Saya mau bertanya, pada kasus pernikahan siri dan sudah memiliki keturunan, apakah kita bisa menuntut tanggung jawab sepenuhnya dari suami dalam kasus pernikahan siri apabila suami tidak memenuhi janjinya sesuai yang tertuang di dalam surat perjanjian? Apakah kita bisa melaporkan suami ke Pihak yang berwajib atas tindakan suami yang tidak bisa melaksanakan tanggung jawabnya?
Dengan kondisi terdapat SURAT PERJANJIAN BERMATERAI yang berisikan kesepakatan kedua belah pihak (Suami dan Istri) untuk melakukan pernikahan siri dan dalam surat tersebut juga tercantum bahwa pihak suami berjanji akan memenuhi nafkah lahir bagi keturunannya sampai anak tersebut menyelesaikan pendidikannya. Surat perjanjian tersebut dibuat atas dasar keputusan bersama dan tanpa paksaan dari pihak manapun, terdapat saksi dalam pembuatan surat perjanjian tersebut serta dibuat sebelum dilakukannya pernikahan siri.
Terima kasih atas kepercayaan saudara menggunakan layanan Halo JPN.
Terkait pertanyaan saudara, pertama-tama harus dipahami terkait perjanjian.
Syarat sah suatu perjanjian diatur di dalam Pasal 1320 KUH Perdata yakni :
Selanjutnya, terkait mengenai Perjanjian Pranikah diatur di dalam Pasal 29 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bahwa Pada waktu atau sebelum pernikahan dilangsungkan kedua belah pihak atas persetujuan bersama dapat mengadakan perjanjian tertulis yang disahkan oleh pegawai pencatatan pernikahan, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut.
Perjanjian pranikah dalam Islam diatur dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) khususnya pada pasal 45 KHI masuk kategori taklik talak. Bahwa calon mempelai dapat mengadakan perjanjian perkawinan dalam bentuk taklik talak dan perjanjian lain yang tidak bertentangan dengan hukum Islam.
Calon pasangan yang ingin membuat perjanjian pranikah, harus memahami bahwa perjanjian perkawinan ini harus disahkan oleh notaris. Kemudian, perjanjian pranikah pun harus melalui proses pencatatan atau pengesahan oleh pegawai KUA (Kantor Urusan Agama) dan catatan sipil. Perubahan isi perjanjian pranikah hanya bisa dilakukan atas persetujuan kedua belah pihak.
Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bahwa Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masingmasing agamanya dan kepercayaannya itu. Lebih lanjut pada ayat 2 bahwa Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Perjanjian pranikah yang dibuat tersebut sebelum dilangsungkannya pernikahan siri. Sedangkan pernikahan siri merupakan perkawinan yang sah menurut agama dan harus dicatat, sehingga agar pernikahan siri yang dilakukan diakui oleh negara haruslah dicatat terlebih dahulu, namun apabila tidak dicatatkan maka dapat dilakukan permohonan isbat nikah di pengadilan agama.
Dari kasus yang saudara uraikan, surat perjanjian bermaterai yang dibuat oleh para pihak tidak dilakukan dihadapan notaris sehingga surat perjanjian pranikah tersebut merupakan surat perjanjian dibawah tangan.
Suatu perjanjian dapat dilakukan secara tertulis maupun tidak tertulis. Terkait surat perjanjian dibawah tangan, nilai kekuatan pembuktiannya tidak sama nilainya dengan surat perjanjian yang dibuat dihadapan notaris. Isi perjanjian pranikah dapat berupa hak dan kewajiban suami istri, harta dan utang suami istri, anak atau keturunan, serta hal-hal yang menyangkut kepentingan istri dan kepentingan suami. Dalam proses pembuatan perjanjian pranikah, harus dilakukan secara terbuka, objektif, dan penuh kerelaan. Bahwa perjanjian yang telah dibuat berlaku mengikat bagi masing-masing pihak (Pacta Sunt Servanda). Jika dikaitkan dengan hukum positif maka kekuatan mengikat dari suatu perjanjian sama derajatnya dengan mengikatnya sebuah undang-undang.
Bahwa permasalahan yang saudara uraikan terdapat perjanjian pranikah berupa pihak suami berjanji akan memenuhi nafkah lahir bagi keturunannya sampai anak tersebut menyelesaikan pendidikannya, namun apabila suami tidak memenuhi janjinya sesuai yang tertuang di dalam surat perjanjian, maka pihak suami dinyatakan telah melakukan ingkar janji atas suatu prestasi (wanprestasi). Pihak yang melakukan wanprestasi dapat diajukan gugatan perdata melalui pengadilan negeri.
Terkait apakah dapat melaporkan suami ke pihak yang berwajib dalam hal ini pihak kepolisian apabila tidak memenuhi tanggungjawabnya, dapat kami jelaskan sebagai berikut :
Bahwa yang menjadi objek perjanjian pranikah tersebut mengenai pemberian nafkah kepada anak sampai anak tersebut menyelesaikan pendidikannya. Secara undang-undang, memberikan nafkah bagi anak adalah kewajiban ayah atau tugas seorang ayah yang wajib dilakukan. Dan hal tersebut sejalan dengan isi dari surat perjanjian yang dibuat bahwa suami yang bertanggungjawab memberikan nafkah kepada anak tersebut.
Adapun seorang ayah yang tidak memenuhi kewajiban memberikan nafkah pada anaknya atau melakukan penelantaran terhadap anak dapat dipidana. Seorang anak dikatakan terlantar apabila anak tersebut tidak terpenuhi kebutuhan dasarnya dengan wajar, baik secara rohani, jasmani, maupun sosial. Anak yang ditelantarkan bukan disebabkan oleh ketidakhadiran orang tua, melainkan hak yang seharusnya dimiliki oleh anak tidak terpenuhi karena suatu alasan dari kedua orang tua. Sehingga suami dapat dilaporkan ke pihak yang berwajib apabila melakukan penelantaran.
Namun terkait ayah yang tidak memenuhi kewajibannya untuk memberikan nafkah sebagaimana yang diperjanjikan merupakan ranah perdata (wanprestasi) haruslah diketahui terlebih dahulu alasan ayah tidak dapat melaksanakan tanggungjawab tersebut sebelum dilaporkan ke pihak yang berwajib.
Demikian jawaban dari kami terkait pertanyaan saudara. Semoga bermanfaat.