saya mempunyai sodara perempuan yang sudah menikah, saat ini rumah tangga sodara saya sedang dalam proses perceraian dan selama pernikahan tersebut berlangsung sodara perempuan saya sering mendapat kado / hadiah berupa perhiasan dari suaminya tersebut, pertanyaan saya apakah hadiah perkawinan dapat digolongkan sebagai harta bersama ? apakah suami sodara saya berhak meminta kembali hadiah berupa perhiasan tersebut ?
Sebelum menjawab pertanyaan Saudara, penting untuk memahami konsep harta bersama dalam hukum perkawinan. Pada dasarnya, harta bersama adalah istilah hukum yang digunakan untuk menggambarkan harta atau aset yang diperoleh oleh suami dan istri selama pernikahan. Harta bersama pada umumnya termasuk gaji, properti, investasi, serta harta yang diperoleh selama masa pernikahan. Namun, tidak semua harta yang dimiliki setelah menikah otomatis menjadi harta bersama, sebagai contoh aset yang dimiliki oleh salah satu pasangan sebelum menikah tidak dapat dikategorikan sebagai harta bersama.
Selanjutnya, Pasal 35 ayat (1) UU Perkawinan menyatakan bahwa harta bersama adalah harta yang diperoleh oleh suami dan istri selama perkawinan. Berdasarkan praktik kami, hal ini mencakup pendapatan yang diperoleh selama perkawinan, serta harta yang diperoleh sebagai hasil dari pendapatan tersebut.
Ketentuan harta bersama juga tertuang dalam Pasal 36 ayat (1) UU Perkawinan, yaitu mengenai harta bersama, suami atau istri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak.
Konsep mengenai harta bersama yang diatur dalam Pasal 35 ayat (1) dan Pasal 36 ayat (1) UU Perkawinan dijelaskan lebih lanjut berdasarkan penfsiran berikut ini:
Pendapatan selama perkawinan, yaitu mencakup gaji, penghasilan, dan pendapatan lain yang diperoleh oleh suami atau istri selama masa perkawinan. Pendapatan ini dianggap sebagai harta bersama dan akan dibagi antara suami dan istri jika pernikahan berakhir, baik karena perceraian atau kematian.
Harta yang diperoleh dari pendapatan bersama, yaitu jika salah satu pasangan menggunakan pendapatan bersama untuk membeli atau mengakuisisi aset tertentu, aset tersebut juga dianggap sebagai harta bersama. Ini mencakup properti, investasi, atau barang apa pun yang dibeli dengan uang yang diperoleh selama perkawinan.
Harta yang diperoleh bersama, yaitu harta yang diperoleh oleh suami dan istri bersama-sama selama perkawinan. Contoh ini mencakup properti yang dibeli atas nama keduanya atau investasi yang dimiliki bersama.
Lantas, apakah hadiah perkawinan merupakan harta bersama? Berikut ulasannya.
Menurut Pasal 35 ayat (2) UU Perkawinan, harta bawaan dari masing-masing suami dan istri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan, adalah di bawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain. Artinya, hadiah perkawinan yang diterima oleh suami atau istri selama perkawinan adalah harta pribadi penerima hadiah. Lalu, hadiah perkawinan yang diterima oleh pasangan suami dan istri tidak termasuk dalam harta bersama, kecuali ada kesepakatan dari pasangan suami dan istri.
Lebih lanjut, dalam UU Perkawinan terdapat prinsip-prinsip mengenai hadiah perkawinan, sebagai berikut:
Undang-undang menyatakan bahwa hadiah perkawinan yang diterima oleh salah satu suami atau istri selama perkawinan dianggap sebagai harta pribadi penerima.Artinya, hadiah tersebut tetap menjadi milik pribadi penerima dan bukan menjadi bagian dari harta bersama.
2. Keabsahan Bukti
Berdasarkan praktik kami, penting untuk memastikan bahwa terdapat bukti keaslian dan penerimaan hadiah perkawinan. Hal ini dapat berupa bukti tertulis, seperti kuitansi atau surat hadiah, yang menunjukkan bahwa hadiah tersebut diterima oleh pasangan tertentu dalam konteks pernikahan.
3. Kesepakatan Tertulis
Jika suami dan istri menginginkan hadiah perkawinan dianggap sebagai harta bersama, maka mereka dapat membuat kesepakatan tertulis yang mengatur hal ini.
4. Perjanjian Perkawinan (Prenuptial Agreement)
Pasangan yang akan menikah dapat membuat perjanjian perkawinan (prenuptial agreement) untuk mengatur status harta perkawinan,dalam hal ini termasuk pula hadiah perkawinan. Dalam perjanjian kawin, berdasarkan praktik kami pasangan suami istri juga dapat menentukan bagaimana status harta yang diperoleh selama perkawinan (harta bersama) menjadi harta masing-masing salah satu pasangan selama pernikahan, serta bagaimana status harta perkawinan jika perkawinan berakhir.
Dengan demikian, dapat kami simpulkan bahwa UU Perkawinan dan perubahannya memberikan fleksibilitas dalam penentuan kepemilikan status hadiah perkawinan. Hadiah perkawinan secara yuridis merupakan harta pribadi penerima hadiah, tetapi pasangan suami istri dapat mengatur status hadiah perkawinan dengan membuat kesepakatan tertulis atau perjanjian perkawinan. Hal ini memungkinkan suami dan istri untuk mengontrol harta perkawinan sesuai dengan keinginan dan kebutuhan mereka, selama hal tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan.