Bagaimanakah prosedur dan tata cara melakukan pembatalan perkawinan oleh Jaksa, apakah Jaksa sebagai penggugat di pengadilan agama / pengadilan negeri? Dan perkawinan yang bagaimanakah yang dapat dimintakan pembatalan perkawinan
Selamat sore #sobatHaloJPN ! Terima kasih atas pertanyaan saudara yang telah diajukan kepada kami.
Bahwa Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 mengatur tentang Perkawinan, termasuk di dalamnya mengenai Pembatalan Perkawinan. Berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat 1 UU Perkawinan, maka bagi Warga Negara Indonesia yang beragama Islam yang hendak melaksanakan perkawinan harus memenuhi ketentuan-ketentuan tentang perkawinan yang telah diatur dalam hukum perkawinan Islam. Demikian juga bagi Warga Negara Indonesia yang beragama selain Islam yang hendak melaksanakan perkawinan, maka yang menjadi dasar pelaksanaan perkawinan adalah ketentuan-ketentuan tentang perkawinan yang telah diatur menurut hukum agama dan kepercayaannya masing-masing.
Dalam pasal 22 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dikatakan bahwa perkawinan dapat dibatalkan, apabila para pihak tidak memenuhi syarat untuk melangsungkan perkawinan. Dengan kata lain dapat dikatakan, bahwa jika syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tidak terpenuhi maka perkawinan tersebut dapat dibatalkan. Batalnya suatu per kawinan atau perkawinan dapat dikatakan batal dimulai setelah keputusan Pengadilan mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan berlaku sejak saat berlangsungnya perkawinan sebagaimana dinyatakan dalam pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974.
Adapun alasan-alasan yang dapat diajukan untuk pembatalan perkawinan dalam pasal 26 dan 27 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 yaitu sebagai berikut :
1. Perkawinan yang dilangsungkan di hadapan pegawai pencatat perkawinan yang tidak berwenang;
2. Wali nikah yang melakukan perkawinan itu tidak sah;
3. Perkawinan dilangsungkan tanpa dihadiri oleh 2 (dua) orang saksi;
4. Perkawinan dilangsungkan di bawah ancaman yang melanggar hukum;
5. Ketika perkawinan berlangsung terjadi salah sangka mengenai diri suami atau istri;
Selanjutnya dalam Pasal 26 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 disebutkan pembatalan perkawinan dapat dimintakan oleh para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dari suami atau istri, jaksa dan suami atau istri. Dalam hal ini tentunya Jaksa bertindak sebagai Jaksa Pengacara Negara, bukan sebagaimana peran Jaksa dalam perkara pidana. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan, Kejaksaan mempunyai kewenangan dalam bidang perdata dan tata usaha negara. Lebih lanjut tentang pelaksanaan kewenangan Kejaksaan dalam membatalkan perkawinan diatur oleh Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : PER-025/A/JA/11/2015 yaitu :
1. Jaksa Pengacara Negara mengajukan permohonan pembatalan perkawinan dalam hal terjadi perkawinan yang dilangsungkan dimuka Pegawai Pencatat Perkawinan yang tidak berwenang, wali nikah yang tidak sah atau dilangsungkan tanpa dihadiri oleh 2 (dua) orang saksi.
2. Permohonan Pembatalan Perkawinan diajukan ke Pengadilan Agama atau Pengadilan Negeri di wilayah hukum dimana perkawinan dilangsungkan atau tempat tinggal kedua suami istri atau tempat tinggal suami/istri.
3. Tata cara pengajuan permohonan pembatalan perkawinan dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum acara yang berlaku.
Peraturan Pemerintah RI Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyebutkan Tata cara pengajuan permohonan pembatalan perkawinan dilakukan sesuai dengan tata cara pengajuan gugatan perceraian.