Supported by PT. Telkom Indonesia
Sabtu, 23 Nov 2024
Quality | Integrity | No Fees
2023-04-04 09:12:45
Hukum Waris
DAPATKAH AHLI WARIS MENOLAK WARISAN UTANG DARI ORANG TUANYA

Sebagai informasi pewaris dan seluruh ahli waris tidak beragama Islam.
Seorang ayah meninggal, dan meninggalkan surat wasiat pembagian harta dan utang piutang kepada anak-anak dan istrinya. Anak pertamanya menolak warisan harta dan warisan utang dengan membuat surat pelepasan hak waris. 
Apakah ahli waris yang lain harus membayar utang tersebut? Kemudian, apakah harta atas nama sang ayah saja yang dipakai untuk membayar hutang? Atau harta istri dan anak-anak lainnya bisa diambil? 

Dijawab tanggal 2023-04-04 09:55:25+07

Halo Akhmad Fauzi,
Terimakasih atas kepercayaan Saudara kepada layanan halo JPN. Adapun jawaban Kami atas pertanyaan Saudara adalah sebagai berikut:

Kami sampaikan bahwa Saudara menyebutkan keluarga tidak beragama Islam. Oleh karena itu, kami akan menjawab pertanyaan berdasarkan KUH Perdata.

Mengenai anak yang melepaskan hak warisnya, pada dasarnya, menurut hukum perdata, seseorang dapat menerima maupun menolak warisan yang jatuh kepadanya. Hal ini diatur dalam Pasal 1045 KUH Perdata yang menerangkan bahwa tiada seorang pun diwajibkan untuk menerima warisan yang jatuh ke tangannya.
Berdasarkan Pasal 1057 KUH Perdata, untuk menolak warisan, orang yang menolak harus melakukan penolakan secara tegas dengan memberikan pernyataan yang dibuat di kepaniteraan Pengadilan Negeri yang dalam daerah hukumnya warisan itu terbuka.
Jika anak pertama melepaskan hak warisnya, maka ia tidak menerima warisan si pewaris, baik harta maupun utangnya. Dengan demikian, anak pertama tersebut tidak dapat dibebankan atas utang si pewaris dan tidak dapat dituntut karena melepaskan hak waris. 

Mengenai menolak Warisan Utang pewaris harus ditanggung oleh para ahli waris yang menerima warisan. Hal ini diatur dalam Pasal 1100 KUH Perdata yang berbunyi:
Para ahli waris yang telah bersedia menerima warisan, harus ikut memikul pembayaran utang, hibah wasiat dan beban-beban lain, seimbang dengan apa yang diterima masing-masing dari warisan itu.
Misalnya A, B, dan C mendapatkan 20%, 30%, dan 50% dari warisan pewaris, maka A, B, dan C harus membayar utang pewaris dengan perbandingan 20%, 30% dan 50%.
Untuk itu ada yang dinamakan “hak berpikir”. J. Satrio dalam dalam Hukum Waris (hal. 313), menjelaskan bahwa karena seorang ahli waris demi hukum memperoleh semua hak dan kewajiban si pewaris, maka ada konsekuensi yang tidak adil terhadap seseorang, sebab suatu warisan tidak selalu mempunyai saldo yang positif. Pasalnya, tidak tertutup kemungkinan jumlah utang pewaris melebihi aktiva pewaris.

Oleh karena itu ada yang dinamakan “hak berpikir” yang diatur dalam Pasal 1023 KUH Perdata:
Barangsiapa memperoleh hak atas suatu warisan dan sekiranya ingin menyelidiki keadaan harta peninggalan itu, agar dapat mempertimbangkan yang terbaik bagi kepentingan mereka, apakah menerima secara murni, ataukah menerima dengan hak istimewa untuk merinci harta peninggalan itu, ataukah menolaknya, mempunyai hak untuk berpikir, dan harus memberikan pernyataan mengenai hal itu pada kepaniteraan Pengadilan Negeri yang dalam daerah hukumnya warisan itu terbuka; pernyataan itu harus didaftarkan dalam daftar yang disediakan untuk itu.

Dalam hal ini, jika seseorang menerima warisan secara murni, ia bertanggung jawab atas seluruh utang pewaris. Sedangkan jika ia menerima dengan hak istimewa (ahli waris beneficiair), ia hanya harus menanggung utang pewaris, sebesar jumlah aktiva yang diterimanya.

J. Satrio (hal. 316) kemudian menjelaskan bahwa ada sarjana yang berpendapat bahwa para ahli waris beneficiair adalah debitur untuk seluruh utang-utang warisan, hanya saja tanggung jawabnya terbatas hanya sampai sebesar aktiva harta warisan saja. Lebih lanjut, J. Satrio mengutip Martens, menerangkan bahwa para ahli waris beneficiair dapat dikatakan sebagai debitur warisan, tetapi tidak untuk seluruh utang-utang warisan.

Sehubungan dengan itu, ada sejumlah akibat dari hak istimewa ini yang diatur dalam Pasal 1032 KUH Perdata:

  1. bahwa ahli waris itu tidak wajib membayar utang-utang dan beban-beban harta peninggalan itu lebih daripada jumlah harga barang-barang yang termasuk warisan itu, dan bahkan bahwa ia dapat membebaskan diri dari pembayaran itu, dengan menyerahkan semua barang-barang yang termasuk harta peninggalan itu kepada penguasaan para kreditur dan penerima hibah wasiat; dan
  2. bahwa barang-barang para ahli waris sendiri tidak dicampur dengan barang-barang harta peninggalan itu, dan bahwa dia tetap berhak menagih piutang-piutangnya sendiri dari harta peninggalan itu.

Menjawab pertanyaan Anda, jika para ahli waris lain menerima warisan secara murni, maka para ahli waris harus membayar semua utang pewaris. Masing-masing ahli waris harus membayar utang tersebut sebesar bagian warisan yang ia terima (jika menerima ½ bagian warisan, maka ia harus membayar ½ bagian utang pewaris). Ini berarti setiap ahli waris harus membayar utang si pewaris dengan harta mereka sendiri.

Mengenai apakah harta para ahli waris bisa diambil, tentu saja tidak bisa seketika diambil, karena tidak adanya beban jaminan kebendaan yang diletakkan di atas harta pribadi para ahli waris. Akan tetapi, kreditur mempunyai hak untuk menggugat para ahli waris untuk melunasi utang pewaris jika sampai tanggal yang disepakati, utang tersebut tidak juga dibayar.

Namun, jika para ahli waris menerima dengan hak istimewa untuk diadakan perhitungan aktiva dan pasiva warisan, para ahli waris beneficiair tersebut hanya perlu membayar utang pewaris sebesar jumlah warisan yang diterimanya. Dengan demikian, para ahli waris beneficiair ini membayar utang pewaris tersebut menggunakan warisan (aktiva) yang diperolehnya dari pewaris dan hanya sebesar itu saja.

Demikian Kami sampaikan, apabila Saudara masih memiliki pertanyaan yang ingin disampaikan, Saudara dapat berkonsultasi secara langsung ke Pos Pelayanan Hukum Kami yang berada di Kantor Pengacara Negara pada Kejaksaan Negeri Barito Kuala secara gratis.

Jika anda kurang puas dengan jawaban ini, silakan berkonsultasi lebih lanjut dengan Jaksa Pengacara Negara pada
KN. BARITO KUALA
Alamat :
Kontak :

Cari

Terbaru

Hutang Piutang
pembatalan lelang

halo selamat siang kejaksaan sengeti

Pernikahan dan Perceraian
NAFKAH ANAK

Halo Bapak/Ibu. Perkenalkan nama saya

Pertanahan
Jual Beli Tanah dan Bangunan

Halo Bapak/Ibu, perkenalkan saya Iwan

Pernikahan dan Perceraian
perceraian

Min ijin bertanya, mengenai nafkah ba

Hubungi kami

Email us to [email protected]

Alamat

Jl. Sultan Hasanuddin No.1 Kebayoran Baru Jakarta Selatan - Indonesia
© 2024 Kejaksaan Republik Indonesia.