas pertanyaan yang diajukan.
Perlu diketahui bahwa istilah harta gono-gini tidak dikenal dalam hukum. Apabila merujuk pada Pasal 35 ayat (1) UU Perkawinan diketahui bahwa harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama.
Dalam praktiknya, harta gono gini dibahas dalam hal terjadi perceraian. Merujuk pada Penjelasan Pasal 35 UU Perkawinan, diterangkan bahwa apabila perkawinan putus, maka harta bersama tersebut diatur menurut hukumnya masing-masing. Adapun yang dimaksud dengan hukumnya masing-masing ialah hukum agama, hukum adat dan hukum-hukum lainnya.
Perlu diketahui terlebih dahulu bahwa UU Perkawinan mengenal dua ragam harta dalam perkawinan, yakni:
Sedangkan mengenai harta gono-gini dalam Islam, dilihat dari asal-usulnya, Sayuti Thalib dalam Hukum Kekeluargaan Indonesia: Berlaku bagi Umat Islam (hal. 83), membedakan harta suami istri menjadi:
Jika merujuk dari penjelasan tersebut di atas, yang termasuk ke dalam harta bersama adalah harta yang diperoleh selama perkawinan, tetapi tidak termasuk harta yang diperoleh masing-masing sebagai harta pribadi, seperti misalnya hadiah dan warisan.
Dengan demikian, dalam hal suami atau istri memperoleh hadiah dan warisan selama perkawinan berlangsung, maka itu bukan termasuk harta bersama, melainkan harta pribadi masing-masing suami atau istri.
Jadi, harta gono-gini atau harta bersama tidak selalu mencakup seluruh harta yang dimiliki selama perkawinan, melainkan hanya terbatas pada harta yang diperoleh atas usaha/pencaharian suami atau istri selama perkawinan, tidak termasuk hadiah atau warisan yang diperoleh masing-masing.
Apabila terjadi perceraian, harta bersama haruslah dibagi antara suami dan istri sebagaimana diatur dalam Pasal 37 UU Perkawinan jo. Putusan MA No. 1448K/Sip/1974 (hal. 31) yang menerangkan ketentuan bahwa: Sejak berlakunya UU Perkawinan tentang perkawinan sebagai hukum positif, bahwa harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama, sehingga pada saat terjadinya perceraian, harta bersama tersebut harus dibagi sama rata antara mantan suami istri.
Dengan demikian, harta gono-gini setelah bercerai wajib dibagi sama rata antara suami istri, baik yang sifatnya piutang maupun utang. Namun demikian, perlu diperhatikan bahwa ketentuan harta gono-gini ini tidak berlaku dalam hal suami dan istri telah memperjanjikan pisah harta dalam sebuah perjanjian perkawinan.
Demikian jawaban dari kami atas permasalahan saudari. Apabila saudari masih merasa bingung ataupun kurang memahami jawaban dari kami, dipersilahkan kepada saudari untuk mendatangi dan berkonsultasi secara langsung dengan tim Jaksa Pengacara Negara pada Kantor Pengacara Negara Kejaksaan Negeri Pasaman Barat yang beralamat di Jalan Soekarno Hatta Nagari Lingkuang Aua Kecamatan Pasaman Kabupaten Pasaman Barat.
Sekian dari kami. Terima kasih.