Adek saya menikah saat masih SMA tanpa restu orang tua. Dia menikah di tempat yang kami tidak ketahui. Sekarang adek saya menyadari kekeliruannya, lalu apakah sah pernikahan adek saya itu, mengingat masih di usia sekolah?
Halo Vannia,
Terimakasih atas kepercayaan Saudara kepada layanan halo JPN. Adapun jawaban Kami atas pertanyaan Saudara adalah sebagai berikut:
Ketentuan Pasal 1 UU Perkawinan mengartikan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Hukum perkawinan bagi yang beragama Islam diatur dalam Kompilasi Hukum Islam atau KHI. Adapun perkawinan menurut Pasal 4 KHI dikatakan sah, apabila dilakukan menurut hukum Islam sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan.
Jadi, sah atau tidaknya perkawinan adalah tergantung pada hukum masing-masing agama dan kepercayaan dari kedua mempelai.
Agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam, setiap perkawinan harus dicatat oleh pegawai pencatat nikah, serta harus dilangsungkan di hadapan dan di bawah pengawasannya.
Perkawinan yang dilakukan di luar pengawasan pegawai pencatat nikah tidak mempunyai kekuatan hukum.Sebab perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan akta nikah yang dibuat oleh pegawai pencatat nikah, tapi jika tidak memilikinya, perkawinan dapat diajukan itsbat nikahnya ke Pengadilan Agama.
Rukun Perkawinan Islam yang harus dipenuhi yaitu:
Wali nikah di sini merupakan rukun yang harus dipenuhi calon mempelai wanita yang bertindak untuk menikahkannya. Yang bertindak sebagai wali nikah ialah seorang laki-laki yang memenuhi syarat hukum Islam yakni muslim, aqil, dan baligh.
Wali nikah terdiri dari wali nasab dan wali hakim. Wali nasab terdiri dari 4 kelompok berurutan sesuai erat tidaknya susunan kekerabatan dengan calon mempelai wanita:
Wali hakim hanya dapat bertindak jika wali nasab tidak ada atau tidak mungkin dihadirkan atau tidak diketahui tempat tinggalnya atau gaib atau adlal atau enggan. Jika walinya adlal atau enggan, wali hakim baru dapat bertindak sebagai wali nikah setelah ada putusan Pengadilan Agama tentang wali tersebut.
Menyambung pertanyaan Anda, khusus bagi calon mempelai yang berumur di bawah 21 tahun, harus mendapatkan izin dari kedua orang tua. Dengan kata lain, menikah tanpa restu orang tua tidaklah diperbolehkan. Jika salah seorang dari kedua orang tua telah meninggal dunia atau tidak mampu untuk menyatakan kehendak, maka izin diperoleh dari orang tua yang masih hidup/mampu menyatakan kehendaknya.
Apabila kedua orang tua telah meninggal dunia atau tidak mampu menyatakan kehendaknya, izin dimintakan kepada wali, orang yang memelihara atau keluarga yang punya hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke atas selama mereka masih hidup dan dapat menyatakan kehendaknya.
Kemudian jika ada perbedaan pendapat soal izin perkawinan tersebut, pengadilan dapat memberikan izin setelah sebelumnya mendengarkan lebih dahulu keterangan dari orang-orang yang berhak memberi izin tersebut.
Di sisi lain, perkawinan hanya diizinkan jika pria dan wanita sudah mencapai umur 19 tahun. Jika terjadi penyimpangan umur, orang tua pihak pria dan/atau orang tua pihak wanita dapat meminta dispensasi kepada pengadilan dengan alasan sangat mendesak disertai bukti-bukti pendukung yang cukup, dan wajib mendengarkan pendapat kedua calon mempelai.
Sebelumnya dalam pertanyaan Anda menggunakan istilah ‘restu’. Sebenarnya, istilah ‘restu’ ini tidak dapat kita temukan dalam peraturan perundang-undangan, melainkan lebih tepatnya menggunakan istilah ‘izin’.
Antara istilah ‘restu’ dan ‘izin’ pada dasarnya memiliki arti yang berbeda. Menurut KBBI, kata ‘restu' salah satunya berarti berkat atau doa. Sedangkan ‘izin’ berarti pernyataan mengabulkan (tidak melarang dan sebagainya); persetujuan membolehkan.
Meski berbeda, kami akan asumsikan ‘restu’ yang Anda maksud sebagai izin atau persetujuan membolehkan, dalam konteks persetujuan untuk menikah.
Sebagaimana telah dijelaskan di atas, untuk calon mempelai pria yang berumur di atas 21 tahun tidak membutuhkan wali nikah. Dengan demikian, saat menikah tanpa restu orang tua pun, pernikahannya secara hukum tetap sah. Jadi, tanpa restu dari Anda, pernikahan anak laki-laki Anda yang berumur di atas 21 tahun tetap sah.
Namun jika perkawinan tersebut tidak dicatatkan kepada pegawai pencatat nikah, maka perkawinannya tidak memiliki kekuatan hukum. Artinya perkawinan dianggap oleh negara tidak terjadi, sebab tidak dapat dibuktikan dengan akta nikah.
Tetapi patut dicermati, jika umur anak laki-laki Anda di bawah 21 tahun, maka tetap harus membutuhkan izin dari Anda. Serta jika umurnya di bawah 19 tahun, Anda harus memintakan dispensasi perkawinan. Apabila tidak dipenuhi, perkawinan dianggap tidak sah.
Berbeda dengan calon mempelai pria, pihak calon mempelai wanita membutuhkan wali nikah sebagai rukun perkawinan Islam. Jika tidak dipenuhi, pernikahan tidak akan sah.
Jadi, meskipun anak perempuan Anda telah berumur di atas 21 tahun, ia tetap membutuhkan wali nikah, yaitu wali nasab seperti yang sudah dijelaskan. Apalagi jika masih berumur di bawah 21 tahun, maka harus mendapatkan izin dari Anda terlebih dahulu. Serta jika belum berumur 19 tahun, Anda seharusnya memohonkan dispensasi perkawinan.
Dalam hal ketentuan tersebut tidak dipenuhi, perkawinan dianggap tidak sah. Dengan kata lain, menikah tanpa restu orang tua pihak wanita adalah tidak dapat dilakukan. Selanjutnya misalkan anak perempuan Anda telah berumur di atas 21 tahun dan sudah menghadirkan wali nikah, namun perkawinan tidak dicatatkan kepada pegawai pencatat nikah, maka perkawinannya tidak memiliki kekuatan hukum.
Demikian Kami sampaikan, apabila Saudara masih memiliki pertanyaan yang ingin disampaikan, Saudara dapat berkonsultasi secara langsung ke Pos Pelayanan Hukum Kami yang berada di Kantor Pengacara Negara pada Kejaksaan Negeri Barito Kuala secara gratis.