Bahwa Pemohon membeli mobil dengan mengunakan SK nya dan perjanjian pemohon dengan istri, kalau gaji istri untuk biaya bulanan sedangkan gaji pemohon untuk nyicil mobil. Setelah beberapa bulan kemudian si istri tidak menepati janjinya. Istri malah minta uang belanja bulanan sama si pemohon dan sipemohon pun tidak mau memberi karna perjanjian mereka dari awal bahwa gaji istri lah yang biayai belanja bulanan, karena sipemohon tidak mau memberi akhirnya si istri menggugat cerai si pemohon dan meminta harta yaitu mobil yang mereka beli. Dan sipemohon pun tidak setuju. Apa yang dapat dilakukan oleh Pemohon terhadap permaslahan tersebut?
Jaksa Pengacara Negara (JPN) pada Kejaksaan Negeri Solok Selatan berpendapat bahwa konsekuensi atau akibat hukum perceraian terhadap harta Bersama diatur dalam pasal 37 Undang-Undang nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawanian yang menyatakan “bila perkawinan putus karena perceraian, harta Bersama diatur menurut hukumnya masing-masing” Namun jika perkawinan dilangsungkan di Indonesia untuk menetapkan hukum mana yang berlaku terkait dengan harta Bersama diserahkan pada kesepakatan para pihak yang bercerai. Apabila tidak terdapat kesepakatan maka hakimlah yang dapat mempertimbangkan dengan rasa keadilan yang sewajarnya, sehingga mobil yang merupakan harta benda yang diperoleh saat perkawinan akan menjadi harta Bersama dan wajib dibagi sama rata antara suami istri. Namun perlu diperhatikan bahwa ketentuan harta Bersama tidak berlaku apabila sudah terdapat perjanjian pisah harta.