Bahwa saudara sepupu perempuan saya berpacaran dengan lelaki yang telah bercerai secara agama, dan belum dilakukan pengurusan cerai ke pengadilan, kemudian pacarnya tersebut hendak melamar dan menikahi saudara sepupu perempuan saya, keduanya juga merupakan seorang muslim, apakah pernikahan tersebut dapat diberlangsungkan? Bagaimana hukumnya?
Bahwa untuk menjawab permasalahan hukum tersebut kami selaku Jaksa Pengacara Negara mengacu pada aturan perundang-undangan yang berlaku, yakni :
Bahwa pada dasarnya undang-undang perkawinan menganut asas monogami yakni seorang pria hanya mempunyai satu orang istri begitu juga sebaliknya, berkaitan dengan pokok pertanyaan saudara perlu dipahami terlebih dahulu bahwa perceraian yang sah secara hukum negara dalah perceraian yang dilakukan di sidang pengadilan, sebagaimana ketentuan Pasal 39 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan ang berbunyi berikut :
Perceraian hanya dapat dilakukan didepan Sidang Pengadilan setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak
Mengingat perceraian pacar saudara sepupu perempuan anda hanyalah perceraian secara agama, maka secara hukum negara perceraian tersebut belum resmi terjadi.
Selanjutnya berkaitan dengan status pacar saudara anda yang belum resmi bercerai, mengacu pada Pasal 9 UU Nomor 1 Tahun 1974 dikatakan bahwa dalam hal Seseorang masih terikat dalam tali perkawinan maka terhadapnya tidak dapat kawin lagi, kecuali dalam hal-hal yang dimaksudkan dalam Pasal 3 ayat (2) dan Pasal 4 Undang-Undang ini. yakni diantaranya :
Pasal 3 ayat (2)
Pengadilan, dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan
Pasal 4
Sehingga jika pacar saudara sepupu anda hendak melakukan perkawinan dengan saudara sepupu perempuan anda, maka terlebih dahulu lelaki tersebut harus mengajukan perceraian di muka sidang pengadilan dan mendapatkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang menyatakan perceraian telah resmi terjadi, hal demikian sejalan dengan ketentuan dalam Pasal 115 KHI yang menegaskan bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama setelah Pengadilan Agama tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.
Bahwa jika lelaki tersebut tidak mengajukan perceraian di muka sidang pengadilan maka pada dasarnya lelaki tersebut masih berstatus suami orang lain dan tidak boleh dilakukan perkawinan tanpa adanya persetujuan dari isteri yang belum diceraikannya secara resmi di pengadilan.
Selanjutnya, dalam Pasal 34 PP Nomor 9 Tahun 1975 sahnya suatu perceraian bagi mereka yang beragama islam dianggap terjadi apabila :
Kemudian berkaitan dengan pasal di atas, apabila saudara sepupu perempuan anda menerima lamaran dari lelaki tersebut padahal diketahui belum bercerai secara resmi di pengadilan, atau belum mendapat persetujuan isteri untuk menikah, maka resikonya ialah dapat dilakukan pembatalan perkawinan, sebagaimana diatur dalam ketentuan UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
Pasal 22
Perkawinan dapat dibatalkan, apabila para pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan
Pasal 23 huruf b
yang dapat mengajukan pembatalan perkwinan yaitu suami atau isteri
Pasal 24
Barang siapa karena perkawinan masih terikat dirinya dengan salah satu dari kedua belah pihak dan atas dasar adanya perkawinan dapat mengajukan pembatalan perkawinan yang baru, dengan tidak mengurangi ketentuan Pasal 3 ayat (2) dan Pasal 4 Undang-Undang ini