Supported by PT. Telkom Indonesia
Sabtu, 23 Nov 2024
Quality | Integrity | No Fees
2024-02-15 09:10:52
Pernikahan dan Perceraian
PERNIKAHAN

Selamat pagi Bapak/Ibu JPN, perkenalkan nama saya saudari Wina Fadhila Tsany, Saya seorang mahasiswi. 

Saya mempunyai kerabat dekat yang sedang menghadapi permasalahan hukum, kiranya Bapak/Ibu JPN berkenan memberikan solusi. 

Saya mempunyai kerabat dekat yang menikah resmi, keduanya beragama islam. Namun tiba-tiba si suami pergi meninggalkan rumah tanpa kejelasan sampai sekarang. Hal ini sudah terjadi bertahun-tahun bahkan anaknya saat ini sudah berusia 18 tahun dan anak tersebut dibesarkan oleh si ibunya saja. Kemudian beberapa bulan ini, si ibu ingin menikah lagi dengan pria lain. Yang ingin saya tanyakan : 

  1. Bagaimana status pernikahan kedua orangtua si anak tersebut, Apakah berarti saat ini keduanya dianggap telah bercerai?
  2. Selama ini si istri dan anak tersebut tinggal di rumah si suami yang tidak diketahui keberadaannya. Rencananya tanah dan rumah akan diatasnamakan si anak seluruhnya sebelum ibunya menikah lagi, apakah hal ini bisa dilakukan? Bagaimana dengan keluarga suami seandainya nanti ada yang meminta bagian?

Sebelumnya kami ucapkan Terima kasih.

Dijawab tanggal 2024-02-21 08:06:17+07

Terima kasih atas kepercayaan Saudara kepada layanan halo JPN. Adapun jawaban Kami atas pertanyaan Saudara adalah sebagai berikut :

 

Jawaban Point.1.

Bahwa merujuk Pasal 39 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 sebagaimana diubah dengan UU No. 16 Tahun 2019 tentang Perubahan UU No. 1 Tahun 1974 yang berbunyi : ”perceraian hanya dapat dilakukan didepan sidang pengadilan, setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak”, maka perkawinan tetap dianggap ada sebelum diajukan permohonan putusnya perkawinan ke Pengadilan Agama bagi yang beragama Islam atau ke Pengadilan Negeri bagi yang beragama lain.

Bahwa putusnya perkawinan (perceraian) dapat terjadi karena alasan-alasan sebagaimana diatur dalam Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam, yaitu : 

  1. Salah satu pihak berbuat zina atai menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;
  2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya;
  3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 9lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;
  4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain;
  5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak menjalankan kewajiban sebagai suami/isteri; dan 
  6. Antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkatan dan tidak ada harapan akan hidup rukum lagi dalam rumah tangga.

Selain alasan-alasan tersebut diatas, dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 116  ditambahkan alasan-alasan perceraian lainnya yaitu : 

  1. Suami melanggar taklik talak;
  2. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidakrukunan dalam rumah tangga.

Bahwa dari ketentuan diatas maka yang daoat dijadikan alasan putusnya perkawinan dalam kasus kerabat anda ini bisa menggunakan alasan pasa point. b, yakni salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya. Selain alasan itu, dapat pula menggunakan alasan pada point. g yaitu suami melanggar taklik talak. 

Bahwa dengan demikian, perkawinan kerabat anda tidak secara otomatis putus hanya karena alasan suami pergi tanpa pamit isteri atau ditinggal suami tanpa kabar. Agar hubungan perkawinan dapat putusa, diperlukan upaya pemutusan perkawinan melalui gugatan perceraian dengan alasan-alasan di atas, salah satunya alasan suami pergi tanpa kabar selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa alasan yang jelas. 

 

Jawaban Point.2

Berdasarkan ketentuan Pasal 830 KUHPerdata, “pewarisan hanya dapat terjadi atau berlangsung apabila adanya kematian”. Dalam kasus yang dialami oleh kerabat anda ini si suami tidak diketahui keberadaannya dan pihak keluarga tidak bisa memastikan apakah si suami masih hidup ataukah sudah meninggal, sehingga untuk dapat dilakukan pembagian harta yang ditinggalkan suami harus lebih dulu dimintakan penetapan pengadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 467 KUHPerdata bahwa, “Apabila seseorang meninggalkan tempat tinggalnya tanpa memberi kuasa untuk mewakili urusan-urusannya, dan telah lampau 5 (lima) tahun sejak kepergiannya atau sejak diperoleh berita terakhir yang membuktikan bahwa ia masih hidup, sedangkan dalam 5 (lima) tahun itu tidak pernah ada tanda-tanda tentang hidupnya atau matinya, maka orang yang dalam keadaan tidak hadir itu, atas permohonan pihak-pihak yang berkepentingan dan dengan izin Pengadilan Negeri di tempat tinggal yang ditinggalkannya, boleh dipanggil untuk menghadap pengadilan itu dengan panggilan umum yang berlaku selama jangka waktu 3 (tiga) bulan atau lebih dengan 3 kali panggilan. Kemudian berdasarkan Pasal 468 KUHPerdata, jika orang tersebut atau orang lain yang cukup menjadi petunjuk tentang adanya orang itu tidak menghadap, maka Pengadilan Negeri boleh menyatakan adanya dugaan hukum bahwa orang itu telah meninggal terhitung sejak hari ia meninggalkan tempat tinggalnya atau sejak hari berita terakhir mengenai hidupnya”

Bahwa dari ketentuan diatas maka apabila dalam kasus ini telah lewat waktu 5 (lima) tahun sejak terakhir si suami pergi atau terakhir didapat berita kejelasan tentang keadaan suami, maka pengadilan bisa menetapkan secara hukum bahwa suami itu telah meninggal dunia, terhitung sejak hari ia meninggalkan tempat tinggalnya atau sejak hari berita terakhir mengenai hidupnya. Apabila si suami tidak mengangkat seorang kuasa untuk mengurus kepentingannya, maka keluarga yang berkepentingan bisa langsung mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk mendapatkan kepastian meninggalnya si suami oleh hakim dalam bentuk Penetapan Pengadilan. Apabila si suami beragama Islam maka yang berwenang mengeluarkan Penetapan apakah yang bersangkutan masih hidup atau sudah meninggal dunia agar jelas hukum kewarisan dan harta warisannya adalah Pengadilan Agama sebagaimana diatur dalam Pasal 49 UU Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. 

Penetapan Pengadilan dapat diperoleh melalui persidangan perkara permohonan. Untuk dapat mengajukan permohonan penetapan akta kematian, maka hanya orang yang mempunyai legal standing yang dapat mengajukan. Pemohon harus subjek hukum perseorangan yang merupakan ahli waris terdekat dari orang (alm) yang dimintakan akta kematiannya. Apabila permohonan dikabulkan, Pemohon dapat membawa legalisir salinan penetapan ke Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil untuk mengajukan penerbitan akta kematian.

Dengan adanya penetapan pengadilan, maka ahli waris dari orang yang diduga telah meninggal dunia tersebut berhak atas harta peninggalannya sebagaimana diatur dalam Pasal 472 KUHPerdata.

Selanjutnya tentang adanya keluarga pihak suami yang menuntut pembagian harta warisan maka sesuai ketentuan dalam KUHPerdata maupun UU Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama bahwa keluarga dari pihak suami termasuk sebagai ahli waris dalam Golongan II yang mencakup orang tua yakni ayah-ibu, dan saudara atau keturunannya. Ahli waris golongan II ini baru akan mewaris apabila ahli waris golongan I (suami/isteri yang hidup terlama dan anak/keturunannya) tidak ada. 

Demikian Kami sampaikan, apabila Saudara masih memiliki pertanyaan lain yang ingin disampaikan, Saudara dapat berkonsultasi secara langsung ke Pos Pelayanan Hukum Kami yang berada di Kantor Pengacara Negara pada Kejaksaan Negeri Yogyakarta secara Gratis.

Demikian Jawaban Kami Semoga Bermanfaat.

Jika anda kurang puas dengan jawaban ini, silakan berkonsultasi lebih lanjut dengan Jaksa Pengacara Negara pada
KN. YOGYAKARTA
Alamat : Jl.Sukonandi No.6 Kota Yogyakarta
Kontak : 88239331016

Cari

Terbaru

Hutang Piutang
pembatalan lelang

halo selamat siang kejaksaan sengeti

Pernikahan dan Perceraian
NAFKAH ANAK

Halo Bapak/Ibu. Perkenalkan nama saya

Pertanahan
Jual Beli Tanah dan Bangunan

Halo Bapak/Ibu, perkenalkan saya Iwan

Pernikahan dan Perceraian
perceraian

Min ijin bertanya, mengenai nafkah ba

Hubungi kami

Email us to [email protected]

Alamat

Jl. Sultan Hasanuddin No.1 Kebayoran Baru Jakarta Selatan - Indonesia
© 2024 Kejaksaan Republik Indonesia.