Bahwa 2 tahun yang lalu saya menikah dengan suami saya secara adat tapi tidak menikah secara agama dan pernikahan tersebut saya mempunyai seorang anak. terkait hal tersebut maka pernikahan yang saya lakukan apakah sah menurut hukum ? bagaimana anak yang dilahirkan secara pernikahan adat menurut hukum ?
Bahwa berdasarkan permasalahan yang telah diungkap dalam Halo JPN, penanya tidak menguraikan secara lengkap yaitu pertama terkait dengan agama dari yang melakukan perkawinan tersebut, kedua terkait dengan proses perkawinan adat yang seperti apa, atas dasar tersebut maka dapat dijawab dengan dasar sebagai berikut :
I. jawaban pertanyaan pertama
Bahwa hukum perkawinan indonesia diatur didalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan (Undang-Undang tentang Perkawinan). Undang-Undang tersebut berlaku secara "unifikasi" yang memiliki arti bahwa undang-undang tersebut berlaku secara nasional. konsekuensi hukum terhadap hal tersebut adalah masyarakat indonesia serta yang lainnya harus menggunakan undang-undang tersebut dalam hal melaksanakan perkawinan.
bahwa didalam ketentuan umum didalam penjelasan umum nomor 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 menyebutkan bahwa :
Dewasa ini berlaku berbagai hukum perkawinan bagi berbagai golongan warganegara
dan berbagai daerah seperti berikut :
a. bagi orang-orang Indonesia Asli yang beragama Islam berlaku hukum agama yang telah diresiplir dalam Hukum Adat;
b. bagi orang-orang Indonesia Asli lainnya berlaku Hukum Adat;
c. bagi orang-orang Indonesia Asli yang beragama Kristen berlaku Huwelijksordonnantie Christen Indonesia (S. 1933 Nomor 74);
d. bagi orang Timur Asing Cina dan warganegara Indonesia keturunan Cina berlaku ketentuan-ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Perdata dengan sedikit perubahan;
e. bagi orang-orang Timur Asing lain-lainnya dan warganegara Indonesia keturunan Timur Asing lainnya tersebut berlaku hukum Adat mereka;
f. bagi orang-orang Eropa dan Warganegara Indonesia keturunan Eropa dan yang disamakan dengan mereka berlaku Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
bahwa terhadap sahnya perkawinan menurut Undang-Undang Perkawinan diatur didalam Pasal 2 ayat (1) yang meneyebutkan bahwa Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masingmasing agamanya dan kepercayaannya itu.
kemudian didalam Ketentuan Peralihan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyebutkan bahwa Untuk perkawinan dan segala sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan yang terjadi sebelum Undang-undang ini berlaku yang dijalankan menurut peraturan-peraturan lama, adalah sah.
Bahwa berdasarkan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 memiliki keterkaitan yaitu terkait dengan tolak ukur sahnya dari suatu perkawinan. apabila perkawinan tersebut dilakukan sebelum Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 di sahkan maka pengaturan mengenai sahnya perkawinan dapat diberlakukan hukum berdasarkan hukum adat. akantetapi apabila perkawinan tersebut dilakukan setelah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 di sahkan maka pengaturan mengenai sahnya perkawinan merujuk pada Pasal 2 ayat (1) yang meneyebutkan bahwa Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masingmasing agamanya dan kepercayaannya itu.
II. Jawaban pertanyaan kedua
bahwa terhadap kedudukan anak diatur didalam Pasal 42 dan Pasal 43 Undang-Undang tentang Perkawinan.
Pasal 42
Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah.
Pasal 43
(1) Anak yang dilahirkan diluar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya.
(2) Kedudukan anak tersebut ayat (1) diatas selanjutnya akan diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Terhadap Pasal 43 terdapat uji materiil yaitu putusan MK Nomor: 46/PUU-VIII/2010 tertanggal 17 Februari 2012, dalam putusan MK menyebutkan bahwa anak yang dilahirkan di luar pernikahan tidak hanya memiliki hubungan perdata dengan ibu, tetapi juga dengan ayah biologisnya. Dengan putusan ini, maka sang ayah pun juga harus ikut bertanggung jawab atas kesejahteraan anak itu.
bahwa berdasarkan Pasal 42 dan Pasal 43 Undang-Undang tentang Perkawinan maka apabila anak yang sah didasarkan pada perkawinan yang sah yaitu dilakukan berdasarkan ketentuan dalam Pasal 2 Undang-Undang tentang perkawinan, dan apabila Anak yang dilahirkan diluar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta ayah biologisnya.