Saya mempunyai saudara sepupu yang bertempat tinggal di Kota Jambi dan telah nikah siri dengan seorang laki-laki selama 5 Tahun, didalam pernikahan siri tersebut saudara sepupu saya dibelikan rumah untuk tinggal bersama. Di tahun ke-6 akhirnya saudara sepupu saya dan laki-laki tersebut menikah secara resmi di salah satu KUA di Kota Jambi. dan pernikahan resmi tersebut berjalan selama satu tahun hingga kemudian mereka bercerai. Apakah rumah yang dibelikan untuk saudara sepupu saya bisa menjadi Harta Bersama ?
Dalam masyarakat nikah siri sering diartikan dengan:
Kami mengasumsikan bahwa pasangan dan perkawinannya tunduk pada hukum Islam. Oleh karenanya, kami akan merujuk pada UU Perkawinan dan perubahannya, serta KHI. Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama. Harta bawaan dari masing-masing suami dan istri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan, adalah di bawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain. Selanjutnya, KHI menambahkan bahwa harta bersama adalah harta kekayaan dalam perkawinan atau syirkah, yaitu harta yang diperoleh baik sendiri-sendiri atau bersama suami istri selama dalam ikatan perkawinan berlangsung, tanpa mempersoalkan terdaftar atas nama siapapun.
Pasal 2 UU Perkawinan menekankan bahwa perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu dan tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat yang beragama Islam, setiap perkawinan harus dicatat oleh Pegawai Pencatat Nikah. Untuk mewujudkan hal tersebut, maka setiap perkawinan harus dilangsungkan di hadapan dan di bawah pengawasan Pegawai Pencatat Nikah. Perkawinan yang dilakukan di luar pengawasan Pegawai Pencatat Nikah tidak mempunyai kekuatan hukum.
Perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan akta nikah yang dibuat oleh Pegawai Pencatat Nikah. Meskipun nikah siri tidak dilarang secara implisit dalam agama, namun pernikahan ini tidak mempunyai kekuatan hukum. Dalam nikah siri tidak ada pencatatan menurut peraturan perundang-undangan yang mana tidak dapat diterbitkan akta nikah. Ketiadaan akta nikah inilah yang menyebabkan anak maupun istri dari perkawinan siri tidak memiliki status hukum di hadapan negara. Adapun salah satu akibat hukumnya adalah tidak adanya pengakuan dan perlindungan hukum atas hak-hak istri dan anak-anak hasil dari perkawinan siri, begitu pula untuk harta bersama. Dalam hukum, tidak dikenal harta bersama nikah siri. Begitu juga untuk melakukan gugatan cerai, tidak ada lembaga negara yang bisa menanganinya dan memberi perlindungan atas hak-hak anak dan istri.
Berdasarkan uraian di atas, bahwa perkawinan siri tidak diakui secara hukum, maka rumah yang diperoleh dalam perkawinan siri tersebut tidak termasuk harta bersama yang dimaksud dalam peraturan perundang-undangan, karena secara hukum tidak pernah ada perkawinan di antara pasangan. Kami asumsikan, setelah pasangan tersebut melangsungkan pernikahan di KUA, maka perkawinan tersebut menjadi sah secara hukum. Sehingga, menurut hemat kami, harta bersama baru timbul setelah ikatan perkawinan yang dicatatkan ini yaitu di tahun ke-8 dan seterusnya. Terhadap rumah yang Anda maksud, berarti adalah harta bawaan sang pemilik dan bukan harta bersama, sehingga ketika terjadi perceraian, maka secara hukum rumah tidak diperhitungkan dalam pembagian harta bersama.