Saya Aulia Akbar ingin bertanya terkait hak waris. Apakah anak hasil zina berhak mendapat warisan dari orang tuanya? Bagaimana aturan hak waris anak luar nikah di Indonesia?
Sebelum menjawab pertanyaan Anda, sebaiknya kita pahami terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan anak hasil zina atau anak zina. Menurut Irma Devita Purnamasari dalam bukunya Kiat-Kiat Cerdas, Mudah, dan Bijak Memahami Masalah Hukum Waris (hal. 115), anak zina merupakan anak yang lahir dari hasil hubungan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan, saat salah satu atau keduanya masih terikat dalam perkawinan lain.
Sedangkan berdasarkan Pasal 283 KUH Perdata, anak yang dilahirkan karena perzinaan atau penodaan darah (incest, sumbang), tidak boleh diakui tanpa mengurangi ketentuan Pasal 273 KUH Perdata mengenai anak penodaan darah.
Sebagai informasi, pengertian anak zina berbeda dengan anak luar kawin. Disarikan dari Pengertian Anak Sah dan Anak Luar Kawin, anak luar kawin bisa dikategorikan sebagai anak sah sepanjang diakui oleh orang tuanya. Pasal 272 KUH Perdata menguraikan bahwa:
Anak di luar kawin, kecuali yang dilahirkan dari perzinaan atau penodaan darah, disahkan oleh perkawinan yang menyusul dari bapak dan ibu mereka, bila sebelum melakukan perkawinan mereka telah melakukan pengakuan secara sah terhadap anak itu, atau bila pengakuan itu terjadi dalam akta perkawinannya sendiri.
Dari pasal di atas, dapat disimpulkan bahwa anak luar kawin menurut pengaturan KUH Perdata adalah anak yang dilahirkan di luar perkawinan kedua orang tua. Dalam hal ini, kedua orang tuanya tidak ada yang terikat dengan pernikahan dengan orang lain. Sedangkan anak zina adalah anak yang lahir dari hasil hubungan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan, saat salah satu atau keduanya masih terikat dalam perkawinan lain yang sah.
Jaminan Nafkah Anak Zina dalam KUH Perdata
Dalam konteks hak waris, KUH Perdata memberikan 3 penggolongan terhadap anak-anak, yaitu:
Berdasarkan ketentuan dalam KUH Perdata, anak zina tidak mendapat warisan dari orang tuanya. Akan tetapi, anak zina tetap mendapatkan nafkah seperlunya dari orang tuanya, sebagaimana diatur dalam Pasal 867 KUH Perdata sebagai berikut:
Ketentuan-ketentuan tersebut di atas tidak berlaku bagi anak-anak yang lahir dan perzinaan atau penodaan darah. Undang-undang hanya memberikan nafkah seperlunya kepada mereka.
Adapun dalam Pasal 869 KUH Perdata diatur bila bapaknya atau ibunya sewaktu hidup telah memberikan jaminan nafkah seperlunya untuk anak yang lahir dan perzinaan atau penodaan darah, maka anak itu tidak mempunya hak lebih lanjut dalam menuntut warisan dari bapak atau ibunya.
Hak Waris Anak yang Lahir di Luar Perkawinan dalam UU Perkawinan
Pada dasarnya jika merujuk pada ketentuan dalam UU Perkawinan dan perubahannya, tidak dibedakan mengenai anak zina dan anak luar kawin. Yang diatur dalam Pasal 43 ayat (1) UU Perkawinan hanyalah anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya.
Jika dapat dibuktikan bahwa memang orang tersebut adalah ayahnya, anak tersebut dapat mewaris dari si ayah biologis. Akan tetapi perlu diingat ketentuan dalam Pasal 285 KUH Perdata, bahwa apabila terjadi pengakuan dari ayah biologisnya, sehingga timbul hubungan hukum antara si ayah dengan anak luar kawinnya tersebut, pengakuan anak luar kawin tersebut tidak boleh merugikan pihak istri dan anak-anak kandung dalam hal pewarisan.