Keluarga kami ada yang ingin merencanakan pernikahan, tapi kedua belah pihak ingin membuat kesepakatan perjanjian pranikah, tapi mereka bingung karena calon istri dan suami tidak memiliki harta seperti rumah, kendaraan, dll. Apakah perlu perjanjian pranikah?
Perjanjian Pranikah Secara Hukum
Aturan mengenai pembuatan perjanjian pranikah dimuat dalam KUH Perdata dan UU Perkawinan. Pasal 139 KUH Perdata menerangkan bahwa para calon suami istri dengan perjanjian perkawinan dapat menyimpang dari peraturan undang-undang mengenai harta bersama, asalkan hal itu tidak bertentangan dengan tata susila yang baik, tata tertib umum, dan sejumlah ketentuan yang berlaku.
Perjanjian Pranikah juga diatur dalam Pasal 29 Ayat 1 Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang berbunyi Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan,kedua pihak atas persetujuan bersama dapat mengadakan perjanjian tertulis yang disahkan oleh Pegawai pencatat perkawinan, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut adapun mengenai isi perjanjian pranikah bebas sesuai kesepakatan bersama dari calon suami dan calon istri jadi tidak ada kekhususan yang mengatur mengenai harta saja, ini sebagaimana diatur dalam Pasal 29 Ayat 2 Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang berbunyi Perjanjian tersebut tidak dapat disahkan bilamana melanggar batas-batas hukum, agama dan kesusilaan Jika telah dilakukan perjanjian praniikah yang telah dibuat tanpa adanya perjanjian pisah harta, dikemudian hari dan ingin merubah perjanjian dapat dilakukan sepanjang ada persetujuan dari kedua belah pihak asal tidak merugikan pihak ketiga sebagaimana yang diatur dalam asal 29 Ayat 4 Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang berbunyi Selama perkawinan berlangsung perjanjian tersebut tidak dapat dirubah, kecuali bila dari kedua belah pihak ada persetujuan untuk merubah dan perubahan tidak merugikan pihak ketiga
Menurut kami ada hal penting yang perlu dipahami sebelum kamu membuat Perjanjian Pisah Harta, yaitu:
Peraturan mengenai harta bersama yang dapat dikesampingkan itu sebagaimana diterangkan Pasal 35 Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang meliputi dua hal. Pertama, harta bersama atau harta benda yang diperoleh selama perkawinan. Kedua, harta bawaan dari masing-masing suami dan istri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah di bawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain (dalam sebuah perjanjian).
Terkait kapan perjanjian pranikah dapat dibuat, ketentuan dalam UU Perkawinan menerangkan bahwa pembuatan perjanjian pranikah dapat dilaksanakan pada waktu pernikahan atau sebelum pernikahan, dan perjanjian tersebut mulai berlaku saat perkawinan dilangsungkan.
Kemudian, penting pula untuk diketahui bahwa perjanjian pranikah merupakan pilihan opsional, tidak wajib dibuat jika tidak diinginkan. Namun, tanpa ada perjanjian pranikah, sebagaimana diterangkan Pasal 146 KUH Perdata, hasil-hasil dan pendapatan istri masuk dalam penguasaan suaminya.