Supported by PT. Telkom Indonesia
Sabtu, 23 Nov 2024
Quality | Integrity | No Fees
2024-03-27 12:59:42
Hukum Waris
WARISAN ANAK

Saya rizky, mau tanya. Saya memiliki anak angkat, sudah 10 tahun saya membesarkan dia namun saya tidak memasukkan dia ke dalam KK saya. Apakah ketika saya meninggal, dia akan mendapatkan hak waris? Terimakasih sebelumnya. 

Dijawab tanggal 2024-03-28 12:08:11+07

Terima kasih atas kepercayaan Saudara kepada layanan halo JPN. Adapun jawaban Kami atas pertanyaan Saudara adalah sebagai berikut :
 

Pada dasarnya yang berhak menjadi ahli waris adalah orang yang mempunyai hubungan darah dengan pewaris serta istri/suami pewaris yang masih hidup ketika pewaris meninggal dunia, hal ini diatur dalam Pasal 832 KUHPerdata yang berbunyi: 

Menurut undang-undang, yang berhak menjadi ahli waris ialah keluarga sedarah, baik yang sah menurut undang-undang maupun yang di luar perkawinan, dan suami atau isteri yang hidup terlama, menurut peraturan-peraturan berikut ini. Bila keluarga sedarah dan suami atau isteri yang hidup terlama tidak ada, maka semua harta peninggalan menjadi milik negara, yang wajib melunasi utang-utang orang yang meninggal tersebut, sejauh harga harta peninggalan mencukupi untuk itu. 

Berdasarkan ketentuan pasal tersebut, apabila dimasukkan dalam kategori, maka yang berhak mewaris ada empat golongan besar, yaitu: 

1. Golongan I: suami/isteri yang hidup terlama dan anak/keturunanya 

2. Golongan II: orang tua dan saudara kandung pewaris 

3. Golongan III: keluarga dalam garis lurus ke atas sesudah bapak dan ibu pewaris, contohnya kakek dan nenek pewaris baik dari pihak ibu maupun bapak 

4. Golongan IV: paman dan bibi pewaris baik dari pihak bapak maupun dari pihak ibu, keturunan paman dan bibi sampai derajat keenam dihitung dari pewaris, saudara dari kakek dan nenek beserta keturunannya, sampai derajat keenam dihitung dari pewaris. 

Golongan ahli waris ini menunjukkan siapa ahli waris yang lebih didahulukan berdasarkan urutannya. Artinya, ahli waris golongan II tidak bisa mewarisi harta peninggalan pewaris dalam hal ahli waris golongan I masih ada. Lalu bagaimana dengan anak angkat? Karena prinsip dari pewarisan adalah adanya hubungan darah, maka apakah secara hukum anak angkat (yang bukan keturunan langsung dari pewaris) tidak berhak mendapatkan warisan dari pewaris? Status hukum anak angkat seringkali kurang mendapat perlindungan terutama ketika orang tua angkat itu meninggal dunia, dimana seorang anak angkat yang seharusnya mempunyai kedudukan yang sah sebagai anak dalam perkawinan orang tua angkatnya menjadi terabaikan hak-haknya termasuk hak warisnya.

Dalam hal waris, baik hukum adat, hukum Islam maupun hukum barat, memiliki ketentuan mengenai hak waris. Dibawah ini merupakan sistem hukum waris yang berlaku di Indonesia :

 1. Hukum Adat Bila menggunakan lembaga adat, penentuan waris bagi anak angkat tergantung kepada hukum adat yang berlaku. Bagi keluarga yang parental, Jawa misalnya, pengangkatan anak tidak otomatis memutuskan tali keluarga antara anak itu dengan orang tua kandungnya. Oleh karenanya, selain mendapatkan hak waris dari orang tua angkatnya, dia juga tetap berhak atas waris dari orang tua kandungnya. Namun, warisan yang diperoleh anak angkat dari orang tua angkatnya tersebut terbatas pada harta peninggalan selain barang-barang pusaka. Berbeda dengan di Bali pengangkatan anak merupakan kewajiban hukum yang melepaskan anak tersebut dari keluarga asalnya ke dalam keluarga angkatnya. Anak tersebut menjadi anak kandung dari yang mengangkatnya, sehingga dalam kewarisan mendapat harta warisan hanya dari orang tua angkatnya. Berbeda pula dengan di Sulawesi Selatan, anak angkat masih ada hubungan waris dengan orang tua kandung dan keluarganya, dan ia tidak berhak sebagai ahli waris dari orang tua angkat dan keluarganya, namun ia bisa diberi hibah atau wasiat. 

2. Hukum Islam Dalam hukum Islam, pengangkatan anak tidak membawa akibat hukum dalam hal hubungan darah, hubungan wali mewali dan hubungan waris mewaris dengan orang tua kandungnya dan anak tersebut tetap memakai nama dari ayah kandung. Oleh karena itu, anak angkat tidak menjadi ahli waris orang tua angkat. Namun, anak angkat boleh mendapat harta dari orang tua angkatnya melalui wasiat. Besarnya wasiat ini pula ditentukan tidak boleh melebihi 1/3 harta warisan. 

3. Hukum Barat KUHPerdata tidak terdapat istilah mengenai anak adopsi atau anak angkat, maka mengenai pengangkatan anak menurut Hukum Perdata mengacu kepada ketentuan Staatblaad tahun 1917 Nomor 129, khusus Pasal 5 – Pasal 15. Staatblaad ini menjadi pelengkap dari KUHPerdata untuk melengkapi kekosongan hukum yang mengatur mengenai masalah pengangkatan anak. Aturan tersebut menjadi acuan bagi pengangkatan anak bagi masyarakat yang tunduk maupun menundukkan diri pada KUHPerdata (BW). Stb. 1917 No. 129 mengatur tentang pengangkatan anak bagi orang-orang Tionghoa yang selain memungkinkan pengangkatan anak oleh yang terikat perkawinan, juga bagi yang pernah terikat perkawinan (duda atau janda). Stb. 1917 No. 129 mengatur bahwa pengangkatan anak hanya dimungkinkan untuk anak laki-laki (namun, yurisprudensi putusan PN Istimewa Jakarta tertanggal 29 Mei 1963 telah membolehkan mengangkat anak perempuan) dan hanya dapat dilakukan dengan Akta Notaris.

Cara perolehan harta warisan dalam sistem KUHPerdata ada dua macam, yakni: 

(1) perolehan harta waris karena memiliki ikatan keluarga sedarah dengan pewaris maupun memiliki ikatan perkawinan dengan pewaris atau disebut ahli waris menurut undang-undang (ab intestato); dan (2) perolehan harta waris karena berdasarkan wasiat (testamentair), sesuai ketentuan Pasal 875 KUHPerdata. 

Melihat dari ketentuan di atas, maka salah satu cara agar anak angkat dimungkinkan untuk memperoleh warisan adalah melalui wasiat. Hal ini dikarenakan anak angkat bukan termasuk golongan ahli waris menurut undang-undang (ab intestato) berdasarkan ketentuan Pasal 832 KUHPerdata. 

Perolehan waris oleh anak angkat yang dilakukan secara wasiat ini adalah cara yang paling ideal, karena sejalan dengan sistem hukum Islam maupun sitem hukum adat pada beberapa suku tertentu. Perolehan secara wasiat ini pula menurut Penulisan akan melindungi ahli waris sesungguhnya/ ahli waris ab intestato karena KUHPerdata mengatur mengenai batasan-batasan dalam pembuatan wasiat, salah satunya adalah legitieme portie. 

Demikian Kami sampaikan, apabila Saudara masih memiliki pertanyaan lain yang ingin disampaikan, Saudara dapat berkonsultasi secara langsung ke Pos Pelayanan Hukum Kami yang berada di Kantor Pengacara Negara pada Cabang Kejaksaan Negeri Solok di Alahan Panjang secara Gratis.

Demikian Jawaban Kami Semoga Bermanfaat.

Jika anda kurang puas dengan jawaban ini, silakan berkonsultasi lebih lanjut dengan Jaksa Pengacara Negara pada
CABANG KN. SOLOK DI ALAHAN PANJANG
Alamat : Jalan Imam Bonjol No. 210 Kec. Lembah Gumanti Kab. Solok Provinsi Sumatera Barat
Kontak : 81113007017

Cari

Terbaru

Hutang Piutang
pembatalan lelang

halo selamat siang kejaksaan sengeti

Pernikahan dan Perceraian
NAFKAH ANAK

Halo Bapak/Ibu. Perkenalkan nama saya

Pertanahan
Jual Beli Tanah dan Bangunan

Halo Bapak/Ibu, perkenalkan saya Iwan

Pernikahan dan Perceraian
perceraian

Min ijin bertanya, mengenai nafkah ba

Hubungi kami

Email us to [email protected]

Alamat

Jl. Sultan Hasanuddin No.1 Kebayoran Baru Jakarta Selatan - Indonesia
© 2024 Kejaksaan Republik Indonesia.