Halo JPN, selamat siang Bapa Ibu, saya izin bertanya mengenai jika pewaris dan ahli waris berbeda agama?
Terima kasih atas kepercayaan Saudara kepada halo JPN. Adapun jawaban Kami atas pertanyaan Saudara adalah sebagai berikut :
Memberikan jawaban kepada Siti Kholisoh bahwa waris adalah segala sesuatu peninggalan yang diturunkan oleh pewaris yang sudah meninggal kepada orang yang menjadi ahli waris sang pewaris.
Pewarisan Beda Agama Menurut Hukum Waris Perdata
Dalam Pasal 830 KUH Perdata dinyatakan:
Pewarisan hanya terjadi karena kematian.
Dalam hal ini bahwa pewarisan baru ada apabila pewaris telah meninggal dunia, maka segala harta peninggalan milik pewaris akan beralih ke ahli waris. Prinsip pewarisan menurut KUH Perdata adalah hubungan darah. Yang berhak untuk menjadi ahli waris ialah para keluarga sedarah, baik sah maupun luar kawin dan si suami atau istri yang hidup terlama, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 832 KUH Perdata.
Sebagaimana dijelaskan dalam Empat Golongan Ahli Waris Menurut KUH Perdata, KUH Perdata membagi ahli waris ke dalam 4 golongan, yaitu:
Golongan I terdiri dari suami atau isteri yang ditinggalkan, anak-anak sah, serta keturunannya.
Golongan II terdiri dari ayah, ibu, dan saudara kandung pewaris.
Golongan III terdiri dari Kakek, nenek, dan keluarga dalam garis lurus ke atas.
Golongan IV terdiri dari saudara dalam garis ke samping, misalnya paman, bibi, saudara sepupu, hingga derajat keenam, dan saudara dari kakek dan nenek beserta keturunannya, sampai derajat keenam.
Pembagian warisan menurut hukum perdata tidak membedakan bagian antara laki-laki dan perempuan. Dalam KUH Perdata tidak diatur mengenai pewarisan beda agama atau larangan bagi ahli waris yang mewarisi harta peninggalan si pewaris apabila di antara pewaris dan ahli waris berbeda agama.
Pewarisan Beda Agama Menurut Hukum Waris Islam
Dalam KHI, hingga saat ini juga tidak terdapat pasal yang secara spesifik melarang pewarisan bagi pewaris dan ahli waris yang memiliki perbedaan agama. Di dalam Pasal 173 KHI hanya menyebutkan dua hal yang menjadi penyebab seseorang tidak dapat mewarisi harta peninggalan milik pewaris, yaitu seseorang yang telah terbukti dipersalahkan membunuh dan memfitnah pewaris.
Tetapi jika melihat dalam hadist Rasulullah SAW yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim yang berbunyi:
Tidaklah berhak seorang muslim mewarisi harta orang kafir, dan tidak berhak pula orang kafir mewarisi harta seorang muslim.
Jika dilihat dari hadist tersebut maka ada larangan untuk saling mewarisi jika pewaris dan ahli waris berbeda agama. Sedangkan ahli waris dalam KHI yaitu orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris.
Namun, Mahkamah Agung telah mengeluarkan suatu yurisprudensi untuk mengatur mengenai ahli waris nonmuslim yaitu dalam Putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor 51/K/AG/1999 dan Nomor 16/K/AG/2010, yang menegaskan bahwa ahli waris beda agama tetap memperoleh harta waris dengan melalui wasiat wajibah dengan perolehan hak waris ahli waris beda agama bagiannya tidak lebih dari 1/3 harta warisan. Sehingga dalam hukum Islam, ahli waris nonmuslim yang berbeda agama dengan pewaris yang beragama Islam tetap mendapatkan haknya sebagai ahli waris melalui wasiat wajibah.
Hukum Waris yang Berlaku Jika Pewaris dan Ahli Waris Beda Agama
Terkait hal ini, sebagaimana dinyatakan dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor 172 K/Sip/1974, apabila terjadi sengketa waris, maka hukum waris yang digunakan adalah hukum pewaris. Sehingga pembagian warisan dalam kasus Anda akan menggunakan hukum waris perdata dan apabila timbul sengketa waris dapat diselesaikan di lingkungan Pengadilan Negeri.