Saya mempunyai Saudara Sepupu perempuan yang tinggal di Sungai Penuh dan telah menikah dengan Laki-laki selama 1 (satu) tahun, dan setelah menikah selama 6 (enam) bulan kemudian sudah 1 (satu) tahun terakhir ini pergi bekerja di Pekanbaru namun tidak pernah ada kabar dan tidak pernah memberikan nafkah lahir bathin kepada Saudara Sepupu saya yang merupakan istrinya,
Bagaimana hukumnya apabila seorang suami meninggalkan istri tanpa kabar berita dan tanpa nafkah lahir batin? Langkah hukum apa yang bisa diambil?
Kami Tim Halo JPN pada Kejaksaan Negeri Sungai Penuh mengucapkan terima kasih kepada Sdri. EZI FRONIKA PUTRI yang telah bertanya melalui HALO JPN di Kantor Pengacara Negara Kejaksaan Negeri Sungai Penuh, atas pertanyaan tersebut kami akan menjawab sebagai berikut :
Suami adalah seorang kepala rumah tangga yang memiliki kewajiban melindungi istri dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup rumah tangga sesuai kemampuannya termasuk memberikan tempat tinggal dan segala biaya terkait menafkahi istri.
Selain itu, suami selaku orang tua juga memiliki kewajiban terhadap anak yaitu memelihara dan mendidik anak sebaik-baiknya termasuk memberikan biaya pendidikan dan perawatan bagi anak yang berlaku terus sampai dengan si anak menikah atau mandiri, bahkan jika keadaan perkawinan suami dan istri putus sekalipun.
Perbuatan suami yang meninggalkan istri dan anak tanpa kabar berita dan nafkah lahir batin merupakan suatu pelanggaran atas kewajiban suami terhadap istri dan melanggar kewajiban suami sebagai orang tua terhadap anak berdasarkan UU Perkawinan dan KHI (ketentuan KHI akan berlaku apabila suami beragama Islam).
Lebih lanjut, tindakan suami tersebut juga tergolong tindakan menelantarkan istri dan anak berdasarkan Pasal 9 Undang-undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam rumah tangga yang berbunyi :
Langkah Hukum Yang Dapat Diambil
Dengan bukti adanya tindakan suami yang menelantarkan istri dan anak yang diperkuat dengan bukti-bukti yang cukup seperti saksi-saksi, maka istri dapat melaporkan sang suami kepada kepolisian setempat atas dugaan tindak pidana penelantaran. Adapun berdasarkan Pasal 49 UU Penghapusan KDRT yang berbunyi :
apabila suami dinyatakan bersalah dengan suatu putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, maka suami dapat dipidana dengan penjara paling lama tiga tahun atau denda paling banyak Rp. 15.000.000,-
Lebih lanjut, tindakan penelantaran suami tersebut juga dapat menjadi alasan perceraian apabila telah berlangsung setidaknya 1 (satu) tahun berturut-turut tanpa izin dan tanpa alasan yang sah. Dengan demikian, istri dapat mengajukan suatu gugatan perceraian terhadap suami ke Pengadilan Agama setempat apabila diinginkan, dengan mempertimbangkan kepentingan anak dan/atau kepastian status hukum istri.