Sebelumnya perkenalkan nama saya Dinda Rezki Adesmi, saya mau bertanya, mengenai status anak angkat yang beragama islam dalam warisan suatu keluarga itu bagaimana ya tata cara pembagiannya? Apakah anak angkat berhak mendapat warisan dari bapak angkat atau tidak? Terima kasih
Terima kasih telah menggunakan Halo JPN.
Sebelum menjawab pertanyaan saudari dinda, maka terlebih dahulu dijelaskan mengenai hubungan antara anak angkat dengan hukum waris dalam peraturan yang berlaku. Karena anak angkat tersebut beragama islam, maka berlaku ketentuan Kompilasi Hukum Islam. Pengertian anak angkat dijelaskan dalam Pasal 171 huruf h Kompilasi Hukum Islam yang berbunyi “Anak angkat adalah anak yang dalam pemeliharaan untuk hidupnya sehari-hari, biaya pendidikan dan sebagainya beralih tanggung jawabnya dari orang tua asal kepada orang tua angkatnya berdasarkan putusan Pengadilan”.
Kemudian berkenaan dengan hukum waris terhadap suatu anak angkat, maka kita membicarakan tentang ahli waris, wasiat dan wasiat wajibah. Menurut Pasal 171 huruf c Kompilasi Hukum Islam menyatakan bahwa “Ahli waris adalah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris”. Berdasarkan definisi tersebut, maka anak angkat tidak bisa menjadi ahli waris, karena anak angkat tidak mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris.
Namun, anak angkat tetap bisa mendapatkan warisan dari orang tua angkat nya melalui wasiat. Pasal 171 huruf f Kompilasi Hukum Islam menjelaskan bahwa “Wasiat adalah pemberian suatu benda dari pewaris kepada orang lain atau lembaga yang akan berlaku setelah pewaris meninggal dunia”. Tata cara wasiat disebutkan dalam Pasal 195 Kompilasi Hukum Islam, yaitu:
Dan Pasal 196 Kompilasi Hukum Islam menegaskan bahwa “Dalam wasiat baik secara tertulis maupun lisan harus disebutkan dengan tegas dan jelas siapa-siapa atau lembaga apa yang ditunjuk akan menerima harta benda yang diwasiatkan”. Pada ketentuan ini anak angkat dapat ditunjuk untuk menerima wasiat dari pewaris.
Hanya saja, permasalahan wasiat ini kadang kala tidak berjalan sebagaimana mestinya. Hal ini disebabkan karena sering terjadi anak angkat tidak memperoleh harta sedikitpun karena orang tua angkatnya tidak sempat berwasiat atau tidak tahu bahwa anak angkatnya tidak berhak memperoleh warisan (menurut fiqih) namun sebaliknya sebagian orang tua angkat menempuh dengan cara hibah, yang kadang-kadang juga tidak mulus karena sesudah hibah dilakukan terjadi pertengkaran dan ketidakakuran antara anak dengan orang tua angkat tersebut. Oleh sebab itu, untuk kasus yang seperti itu berlaku lah ketentuan wasiat wajibah.
Menurut Irfo Maribunti, Andi Mega, dan M. Rizal Masul dalam artikel nya yang berjudul “Wasiat Wajibah Anak Angkat Menurut Kompilasi Hukum Islam Di Pengadilan Agama Palu Kelas I A”, Wasiat Wajibah adalah suatu wasiat yang diperuntukkan kepada ahli waris atau kerabat yang tidak memperoleh bagian harta warisan dari orang yang wafat, karena adanya suatu halangan syara’. Pasal 209 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam menjelaskan bahwa “Terhadap anak angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta warisan orang tua angkatnya”.
Selain hukum waris yang diatur dalam Kompilasi Hukum Islam, kita juga dapat melihat ketentuan mengenai hukum waris pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atau Burgerlijk Wetboek. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak disebutkan secara jelas mengenai istilah anak angkat dan hukum waris, akan tetapi diatur mengenai wasiat atau testamen pada Pasal 875 KUH Perdata yaitu “Surat wasiat atau testamen adalah sebuah akta berisi pernyataan seseorang tentang apa yang dikehendakinya terjadi setelah ia meninggal, yang dapat dicabut kembali olehnya”.
Wasiat atau testamen dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atau bisa disebut KUH Perdata, dapat berupa pengangkatan waris (Erfstelling) atau hibah wasiat (Legaat). Pengangkatan waris atau erfstelling diatur dalam Pasal 954 KUH Perdata yang berbunyi “Wasiat pengangkatan ahli waris ialah suatu wasiat, di mana pewaris memberikan kepada satu orang atau lebih harta benda yang ditinggalkannya pada waktu dia meninggal dunia, baik seluruhnya maupun sebagian, seperti seperdua atau sepertiga”. Sedangkan hibah wasiat atau legaat menurut Pasal 957 KUH Perdata berbunyi “Hibah wasiat ialah suatu penetapan khusus, di mana pewaris memberikan kepada satu atau beberapa orang barang-barang tertentu, atau semua barang-barang dan macam tertentu; misalnya, semua barang-barang bergerak atau barang-barang tetap, atau hak pakai hasil atas sebagian atau semua barangnya”.
Tata cara pembuatan wasiat atau hibah wasiat diatur dalam Pasal 931 KUH Perdata, yang memuat 3 (tiga) cara yaitu:
Namun, sebelum membuat wasiat atau hibah wasiat, harus diperhatikan terlebih dahulu mengenai pembatasan tentang besar kecilnya harta warisan yang akan dibagi-bagikan kepada ahli waris yang disebut dengan Legitime Portie. Pengaturan tentang Legitime Portie diatur dalam Pasal 913-929 KUH Perdata, dan definisi dari Legitime Portie disebutkan dalam Pasal 913 KUH Perdata yaitu “Legitime portie atau bagian warisan menurut undang-undang ialah bagian dan harta benda yang harus diberikan kepada para ahli waris dalam garis lurus menurut undang-undang, yang terhadapnya orang yang meninggal dunia tidak boleh menetapkan sesuatu, baik sebagai hibah antara orang-orang yang masih hidup, maupun sebagai wasiat”.
Jadi kesimpulannya adalah anak angkat tetap bisa mendapatkan warisan dari orang tua angkat nya, apabila: