Dijawab tanggal 2023-04-13 10:33:15+07
Terima kasih atas kepercayaan Saudari kepada haloJPN. Adapun jawaban Kami atas pertanyaan Saudari adalah sebagai berikut :
- Sebelumnya, kami dapat jelaskan bahwa pada dasarnya Hukum Waris yang berlaku di Indonesia terdiri atas dua, yakni untuk yang beragama Islam memakai Hukum Islam (KHI) dan untuk yang selain beragama Islam (non) memakai Hukum Perdata (KUHPerdata). Kemudian kami asumsikan bahwa pada permasalahan sdri., bahwa Istri meninggal yang meninggalkan seorang suami dari pernikahan kedua, 2 (dua) orang anak perempuan dari pernikahan pertama, dan 1 (satu) orang anak laki-laki dari pernikahan kedua-nya.
- Bahwa menurut Hukum Perdata, pembagian harta dibagi atas Harta Bawaan dan Harta Bersama, dalam pernikahan kedua Istri (Pewaris), yang diwariskan adalah Harta Bersama yang dihasilkan setelah pernikahan kedua si Istri, dengan Ahli Waris terdiri dari : 2 (dua) anak perempuan dari pernikahan sebelumnya, 1 (satu) anak laki-laki dari pernikahan kedua dan Suami Kedua.
- Bahwa menurut Hukum Islam, dalam kasus Sdri yang digunakan adalah Hukum Perkawinan dan Hukum Waris. Pertama, dalam Hukum Perkawinan Islam, sejak diucapkannya Ijab Qabul yang sah maka melahirkan perikatan di antara para pihak yaitu lahirnya kewajiban bagi suami dan kewajiban bagi istri. Berdasarkan Pasal 80 ayat (4) Kompilasi Hukum Islam (KHI) tentang kewajiban suami dinyatakan bahwa sesuai dengan penghasilannya suami wajib menanggung :(1) Nafkah, kiswah dan tempat kediaman istri; (2) Biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan bagi istri dan anak; (3) Biaya pendidikan bagi anak. Atas kelalaian suami menjalankan kewajiban sebagai suami dan ayah. Dengan asumsi bahwa istri semasa hidup tidak pernah melakukan upaya hukum ke Pengadilan Agama untuk meminta perlindungan atas kelalaiannya menjalankan kewajiban sebagai suami dan ayah dan/atau tidak pernah mengajukan gugatan cerai, maka kondisi tersebut membuat status suami/ayah masih merupakan suami sah dari istri, baik secara agama (Hukum Islam) maupun hukum negara.
- Kedua, terkait dengan Hukum Waris bagi suami. Dalam Hukum Waris Islam setiap muslim wajib untuk patuh dan taat ketentuan waris yang telah diperintahkan pembagian dan perhitungannya oleh Allah SWT demi keberkahan harta pewaris yang diberikan pada ahli waris. Jika ahli waris dari Istri menolak membagi harta waris pada Suami dengan alasan kelalaian suami dalam kewajibannya sebagai suami dan ayah, maka penolakan tersebut sesungguhnya telah melanggar asas yang paling utama dalam sistem waris Islam, yaitu asas ijbari. yang dimaksud ijbari adalah bahwa dalam hukum kewarisan Islam secara otomatis peralihan harta dari seseorang yang telah meninggal dunia (pewaris) kepada ahli warisnya sesuai dengan ketetapan Allah SWT tanpa digantungkan kepada kehendak seseorang baik pewaris maupun ahli waris. Kenyataan menunjukkan bahwa status hukum suami masih merupakan suami sah dari istri dan kedudukannya adalah sebagai duda pewaris.(Pasal 174 ayat (1) huruf b KHI) suami memang tetap berhak atas harta waris istri. Dalam hukum waris Islam, mengacu pada ketentuan dalam Pasal 174 ayat (2) KHI bahwa jika semua ahli waris ada, maka yang berhak mendapat harta waris adalah anak, ayah, ibu, janda atau duda.
- Berdasarkan Pasal 174 ayat (1) KHI, mengingat Istri masih terikat tali perkawinan dengan Suami semasa hidupnya, maka status Suami masih merupakan suami dari Istri sehingga Suami berhak mendapatkan harta waris dari Istri.
- Di sisi lain, atas kelalaian suami menunaikan kewajibannya sebagai suami dan ayah untuk memberi nafkah kepada istri dan anak-anaknya, maka dapat diajukan gugatan terhadap suami. Pasal 34 ayat (3) UU Perkawinan memberikan hak kepada istri untuk mengajukan gugatan nafkah ke pengadilan jika seorang ayah tidak memberi nafkah kepada anak dan istri yang menjadi kewajibannya. Namun, menurut hemat kami, dalam hal ini dikarenakan ibu/istri telah wafat, maka anak dapat meminta hak-haknya. Bagi yang beragama Islam, gugatan dapat diajukan ke Pengadilan Agama pada domisili/tempat kediaman suami selaku tergugat. Sedangkan bagi yang beragama selain Islam, gugatan diajukan ke Pengadilan Negeri. Perlu diperhatikan, gugatan nafkah dapat dilakukan tanpa mengajukan gugatan cerai.
Demikian Kami sampaikan, apabila Saudari masih memiliki pertanyaan lain yang ingin disampaikan, Saudari dapat berkonsultasi secara langsung ke Pos pelayanan Hukum Kami yang berada di Kantor Pengacara Negara pada Kejaksaan Negeri Labuhanbatu Selatan secara gratis.
Jika anda kurang puas dengan jawaban ini, silakan berkonsultasi lebih lanjut dengan Jaksa Pengacara Negara pada
KN. LABUHANBATU SELATAN
Alamat : Jln. Istana No. 39 Kel. Kotapinang Kec. Kotapinang Kab. Labuhanbatu Selatan
Kontak : 82268603255