Assalammualaikum wr. wb. Saya ingin bertanya Pasal 99 KHI menyatakan bahwa anak sah adalah anak yang dilahirkan dalam perkawinan yang sah. Perkawinan yang sah di sini apakah sah secara agama saja atau juga harus sah menurut negara?
Waalaikumsalam Wr, Wb.
Mengacu pada pertanyaan Anda, diasumsikan bahwa subjek/orang dalam pertanyaan tersebut menganut agama Islam. Dalam Pasal 99 KHI (Kompilasi Hukum Islam) disebutkan bahwa “Anak yang sah adalah :
Merujuk pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan berbunyi “Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”
Kriteria perkawinan sah dapat dilihat dalam Pasal 2 Ayat (1) UU Perkawinan:
“Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu”
Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam muatan Pasal 2 UU Perkawinan, keabsahan perkawinan ditekankan pada hukum menurut masing-masing agama dan perkawinan tersebut harus tercatat agar terjamin ketertiban perkawinan dalam masyarakat.
Rukun dan syarat perkawinan secara agama bagi orang Islam kemudian diatur dalam Pasal 14 s.d. Pasal 29 KHI. Selain itu, calon mempelai pria wajib membayar mahar kepada calon mempelai wanita yang jumlah, bentuk dan jenisnya disepakati oleh kedua belah pihak.
Adapun keharusan pencatatan perkawinan lebih merujuk pada perlindungan hukum terhadap hubungan keperdataan yang timbul setelah pernikahan. Dengan tercatat menurut peraturan perundang-undangan maka perkawinan tersebut mempunyai kekuatan hukum. Jika perkawinan tidak tercatat maka perkawinan, termasuk anak yang lahir dari perkawinan tersebut, tidak akan mendapat perlindungan hukum dan jaminan hak dan kewajibannya secara maksimal.
Di sisi lain, Hilman Hadikusuma dalam bukunya Hukum Perkawinan Indonesia Menurut Perundangan, Hukum Adat, Hukum Agama (hal. 127), menyatakan bahwa meskipun perkawinan belum tercatat, namun anak yang lahir dari perkawinan yang sah secara agama tetap dianggap sebagai anak yang sah secara keagamaan karena dilahirkan dari akad nikah yang sah.
Demikian jawaban dari kami semoga bermanfaat.